Mohon tunggu...
R_82
R_82 Mohon Tunggu... Wiraswasta - Adalah seseorang yang hidup, menghidupi dan di hidupkan OlehNya. Begitupun dengan kematian dan semua diantaranya. tanpa terkecuali.

Bukan sesiapa yang mencari apa dibalik mengapa dan bagaimana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suri dan Cermin Besar kesayangannya

26 Mei 2011   15:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:11 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_110575" align="aligncenter" width="648" caption="Ilustrasi Suri dan cermin kesayangannya (FB Suri Nathalia)"][/caption] Entah siapa yang mengajarkan Suri bertingkah seperti itu. Di umurnya yang akan menginjak 3 tahun bulan depan itu, dia gemar melihat dirinya sendiri dalam cermin. Ibunya sesekali mengintip Suri dari balik pintu kamar. Suri terlihat berkacak pinggang. Melihat wajahnya yang tersenyum sendiri. Sesekali dia fokus melihat bibirnya sendiri yang di manyunkan, tersenyum dan meniru gaya berbicara dengan cepat . Hingga menunjukkan giginya depannya yang hanya terlihat dua buah saja. Suri memang gemar sekali makan coklat. Jika Suri berjalan keluar atau masuk ke dalam kamar. Spontan dia melirik ke arah cermin besar itu. Ada saja ulahnya, dan kali ini dia menggerak-gerakkan rambutnya yang dikepang dua. Dan sesekali dia kembali lagi ke depan cermin, jika dia telah melewati cermin itu. Sekedar melihat sejenak.  Bahkan memulai aksinya untuk bergaya lagi. Suri dan cermin itu sepertinya sudah menjadi hiburan tersendiri buat ayah dan ibunya. Kerap kali mereka duduk diatas ranjang sambil pura-pura membaca koran. Dan dibalik koran yang tidak dibaca itu mereka cekikikan. Melihat Suri dengan segudang aksinya di depan cermin. Karna jika ditegur dengan pertanyaan "Suri lagi bergaya ya?" Suri pasti menghentikan aksinya dan berlari menuju ibu atau ayahnya. "Suli malu..Suli Malu" Begitulah dia berkata sambil memeluk ibu atau ayahnya.

****

Lima belas tahun berlalu. Cermin itu masih berdiri di tempatnya yang semula. Kayu jati berlapis pernis yang mengkilap itu seakan tidak menunjukkan umurnya yang semakin tua. Dia tetap kokoh dengan ketangguhannya yang tak dapat dipungkiri lagi. Suri bukan anak anak lagi. Suri telah memiliki gigi yang utuh sekarang. Rambutnya pun tidak pernah di kepang dua seperti waktu dia berumur 3 tahun. Namun ada yang masih sama dengan sebelumnya. Suri gemar sekali melihat wajah dan tubuhnya di depan cermin itu. Tentu saja, kali ini tidak pernah ada ayah ibunya yang mengintip di depan pintu kamar. Tidak pernah juga ayah dan ibunya berpura pura membaca koran untuk melihat  Suri yang beraksi di depan cermin. Sebuah meja kecil kini berada di samping cermin tersebut. beberapa botol kecil yang terbuat dari kaca dan plastik disusun rapi. Lipstik dan segala peralatan kecantikan itu memang selalu dirapikan setelah dipakai. Suri hafal betul dimana letak dari miliknya itu satu persatu. Hingga jika ada satu saja yang tidak berada pada tempatnya. Suri langsung menuju ibunya untuk bertanya, siapa yang telah memakai peralatan kecantikannya. Meskipun sudah dapat dipastikan bahwa ibunya  yang telah menggunakan. Karna ibunya sesekali mmang suka berdandan, dengan menggunakan peralatan milik Suri.  Suri memang anak semata wayang di keluarga itu. Dan perempuan di rumah itu hanyalah Suri dan Ibunya. Tak ada yang lain. Dalam kesehariannya, Suri biasa mengabadikan pose-posenya itu tidak hanya dalam ingatan saja. Karna sekarang Suri biasa memotret posenya itu dengan sebuah kamera digital miliknya sendiri. Setalah itu dia apload poto tersebut dalam laptop yang ada di meja belajarnya. Dan foto terbarunya pun terpajang bersama ratusan foto yang berderet di album fhoto FB nya.

****

Kali ini, Suri duduk termenung di depan Cermin besar itu.  Dia belum berdandan seperti biasanya. Ada yang aneh kali ini. Dia tidak tersenyum dengan pos yang menarik. Tidak juga mlihat dengan seksama lekukan wajah yang telah dihiasi dengan anka perawatan miliknya. Kali ini Suri hanya diam mematung. Dengan roman wajah yang trlihat sangat sedih. Suri duduk memandang cermin besar kesayangannya. Ada sesuatu yang menakuti Suri. Seakan tak bisa di hindari lagi, karena semuanya sungguh membuat perubahan yang sangat drastis. Suri kemudian berdiri dari kursi kecil yang biasa dia gunakan untuk duduk sambil merias wajahnya. Pandangan Suri kini fokus pada bagian tengah tubuhnya. Keganjilan itu memang sungguh terlihat jelas. Tubuh langsing itu terlihat tidak proporsional dengan perutnya yang buncit. Suri mengusap perutnya seraya meneteskan air mata. Suri kemudian melangkah menuju laptopnya yang masih menyala. Dia kemudian menulis inbok kepada seseorang. "Candra!  Kamu dimana sih? Kenapa inbok gak pernah di balas. Hp juga gak pernah aktif. Anak kita sudah semakin besar. Aku mohon kamu segera telpon aku...pliiis " Sedetik setelah inboks itu terkirim.  Pintu kamar Suri terdengar diketuk. Tanpa menunggu dibuka atau jawaban, pintu itu terdengar dibuka. "Suri!" "Iya bu?" "Tadi ibu dan ayah sudah ke rumah orang tuanya Candra. Ternyata sudah sejak bulan yang lalu dia tidak pernah pulang dan tidak ada kabar tentang keberadaannya" "Bu...." Suri kemudian menangis dalam pelukan ibunya. kemudian dia berkata tersenggal-sengal. "Bu!... maafin Suri. Suri memang salah. Suri gak tahu gimana harus menebus semua kesalahan ini. Suri tlah menyakiti hati ibu dan ayah. Suri telah memberikan aib untuk keluarga ini" "Sudahlah Suri! jangan menangis lagi ya! Ibu dan ayah juga memang salah. Kami terlalu disibukkan dengan pekerjaan. Sehingga kamu kesepian dan kurang pengawasan dari Ibu dan ayahmu. Tadi agi sebelum kerumah Candra, Ibu telah memutuskan agar semua pekerjaan kantor tidak lagi ikut campur. Semua telah ibu serahkan pada sekretaris ibu. Mulai hari ini ibu akan selalu ada mendampingimu" "Bu..." Suri hanya berkata pendek dan kemudian menangis kembali dalam pelukan ibunya. "Sudahlah! jangan nagis terus. Kasian dedek yang ada dalam perutmu itu. dia pasti sedih kok ibunya nangis terus. Pasti dia bilang.. hmmm ibuku cengeng...ibuku cengeng... "Ibu suri menghibur dengan kata katanya yang menggoda. Kemudian dia memapah Suri untuk menuju ke ruangan keluarga. Suri hanya tersenyum dengan air mata yang membasahi pipinya. Diruangan keluarga, terlihat ayahnya sedang duduk menonton televisi. Setelah Suri duduk di samping ayahnya di sofa berwarna krem itu, ayahnya menekan tombol off di remot yang di arahkan ke televisi itu. Kemudian di berkata perlahan. "Suri... semua sudah berlalu. Biarlah ksalah di mas lalu itu jadi pejaran untukmu dan kami sebagai orang tuamu. Bagaimanapun juga anak dalam kandunganmu itu tidak berdosa. Dan tidak ada istilah anak haram buat kami. Rawat dia dengan baik! Masalah Candra memang sudah dilaporkan ke polisi tadi siang. Mudah mudahan cepat di ketahui keberadaannya agar dia bisa bertanggung jawab" Suri hanya diam menunduk. Air matanya tak bisa berhenti mengalir di pipinya. Suri memang mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Pergaulan bebas yang tak terkontrol orang tuanya. Sedanglan orang tua juga merasa kesalahan itu tidak sepenuhnya merupakan kesalahan Suri. Mereka memang kurang memperhatikan Suri, karna terlalu sibuk dengan pekerjaanya. Mereka memang terlambat untuk menyadari kesalahan masing-masing. Namun beruntunglah karena tidak menjadikan kesalahan itu semakin parah dengan saling menyalahkan.  Karena bagaimanapun, anak itu adalah anak tak berdosa yang harus dirawat sebaik-baiknya.

****O****

Terima kasih untuk Suri dan Candra yang telah bersedia dipakai namanya untuk tulisan ini. Semoga fiksi ini tidak akan terjadi dalam kenyataan. Dan kita harus mewaspadai perkembangan anak. Perhatian dan pengawasan pasti akan menjadi pencegahan yang sangat berarti. Karena mencegah lebih baik daripada mengobati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun