Mohon tunggu...
R_82
R_82 Mohon Tunggu... Wiraswasta - Adalah seseorang yang hidup, menghidupi dan di hidupkan OlehNya. Begitupun dengan kematian dan semua diantaranya. tanpa terkecuali.

Bukan sesiapa yang mencari apa dibalik mengapa dan bagaimana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suara Hati Terpidana Mati

30 Maret 2011   17:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:16 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi grim reaper/wordpress

[caption id="" align="alignnone" width="673" caption="Ilustrasi grim reaper/wordpress"][/caption] .

Kau terlahir entah siapa yang mengandungnya, Merawat dan membesarkanmu siapa pun aku tak perduli. Sungguh aku tak mengharapkanmu ada diantara hidupku kali ini.

Kian hari kau menjadi bagian dariku yang sangat berarti. Menghantuiku setiap tarikan nafasku yang berat kukeluarkan. Dada ini terlalu berat menanggung semua yang aku rasakan.

Aku ingin membunuhmu dengan api. Aku ingin membakarmu dengan kebencian yang sangat. Aku tak suka kau hidup diantara kehidupanku yang tak lagi bebas berkeliaran.

***

Suatu hari yang tak dinanti. Dalam gelisah tiada tara. Esok adalah sekarang. Lusa adalah hari ini.

Mereka tabuhkan genderang tak menentu, yang mengiringi irama detak jantungku yang kian berdebar. Detik yang seakan cepat berlari, karna aku tak mau dia bergerak lagi.

Tetaplah disini bersamaku dan jangan beranjak lagi! Aku memanggilmu teriak hingga tak bisa suarakan lagi permohonan.

Waktu yang tak kuinginkan beranjak itu tak bisa kuhentikan. Terlalu cepat kau langkahkan kakimu yang mungil itu. Arahmu yang tak bisa lagi menghindar dari apapun yang ada di hadapanmu. Kau menabrak apapun yang menghalangi.

Aku disini menangis. Aku disini berharap dalam sujud yang tak lagi beraroma keihklasan. Kembalilah lagi dan jangan kau terus berjalan! Aku akan menebus apapun yang kau mau. Apa saja hingga permintaan yang tak biasa pun aku akan berikannya untukmu.

**

Kecemasan ini pun adalah ketika dirimu dekat menghampiri. Terlalu cepat hingga selangkah lagi berada di belakangku. Aku takut kali ini, sangat menginginkanmu tak ada disini. Aku tak membencimu namun aku tak mau kau terlalu dekat. Kau terlalu menakutiku dengan matamu yang tak suarakan penawaran.

Ketidak bernyalianku kali ini adalah ketika kau memegang bahuku. Dingin sekali kurasakan. Tak ada nada-nada bersahabat kau menyapaku. Tak saling mengenal walau kita selalu bersama seumur hidup berdampingan.

Mata merahmu yang menyala memandangku kian kejam kali ini. Sungguh aku tak sanggup lagi kau pancarkan sinar itu menatap.

*

Waktu yang menakutkan itu adalah hari kemarin. Waktu yang tak berperasaan itu adalah hari ini. Waktu yang aku takutkan itu adalah sekarang. Saat eksekusi matiku tiba detik ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun