Mohon tunggu...
R_82
R_82 Mohon Tunggu... Wiraswasta - Adalah seseorang yang hidup, menghidupi dan di hidupkan OlehNya. Begitupun dengan kematian dan semua diantaranya. tanpa terkecuali.

Bukan sesiapa yang mencari apa dibalik mengapa dan bagaimana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terakhir Kuinjakkan Kaki di Desa Rangkat [ECR-75]

5 Mei 2011   12:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:03 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesedihan/google

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi kesedihan/google"] [/caption]

Semerbak cinta dunia maya. Harapan indah yang mengawang dalam relung jiwa. Mengisi kekosongan angan yang sebelumnya hampa. Ketika itu dia berbicara, pada saat dia bercerita. Dayung bersambut, aku mengajaknya menelusuri keindahan yang pernah kulalui. Diapun membawaku dalam keadaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

Ketika itu ia ceritakan kesedihannya menghadapi hari yang menyakitkan. Beberapa saat setelahnya aku pun mendegar kisahnya yang lain. Aku menghiburnya, aku juga mencoba membuatnya tak menjadi larut dalam ketidak nyamanan. Dan aku senang ketika dia katakan bahwa aku adalah teman yang membuatnya bahagia, dia juga bilang bahwa aku bisa membuatnya tertawa dalam melalui harinya yang berat. Aku senang dan aku bangga bisa menjadi sosok yang berguna. Sukurlah kata kataku bisa membuat yang mendengarnya bahagia.

Saat itu perbincangan kita berubah warna. Saat alunan nada nada indah mulai menyentuh hatiku yang haus akan rasa. Ketika harmoni menginspirasi makna yang sebelumnya pernah terlupakan. Nafas-nafas itu seakan mengalir perlahan. Halus menyentuh perasan yang sebelumnya tertanam, dalam lubuk hati yang sebelumnya tertutup tirai keraguan. Saat itu kemudian segalanya beruah total, rasa setengah hati yang melebur menjadi kalimat pengugugah rasa. Dalam sebuah kata yang bernama Cinta.

Belaian tangannya halus terasa dipipiku. Bisikannya mengalun indah dikedua telingaku. Tatapannya tak pernah berhenti pancarkan sinar cinta yang lembut dimataku. Menusuk jantung, tertanam dihatiku yang kian subur tumbuhkan rasa cinta itu. Semuanya seakan nyata aku memandangnya disebuah taman yang indah, di iringi angin sepoi menyentuh rambutnya yang lurus kecoklatan. Aku dan dia diam terpaku dalam senyum indah yang bersamaan. Aku dan dia bersama disana, walau jarak memisahkan . Karna kami hanya bicara dalam maya.

****

Saat ini pertemuan itu ada, diantara maya dan kenyataan. Kita sepakat bertemu ditempat yang dijanjikan. Kesepakatan itu adalah sekarang sedetik saat aku melihatmu dengan tatapan yang begitu berbeda. Karena aku tak lagi melihat cahaya cinta yang bersinar, aku juga tak melihat wajah kerinduan yang sangat. Aku melihatmu sebagai cantik. Aku memandangmu sebagai indah. Aku menatapmu sebagai jingga..

Saat ini adalah saat yang kunantikan, ketika rindu ini begitu menggebu kepadamu. Ketika cinta ini begitu ingin kucurahkan kepadamu. Rasa cinta yang melimpah, hingga aku tak sanggup lagi membendungnya. Begitu membuncah seakan gejolak yang tak kuasa kutandingi. Namun dirimu seolah enggan memandangku dengan pandangan yang sama. Kau pun seperti tidak memiliki panggilan yang aku suka mendengarnya. Apakah aku tidak seperti yang kau harapkan sebelumnya?.

Kenapa semuanya begitu berubah? Aku tidak melihatmu memiliki tatapan kerinduan itu. Aku juga tidak melihatmu memiliki perasaan cinta yang sebelumnya selalu bersenandung dihatiku. Aku pun tak bisa mendengar pangilan yang biasa kau ucapkan kepadaku dalam tulisan itu. Apakah karena ini dunia nyata? Sehingga semuanya begitu berbeda dengan maya?

****

Disebuah tempat yang dijanjikan. Aku melihatnya turun dari mobil hitam itu. Kau berjalan dan aku lihat kau menoleh k arah Vespa merah yang aku pakai tadi dating ke tempat ini. dengan perasaan tak menentu senyum ini telah kupasang lebar.

“Sudah jadi ceu” Ucapnya kepada pemilik warung gado-gado. Sementra itu aku masih tersenyum menantinya membalas, dan ingin sesegara mungkin bertegur sapa.

“Ini sudah, yang pake karet 2 yang pedas. Yang pake karet satu yang biasa” pemilik warung berkata sambil menyerahkan gado-gado yang telah disiapkan sebelumnya. Dan setelah membayar dia membalikkan badan untuk segera menuju keluar. Detik itupun aku langsung tersentak senyumku yang tak terbalas berubah kerutan dahi.

“Jingga!...” Spontan aku memanggilnya yang baru keluar dari pintu warung itu. Dia berhenti melangkah, dan membalikan badan. Kini dia berhadapan denganku.

“Eh,..euuuh mas Roni ya?..” Ucapnya dengan ragu. Dan kemudian aku mendekatinya satu langkah.

“Gimana mas Om Hesya sehat?” Dia berkata lagi sambil melihat jam tangannya. Dia berkata dengan pandangan dan nada yang tak terarah kepadaku.

“oh. Om Hesya…..” Belum sempat aku menjawab dia langsung memotong ucapanku.

“Eh.. Ron aku udah kesiangan nih. Ada acara sama keluargaku. Aku pergi dulu ya” dia berkata dengan nada yang terburu-buru. Tanpa memperdulikanku yang hendak meneruskan berbicara. Kemudian dia berlalu menuju mobilnya tanpa menolehku lagi.

Aku diam terpaku melihatnya. Dia masuk kedalam mobil dan tidak mencoba melihatku lagi. Setelah menyalakan mesin mobilnya, kemudian dia menengok ke belakang dan sesekali ke depan untuk memperhatikan arah mobilnya yang bergerak mundur perlahan. Aku hanya diam tak bisa berkata lagi, hanya diam melihatnya yang kini telah berada di jalanan. Satu kali klakson mobilnya dibunyikan. Dan ia bergerak perlahan, dan seterusnya melaju kencang. Meninggalkanku yang masih berdiri mematung. Tak percaya dengan apa yang baru saja ku alami. Sungguh aku tak mengerti dengan semua ini.

Beribu Tanya didadaku, berjutarasa di benakku. Aku tak percaya dengan semuanya, dan aku tak pernah membayangkan sebelumnya. Kenapa pertemuan yang pertama ini begitu singkat. Terlalu singkat jika dibandingkan dengan harap dan kerinduan selama ini. ada apa gerangan? Kenapa Jingga begitu berubah, tidak sama dengan jingga yang aku kenal di dunia maya. Aku yakin itu dia, dan aku memastikan tidak ada yang salah, bahwa itu adalah Jingga yang aku kenal di dunia maya.

“lho! si Akang katanya nunggu Neng Jingga, itu tadi kok dianya langsung pergi aja”

Perkataan pemilik warung mengagetkanku yang masih berdiri melihat arah perginya mobil itu. Dengan segera aku pun kembali duduk di tempat semula. Belum sempat aku menjawab, pemilik warung kembali bertanya.

“jadi makan gado-gado nya?”

“Oh.!...iya euuh di bungkus aja ya bi”

“Segini cukup cabe nya” dia berkata sambil menunjukkan beberapa biji cabe berwarna merah. Beberapa bumbu telah siap di ulekan batu di bawah tangannya.

“Eh Bi saya gak jadi makan gado-gadonya”

“lho kenapa?”

“saya mau ke warnet dulu Bi. Dimana warnet yang paling dekat ya? Ini penting Bi. Maaf ya saya gak jadi pesan”. Ucapku sambil berdiri.

“Warnet?...hmm.. Bibi juga kurang tau. Kenapa? kok seperti kebingungan dari tadi” dia berkata sambil melihatku dengan penuh tanda tanya.

“Oh ga apa apa Bi. Kalo begitu saya ke rumah dulu saja mau nanya ke Om Hesya. Bi saya pulang sekarang. Nanti sore kalo jadi makan mau kesini lagi” ucapku sambil bergegas meninggalkan warung.

Pemilik warung diam berdiri melihatku berjalan menuju vespa yang di parkir didepan warung. Setelah mesin vespa kuhidupkan aku menengok ke belakang. Dan menganggukkan kepala kepada pemilik warung, sebagai pertanda akan segera pulang. Aku pun kemudian berlalu meninggalkannya yang sedetik yang lalu masih berada berdiri di tempatnya semula.

****

Sesampainya di rumah, omku terlihat heran karna aku cepat pulang .

“kok dah balik lagi Ron?”

“Iya om, oh iya pinjam Hpnya om, mau nelpon. Aku habis pulsa tinggal seribu lagi nih”

Setelah Om Hesya merogoh saku celananya, dia memberikan handpone berwarna hitam itu. Kemudian aku menekan beberapa tombol yang dengan angka yang sudah aku hafal. Aku mendekatkan hanphon di telinga kananku. Sementara itu Om Hesya terlihat berjalan menuju kamar mandi.

Aku duduk di kursi ruangan tengah. Nada panggil terdengar beberapa kali, namun tidak mendapat jawaban. Panggilan terputus. aku kemudian mengulanginya. Dan berikutnya suara operator terdengar

“nomor yang anda hubungi sedang sibuk, cobalah….”

Aku diam sejenak. Lalu mengeluarkan handpon milikku dari saku kemeja. Sebuah pesan singkat aku kirimkan. Dan beberapa detik kemudian aku melihat sent item. Aku mengirim kembali pesan tersebut. Karena terlihat “pending” pada report status tersebut. Kemudian aku meraih hanphone om Hesya dan mencoba melakukan panggilan. Terdengar suara operator “nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif…….”

Saat aku melirik laptop yang masih menyala aku langsung mendekatinya. Dan aku melihat sebuah tampilan FB sedang terbuka.

“ooom!. Aku pinjam laptopnya bentar ya?” aku bertanya dengan teriak kepada omku yang masih di kamar mandi.

“yaa! Sok! pake aja. Tapi jangan buka video porno nanti si Mbi marah”.Omku menjawab dengan suara yang berdengung karena berada dalam ruangan kamar mandi yang tertutup.

Tanpa menjawab, aku langsung meng sign out fb omku. Dan aku langsung sign in dengan Fb ku. Setelah halaman home terbuka. Aku langsung klik daftar online di sisi kanan. Dan nama itu segera aku klik dan dengan cepat aku tulis dan kukirimkan pesan “Jingga kenapa?”

Aku menunggu sebuah jawaban. Yang biasanya nama cetingannya muncul berwarna biru dengan angka kecil merwarna merah disisinya. Namun kali ini tidak demikian. Karena beberapa detik setelah ku kirimkan pesan, warna nama itu pun berubah menjadi abu-abu. Pertanda Offline.

****

Dalam kegalauanku seharian ini. ditengah kegelisahanku akan semua yang terjadi hari ini. aku duduk bertopang dagu di kamar yang disediakan omku. Beberapa jam berlalu namun sms sebagai jawaban tidak juga aku dapatkan. Beberapa kali aku menggangu omku yang sedang mengetik laporan pekerjaan. Tetap tak juga mendapat jawaban dari FB dan YM ku. Kini aku semakin gelisah, semakin tak mengerti dengan semuanya.

Uang yang omku berikan telah kubelikan pulsa. Dan hampir setengah pulsa yang kubelikan telah kupakai untuk mengirimkan sms kepadanya. Dengan sms terakhir kutulis

“Jingga. Aku mohon jawab smsku ini. jika kamu merasa tergangu, jika aku memang tidak di harapkan disini, aku tidak akan memaksa. Tapi tolong beri aku sebuah jawaban. Mengapa semua ini jadi berubah? Dan tolong aktifkan HPnya. Aku mohon dengan sangat.”

Hari beranjak gelap. Mbi dan Om Hesya membangunkanku yang tertidur di dekat jendela. Aku terkejut dan langusng meraih handpon yang disimpan dimeja yang ada di samping jendela. Beberapa sms aku lihat namun tidak ada yang kutungu. Ingin aku berteriak saat itu. Tak tahan rasanya aku kan ungkapkan keresahan dihatiku.”Jingga kenapa belum menjawab smsku?”

Selesai mandi aku ikut makan bersama, dengan perasaan yang tak dapat kusembunyikan. Sehinggga beberapa kali om dan mbi bertanya “kenapa kamu Ron? Kaya banyak pikiran begitu.”. Aku hanya menjawab “Gak apa apa kok, biasa aja”.

Entah apa yang aku makan tadi, aku tak ingat lagi, perasaan itu begitu menyelimuti pikiranku. Aku kini berada di ruangan tengah menghadap lapot dengan Ym dan Fb yang telah ku aktifkan. Namun tak ada juga jawaban yang aku nantikan. Sementara swmua keluarga masih berada di ruangan makan, aku memang lebih cepat selesai makan, karena tak berselera lagi.

Handponku berbunyi, dengan segera aku merogohnya dari saku celana. Dan begitu terkejutnya, ternyata nama yang kunantikan kini terlihat Jingga. Dengan segera aku membuka isi pesannya.

“Ron. Maafin aku ya. Lupakan saja semua yang telah kita bicarakan dulu. Anggap saja semuanya maya, dan tidak nyata. Aku memang sudahbertunangan. Dan waktu itu memang sedang mendapat masalah. Tapi semuanya telah kembali seperti semula. Maafin aku ya Ron”

****

“Roni!.. kamu blum tidur semalaman”  tanya mbi yang melihatku masih duduk di depan televisi. Dan berikutnya omku datang menghampiri.

“Hmmm. Ada apa ini keponakanku yang satu ini. Berarti jangan pulang hari ini ya. Santai aja dulu. Katanya kan mau disini seminggu, masa baru satu hati udah mau pulang lagi”

“Ah ga ada apa apa kok. Aku pulang nanti pagi jam 7 an aja. Biar nanti tidurnya di bis aja. Aku mau pulang ke rumah”

“Sukurlah kalo begitu, mbi dan om juga khawatir kalo kamu gak pulang. Tapi janji ya mesti pulang ke rumah. Ayah dan Ibumu dari kemarin juga telpon-telponan sama kami. Mereka berharap kamu mau meneruskan perusahaan ayahmu. Sudah cukup kamu berpetualang. 2 tahun itu terlalu lama bagi mereka menunggumu. Sekarang kamu tinggal berbenah untuk masa depan”

“Iya, aku janji akan pulang ke rumah”

Dengan segera aku pergi ke kamar. Untuk membereskan semua pakaian. Aku akan pulang ke rumah. Meninggalkan Desa Rangkat dengan sebuah cerita yang mendalam. Selamat Tinggal! Biarlah semuanya menjadi kenangan saja. Biarlah semua menjadi kisahku yang tak mungkin kulupakan.

****O****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun