Mohon tunggu...
R_82
R_82 Mohon Tunggu... Wiraswasta - Adalah seseorang yang hidup, menghidupi dan di hidupkan OlehNya. Begitupun dengan kematian dan semua diantaranya. tanpa terkecuali.

Bukan sesiapa yang mencari apa dibalik mengapa dan bagaimana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pertemuan yang Tertunda [ECR-74]

4 Mei 2011   13:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_105204" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi di desa/dok pribadi"] [/caption]

Sejak beberapa bulan yang lalu aku mengenalnya. Dari sebuah pertemanan di kompasiana. Posting tulisan dan komentar disana sini, seakan membuatku semakin akrab dengan komputer lama yang sering eror ini. Entah kenapa terkadang layarnya berubah warna dengan sendirinya. Hmm! Aku sepertinya perlu monitor baru.

Ah sejak lama mereka komplain dengan tulisanku. Padahal sering sekali aku Edit ulang sebelum di posting, namun tetap saja ada beberapa huruf yang terlewat. Aku sadar memang keyboard ini bermasalah, apalagi pada sekian komentarku di lapak kawan kawan, sering sekali membuat mereka kelabakan dengan huruf yang timbul tenggelam. Bahkan ada yang selalu menyindirku dengan istilah “cadel dan balelol”

Aku senang dan aku suka bercanda. Menurutku sih begitu, hingga terkadang ada juga yang menyalah artikan candaanku, dan menganggapnya sebagai omongan serius. Aku memang suka bercanda, aku tak memiliki maksud menyindir atau menggoda. Apalagi mengejek. Hmmm bukan aku banget deh.hihihi.

Dan berikutnya, pertemananku berlanjut di Fb dan YM. Disitulah kisah ini berawal. Tentang aku, dia dan mereka. Aku tak mengira, begitu dekatnya mereka hingga sehari saja aku tidak menyapa, serasa ada yang hilang dan tidak lengkap hariku saat itu. Alhasil aku selalu menyempatkan waktu dalam sesibuk apapun untuk menyapa mereka.

****

Nama itu kini semakin dominan muncul di inbok dan cetingan Fbku. Nama yang indah, aku suka memanggilnya. Nama itu kini telah mengisi bagian kosong di hatiku. Aku tak mengira ternyata ada persamaan antara dia dan aku. Semakin intens aku berkomunikasi, semakin sering pula aku bertanya Tanya, jika dia tak ada menyapa satu hari saja. Sepertinya aku begitu rindu kehadirannya dalam setiap hariku. Nama itu memang selalu kurindukan. Jingga.

Kata-katanya memang sering membuatku tersenyum, mengernyitkan dahi, sedih bahkan terbahak. Lengkap memang tak hanya mengisi salah satu diantaranya saja. Jingga memanggilku dengan nama yang aku suka. Nama itu memang nama kecilku, nama kesayangan ketika ayah dan ibuku memanggil. Aku suka itu.

Jingga selalu menemaniku setiap malam. Bahkan terkadang hingga menjelang pagi. Obrolan sekitar di Desa Rangkat, para penghuninya, keunikan disana bahkan gosip tebaru aku selalu mengetahuinya. Hingga aku berniat untuk berkunjung. Sekalian menemui omku yang sudah lama tak bertemu. Om Hesya pindah dari kota kami, ke Desa Rangkat saat menjelang pensiun. “Ingin menikmati masa tua di desa” katanya.

Saat ini obrolanku dengannya semakin menarik. Diantara kebersamaan melalui hari ternyata ada sesuatu yang mulai merasuki anganku. Apakah dia juga merasakan itu? Sepertinya memang sama. Karna dia selalu menyebut namanku dengan mesra. Walaupun hanya ditulis dalam cetingan dan inboks saja, tapi aku merasakan panggilan itu begitu mengena di hatiku. Namaku di tulis dengan dengan penambahan huruf terakhir dan diakhiri “tanda seru” dan “Lol”. Aku membayangkan itu adalah cara dia memanggil setengah teriak, ketika aku berada di tempat yang agak berjauhan. Untuk meyakinkan bahwa aku akan mendengarnya.

Dia gunakan icon-icon lucu dan menyegarkan dalam setiap cetingan. Membuat keadaan semakin hidup, seolah aku berada tepat didepannya, seakan aku bercerita suka ria dalam sebuah taman yang indah. Terkadang aku merasa bersamanya dalam sebuah keramaian kota. Bahkan sesekali aku berdua dengannya dalam sebuah ruangan yang romantis. Jingga memberi warna baru dalam kehidupanku.

Aku semakin tak sabar untuk bertemu, harapku serasa bergejolak untuk bertatapan mata dengannya. Tanpa perantara dan bukan melalui layar monitorku yang sering berubah warna dengan sendirinya ini. Minggu depan aku kan berangkat kesana. Menuju tempat yang aku tak sabar untuk bertemu dengannya. Desa rangkat adalah agenda kepergianku yang kunantikan dengan sangat.

****

Hari ini adalah saat yang kunantikan, pertemuan itu tak sabar aku tunggu bebrapa hari kebelakang. Hingga semalam pun aku begitu susah tuk pejamkan mata. Rasa ingin betemu ini semakin membuncah ketika dia kirimkan pesan di inboks Fbku “can’t wait to see you”

Kemeja merah yang telah disiapkan sejak subuh tadi aku pakai. Lengkap dengan celana levis yang beberapa menit sebelum mandi kusetrika. Om Hesya memaksaku untuk menyemprotkan minyak wanginya, aku tidak terbiasa dengan itu aku lebih suka apa adanya. Inilah aku apa adanya, suka atau tidaknya mereka dan siapapun itu, termasuk dia. Aku lebih memilih seperti ini saja.

Vespa Om Hesya yang aku pinjam sepertinya bersemangat juga. Sekali aku hidupkan mesinnya langsung menyala, tidak seperti biasanya yang harus aku bongkar busi dan carburetor nya. Dengan beberapa uang lembar pemberian Om Hesya aku segera berangkat.

Dengan bersenandung lagu-lagu yang menyenangkan aku mengendarai vespa berwarna merah ini. aku seakan berada dalam suasana yang indah, serba mengasyikan. Pemandangan asri sebuah desa ini semakin menambah suasana menjadi indah. Keramahan penduduk yang selalu menyapa walau belum aku kenal membuatku merasa kerasan disini. Desa rangkat tak pernah kubayangkan sebelumnya.

Tiba di tempat tujuan, aku langsung parkirkan vespa di depan warung gado-gado ini. Dan dengan segera menuju ke dalam warung.

“pesan apa Kang?”

“Oh nanti aja bi, saya lagi menunggu teman”

Setelah menjawab pertanyaan pemilik warung. Aku langsung duduk di bangku yang telah disediakan. Dengan gelisah aku menunggu dia, sesekali melihat ke arah jalan ketika ada mobil dan motor yang melintas. Aku berharap dia segera datang, dua Sms telah kukirim dan belum mendapat jawaban. Mungkin dia lagi di jalan.

“Nunggu siapa kang?” Pemilik warung yang baru datang mengangkat jemuran di samping warungnya bertanya, dia mengagetkanku tanpa dia sadari. Belum sempat aku jawab dia sudah berlalu masuk ke rumahnya melalui pintu di sebelah kananku. Dan beberapa detik kemudian dia datang lagi. Sambil merapikan pajangan dagangannya. Beraneka makanan hasil buatannya sendiri sebagai pelengkap makan gado-gado.

“Saya nuggu Jingga bi”.

Mendengar perkataanku, si bibi pemilik warung langsung menghentikan gerakannya. Kemudian dia menatapku dengan tajam. Rambut dan kemejaku menjadi sasaran pandanganya berulang ulang. Aku tidak mengerti? Apa yang ada di pikirannya.

“Bibi kenal sama jingga”

“Iya, Neng Jingga sering beli jajan disini. Si akang kenal sama jingga dimana? Si akang ini keponakannya Om Hesya kan? Yang baru pindah dari kota itu?. Ooh bibi ngerti. Pasti teman kuliahnya Neng Jingga dulu waktu di Kota?”

“Bukan Bi saya gak kuliah dan….”kata kataku terpotong karena ada sebuah mobil yang datang kedepan warung, aku langsung menengok seseorang yang berada di balik kemudi itu. Dia melambaikan tangan. Pemilik warung itu melambaikan tangan juga, aku melihatnya dari sudut mataku.

Ternyata dia yang aku tunggu. Dengan jelas aku melihatnya sekarang, setelah turun dari mobil kemudian dia menutup  pintunya, dan berjalan menghampiri kami. Senyum lebar aku pasang. Menyambutnya yang selama ini aku nantikan.

****O****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun