Mohon tunggu...
Ronal Marta
Ronal Marta Mohon Tunggu... -

Lelaki Minang yang pernah domisili di Melayu Riau, serta sempat mampir beberapa musim di Negeri Pasundan, sekarang berdiam diri di Kota Jambe,,,,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Robohnya Surau Kami : Karya A.A. Navis

5 Januari 2012   16:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pernah baca bukunya Sobat, atau dengar kali, gimana, simple kan. Ops, ada yg belum ?, gini lho sarinya, ceritanya khan ada suatu negri, dimana ada suatu surau tua (mushola) yang dijaga oleh lelaki tua juga. Pak Tua ini menasbihkan sisa hidupnya buat surau tersebut, saban hari selalu diisi dengan ibadah, hingga hal keduniawian tak pernah dikakapnya. Semua warga mengagumi dedikasi beliau. Hingga Malaikat pun datang melaksanakan tugasnya, tuk menjemput Pak Tua.

Cerita berlanjut ke alam akhirat, satu-persatu manusia menunggu giliran tuk dihisab, dan Pak Tua pun berada dalam antrian. Sambil menunggu, Pak Tua tersenyum, karna ia yakin Nirwana adalah imbalan yang layak atas usahanya menegakkan syariat Tuhan, tentu dalam versinya. Namun, Pak Tua terhenyak, ternyata hasil raport mengatakan ia harus ke Nereka. Wajar ia terkejut, dilihat ke kelas Surga ternyata banyak “orang biasa” berada disana, dan sedikit melegakan, teman “langitannya” juga berdiri disampingnya. Koalisi langsung terbentuk, deal didapat, bersama mereka melangkah, menggugat hasil tst, kepada Sang Pemilik.

Seteleh mendengar argumen ilmiah Koalisi Putih tsb, Sang Khaliq berkata :’kalian-Ku beri kesempatan tuk menikmati dunia-Ku, namun tak kalian pedulikan, semua masa, kalian pergunakan hanya tuk beribadah, hingga anak istri, kerabat, serta lingkungan sekitar engkau abaikan. Disanalah kekeliruan itu. Sambil terus berceloteh, koalsi pun bubar tanpa komando, dan menuju kelas yang diberikan.

SD. Ya SD, novel itu kubaca, karna sangat menggugah, sampai tulisan ini kurangkai cerita tsb masih terus teringat. Sedikit banyak ajaran itu tertanam didiri ini, tak tahu kalau Sobat sekalian juga iya. Era modernisasi, Pasar Bebas, Lepas Landas, serta slogan lainnya, mengatakan semua kita harus siap mengikutinya dengan bekal IPTEK yang bagus, begitu yang gencar kita terima. Gong tersebut juga membuahkan hasil yang luar biasa, belum lama ini pun kita memiliki mobil esemka hasil karya anak negeri, ditambah lagi prestasi olempiade siswa kita yang lain. Saya, dan tentu juga Sobat sekalian, memainkan logika bukan tanggung cemerlangnya, mengacak angka, very briliant, apalagi berolah kata, luar biasa, trus kalau tentang tajwid, apaan tuh, kataku lho.

Saya yakin AA Navis tentu bukan menyiratkan pesan kalau kita mesti meninggalkan surau, namun penekannannya tentu pada keberimbangan. Seiring detik jam, tentu kita, terutama saya, merenungkan sejenak, kapan yah surau kita itu kembali rame, kegiatan banyak diadakan hingga kita mampu berinteraksi disana. Cukup sobat, kita berputar sekitar bid’ah, fatwa, liberal, dan lainnya, mari bersama kembali ke surau itu, karna ia terlalu elok untuk dijadikan simbol.
Intropeksi Pribadi,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun