Sebagai seorang ahli ekonomi, kemampuan Sri Mulyani sudah tidak diragukan lagi terutama dalam ekonomi makro. Beberapa prestasi yang menonjol seperti stabilitas rupiah dan IHSG yang semakin menguat patut mendapat apresiasi. Mungkin prestasi-prestasi inilah yang menyebabkan dia terpilih sebagai salah satu Managing director Bank Dunia. Tetapi dibalik prestasi itu ada beberapa pendapat menyatakan bahwa pikiran-pikiran beliau terlalu dipengaruhi oleh kebijakan Amerika, sehingga dia dan Boediono selalu dikaitkan sebagai orang yang Neoliberal dan mendukung kapitalisme seutuhnya. Di belahan bumi lain, tersebutlah seorang ahli ekonomi yang juga dosen di Dhaka University-Bangladesh, Prof. Mohammad Yunus. Seperti halnya Sri Mulyani, beliau juga lulusan Amerika (Vanderbilt University), tetapi bedanya gagasan-gagasan Prof. Yunus lebih membumi dan disesuaikan dengan keadaan real negaranya dimana tingkat kemiskinan masih tinggi. Prof. Yunus mendapatkan Nobel Perdamaian tahun 2006 atas jasanya mendirikan Grameen Bank atau Bank Desa dalam bahasa Bengali. Bank ini bergerak membantu usaha masyarakat miskin terutama kredit untuk usaha kecil. Sebagai hasil puluhan ribuan orang miskin mampu meningkatkan taraf ekonominya. Kenapa Indonesia dengan Bangladesh layak dibandingkan? Karena kita sama-sama developing country atau bahasa sebenarnya "Negara miskin". Menurut Bappenas angka kemiskinan di Indonesia pada 2009 mencapai 33,7 juta orang. Sementara itu masalah utang, Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia sampai dengan Januari 2010 mencapai US$ 178,041 miliar atau naik 17,55% sebanyak US$ 26,584 miliar jika dibandingkan dengan Januari 2009 yang sebesar US$ 151,457 miliar ( sumber:detik.com). Dengan kurs Rp 9000/US dollar, utang Indonesia sekitar 1600 triliun rupiah. Walaupun dalam hal penampilan seperti gedung-gedung bertingkat kota Jakarta tidak kalah dengan negara-negara maju. Malah rencana terbaru DPR juga ingin bangun gedung lagi... Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menggulirkan berbagai kredit usaha kecil. Akan tetapi kenyataan dilapangan, kredit ini susah cair. Terutama bagi pedagang-pedangang kecil, seperti penjual mie keliling, penjual-penjual pinggir jalan dll. Alih-alih mendapat perhatian dan bantuan ekonomi, biasanya mereka justru di kejar-kejar Satpol PP dengan alasan menggangu ketertiban dan keindahan kota. Mungkin teman-teman kompasiana juga pernah membaca berita tentang seorang ibu penjual bakso yang lari sambil mendorong gerobak dan menggendong anaknya yang akhirnya jatuh dan kuah bakso menyiram anaknya....... Itulah gambaran real dilapangan bagaimana perlakuan pemerintah terhadap pedagang kecil. Anehnya lagi, orang kecil yang berusaha mencari nafkah dengan jalan halal malah ditindas. Sementara koruptor2 seperti si Gayus dibiarkan merajalela. Memang terlalu berat jika semua permasalahan ekonomi dan kemiskinan hanya dibebankan kepada Sri Mulyani sebagai menteri Keuangan. Tetapi sudah saatnya semua pejabat pemerintah lebih memperhatikan rakyat kecil. Syukur-syukur ada ahli ekonomi yang mau berpihak kepada pedangang/pengusaha kecil dan mau berbuat seperti halnya Prof Yunus. Kepada para Pejabat, jangan sibuk memperkaya diri masing-masing, ingat masih ada kehidupan berikutnya....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H