Hidup pada dasarnya adalah Takdir. Semua telah digariskan bahkan kelahiran, maut, dan jodoh merupakan rahasia yang Ilahi. Kita sebagi manusia tentu hanya menjalankan saja skenario dari sutradara kehidupan ini. Saya tadi malam baru takziah atau melayat ke salah satu suami guru saya yang sekarang menjadi rekan dosen di kampus saya. Kepergian beliau cukup mendadak yang juga membuat orang sekitarnya kaget. Sebetulnya secara pribadi, saya enggan menuliskan hal-hal seperti ini. Namun, terkadang saya merasa perlu memberikan sedikit catatan reflektif atas kejadian yang pasti setiap manusia pun akan mengalaminya.
"Hidup itu Singkat! Isi dan Wadahi dengan yang bermanfaat" begitu ujar salah satu dosen di kampus saya terdahulu. Namun, seringkali wadah itu kita penuhi dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Pada dasarnya, kita sebagai manusia tentu bisa memilih mau mengisi wadah itu dengan apa, dengan yang baik atau yang buruk. Entah mengapa, semakin tua usia orang saya berpikir wadah itu akan semakin kotor serta banyak residunya. Maka pada dasarnya ketika wadah itu penuh kotoran dan residu pilihannya segera bersihkan sebelum mencemari si air. Tapi, saya tidak hendak menjadi orang sok bijak karena bukan kebiasaan saya. Agak gatal rasanya. Wkwkwkwk
Soal memilih isi dan wadah yang bermanfaat, maka pada dasarnya manusia akan dikenang dari pengabdian dan jasanya. Coba lihat, penyanyi atau artis yang meninggal dunia, pasti akan diputar lagu-lagunya atau kemudian quotes romantisnya apabila ia berumah tangga. Lain lagi, jika melihat waktu Bapak Jakob Oetama meninggal, pengabdian dan jasa serta testimoni dari karyawan/karyawatinya yang di putar di stasiun televisi miliknya.
Itulah makna hidup, kalau anda bisa menginspirasi dan kemudian bisa memberi manfaat serta berdampak bagi orang lain. Namun, jika melihat lebih lanjut makna hidup itu singkat benar-benar terasa. Hari-hari semakin cepat, orang-orang ada yang datang dan pergi. Menjadi pribadi lebih baik tentu itu yang diharapkan.
Saya masih ingat dengan momen ulang tahun saya di tahun ini, itulah kali pertama saya merasa mulai memikirkan kenapa ulang tahun menjadi suatu perayaan yang heboh serta menghebohkan. Anda yang bingung coba lihat yang Sweet Seventeen dan sebagai macamnya. Barangkali saya yang salah persepsi atau bagaimana ya, Tapi, dalam hemat saya Ulang Tahun'kan adalah salah satu momen umur anda berkurang. Dan mungkin sedikit banyak diantara yang saya saksikan melakukan ritual "Make A Wish". Bahkan, pernah ada salah satu teman yang saya tanya apa harapannya di ulang tahun ini, menjawab dengan lugas berubah menjadi lebih baik, mengurangi sombong terhadap harta dan sebagainya. Tapi, lihat esok harinya rasanya seperti tidak ada perubahan apa-apa. Iya begitulah seringkali orang salah memaknai Make A wish, padahal keesokan harinya mungkin ia melanjutkan hidup seperti biasanya saja.
Sebetulnya, kisah yang Datang dan yang Pergi ini sengaja saya tulis untuk mengenang beberapa orang yang telah mendahului anda dan saya berpulang ke rumah bapa. Bukan untuk menimbulkan kembali rasa sedih kita tetapi hanya sebagai bagian untuk mengenang dan saling mengingat akan kebaikan, ketulusan dan setiap pelajaran hidup yang pernah diberikan.
Saya pikir kemudian menjadi suatu hal yang masuk akal apabila mengenang seseorang dengan caranya masing-masing termasuk via tulisan seperti ini. Saya tentunya tidak ingin bagian ini sebagai bagian yang sedih dalam tulisan ini. Saya menginginkan agar bagian ini menjadi bagian tempat untuk belajar pelajaran hidup yang pernah beliau-beliau sampaikan kepada saya dan mudah-mudahan juga bisa menjadi pelajaran hidup atau refleksi bagi para pembaca sekalian.
Nama yang saya sebut pertama adalah (Almarhum) Bapak Hendry Bonardy atau yang akrab disapa dengan pak bun. Beliau meninggal pada tanggal 27 Juli 2016 tepat pada saat saya berada di Pontianak. Kalau boleh saya bercerita sedikit kala itu sewaktu saya baru saja selesai Nongkrong bersama teman-teman saya yaitu Rio Eranio, Riki, Afuk dan Ajun dari Ayani Mega Mall.
Dalam perjalanan pulang berteriaklah si ajun dengan kencang “Woi Pak Bun Meninggal” sontak saja mendadak kaki saya melunglai lemas tak karuan. Dengan segera saya menelepon Pak Nuri yang memang saya kenal dekat dan kabar itu juga dibenarkan oleh beliau. Saya meminta rio segera mengantar saya pulang karena mendadak saya menjadi tidak enak badan. Rencana untuk segera ke Rumah duka urung saya lakukan karena untuk sekedar naik motor saja sudah tak mampu saya lakukan. Sehingga, demikianlah akhirnya saya keesokan harinya pergi ke Rumah Duka bahkan hingga pada saat pemakaman sangat ramai para pelayat yang mengiringi kepergian beliau.
Saya secara pribadi mengenal dengan dekat beliau, banyak pelajaran serta ketekunan yang saya pelajari semasa beliau hidup. Dedikasi serta ketekunan dalam bekerja sedikit banyak mempengaruhi cara saya dalam bekerja sekarang. Barang tentu saya masih ingat semasa panitia, kalau beliau juga menjadi panita yang sama maka bawaan panik dan tegang pasti akan terasa. Takut berbuat salah dan dimarahi oleh beliau menjadi sebuah cambuk. Barangkali benar, bekerja sesuai konsep dan aturan main menjadi pelajaran berharga bagi saya yang jujur pada masa SMA masih pada jaman mencari jati diri.
Satu nama yang terakhir adalah Pak Agustinus Arnaldo, yang saya ingat beliau meninggal bersamaan dengan saya akan menghadapi UTS Hukum Perdata Islam di medio 2017. Dengan nama yang terakhir ini, saya cukup banyak juga ikut bersinggungan dengan beliau. Dalam OSIS prinsipnya keras, arah pun harus tegas, serta disertai dengan hasil yang jelas serta dapat terukur. Namun, ketika berdebat panjang dengan beliau selalu disuguhi dengan debat-debat yang panas namun selalu diakhiri dengan gelak tawa. Kedua nama diatas cukup banyak membawa saya dalam merubah konsep cara saya dalam bekerja. Kini beliau berdua telah pergi, tenang disana pak, Jasamu dan nilai-nilai hidupmu akan selalu kami kenang!.