Lepas dari kontroversi putaran pertama dan Kedua untuk Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) Jakarta 2012. Hasil Quick Qount sejumlah lembaga survei menempatkan pasangan Jokowi - Ahok memperoleh suara 42,7 persen dan pasangan Foke - Nara hanya 33,9 persen. Nampak jelas telah terjadi perseteruan antara Partai Oposisi (PDIP dan Getrindra - baca: untuk Indonesia, tidak menempatkan kadernya di kabinet) minus Hanura Versus Partai Pemerintah (Partai Demokrat, PKB, PAN plus Hanura).
Sebelum pemilihan
Pasangan nomor urut 1, Cagub dan Cawagubnya merupakan murni 100 persen pengurus Partai Demokrat (PD), Foke anggota Dewan Pembina DPP PD, dan Nara Ketua DPD PD Jakarta.
Beredar kabar, bahwa pasangan ini beberapa kali pasangan cawagubnya, mulai dari Adang R dari PDIP, kemauan Taufik Kiemas (baca : karena mungkin punya hutang budi kepada SBY, sebab Taufik Kiemas ketika terpilih jadi Ketua MPR, jasa SBY berperan penting), Bang Sani usulan PKS, dan Wandah Hamidah (WM) andalan PAN, gugur satu persatu. Adang R tak direstui Megawati, Bang Sani - PKS meminta syarat terlalu berat pada Foke, dan WM tidak bulatnya PAN, kemudian WM bergabung sebagai tim sukses Faisal - Biem. Toh akhirnya yang mendamping Foke jatuh pada Nara, seorang pensiunan Jendral bintang dua. Setelah penetapan Foke - Nara sebagai pasangan untuk DKI 1 dan DKI 2 menjadi pilihan utama PD. Kabar berhembus semakin kencang, RI 1 sampai memanggil bang Yos - mantan Gubernur DKI Jakarta 10 tahun tanpa pemilihan melainkan penetapan untuk menyokong pilihan PD ke istana disana sudah Foke ( laporan majalah tempo edisi juli 2012), Rhoma Irama, dan seabrek tokoh lainnya. Akhirnya Bang Yos bersedia mengusung pasangan nomor urut 1 dengan syarat 3 : Banjir kanal timur, Trans jakarta, Monorel dilanjutkan (masih kata majalah tempo dalam laporannya).
Pasangan nomor urut 3, Jokowi - Ahok, sebenarnya beberapa kali terjadi kocok ulang, mulai Nono Sampono - dan kader PDIP dan Jokowi - Dedy Mizwar sampai Boy Sadikin, tapi pilihan terakhir jatuh pada Jokowi - Ahok. Adalah Prabowo Subianto yang meyakinkan Megawati, untuk mengusung pasangan ini. Bahkan jelang satu hari batas KPU untuk masing-masing partai dan Independen untuk mengajukan pasangannya, masih saja terjadi lobi-lobi politik dan tarik menarik yang begitu kuat diantara petinggi PDIP dan Gerindra.
Pasangan nomor urut 6, Alex - Nono diusung Partai Golkar, PPP, dan PDS. Abu Rizal Bakrie (ARB) sampai mengumukan nama pasangan ini di kantor Bakrie, Jl Rasuna Said. Padahal sebelum pasangan ini diusung sempat beredar nama Tantowi Yahya (TY) dan Besannya ARB Pya Rhamadani (PR). Bahkan TY masih berpegang pada keputusan internal partai golkar yang mengacu pada survei. TY, ternyata berada diurutan pertama survei Golkar. PR pun tak kalah aksinya, dengan jabatan sebagai Ketua DPD Partai Golkar Jakarta, dan pilkada Jakarta sinyal dari DPP Golkar, Slipi diserahkan pada DPD Golkar Jakarta, akhirnya survei dan keputusan sinyal DPP tak berlaku, yang berlaku hak penuh Ketua Umum Golkar, ARB. TY dibujuk ARB menjadi jubir golkar bidang luar negeri dan selalu mendampingi ARB ke luar negeri, sedangkan PR tak tahu khabarnya setelah penetapan Alex - Nono.
Nomor urut 2 dan 5, berhubung independepen mohon maaf saya tidak bisa mengurai karena kekuatannya ada pada pada pasangan itu.
11 Juli 2012 dan Setelahnya. Anas setelah memilih di TPS depan rumahnya langsung keliling TPS di Jakarta, sedangkan SBY dengan alasan tak punya hak pilih di Jakarta, karena KTP Kabupaten Bogor, saat hari pencoblosan langsung terbang ke Magelang, persiapan melantik para taruna AKABRI dan AKPOL. Demikian juga ARB, beserta keluarganya, 11 orang yang punya hak pilih di sekitaran Menteng saat pencoblosan sudah lebih dulu berlibur ke negeri paman Sam. Pembelaan pun diucapkan jubir Golkar, Nurul Arifin, "Pak Alex tahu kok, Pak Ical tak bisa mencoblos." Berbeda dengan Megawati, sebelum tanggal 11 Juli 2012 masih bicara dimedia bahwa ia belum dapat kartu pemilih, namun begitu dapat Ia langsung menggunakan hak pilihnya di Kebagusan di antar oleh Jokowi.
Implikasi bagi Partai plus Kader
Anas walaupun dikalangan para elit PD mendapat ganjalan, namun kepiawannya memanfaatkan pilkada Jakarta, dan Pilkada lainnya di seluruh Indonesia masih lewat tanda tangannya, dan bukan tidak mungkin untuk Pilpres 2014 tanda tangannya masih menjadi harapan utama, bagiamana seorang Sultan Bathoegana walaupun ikut di hotel sahid dalam pengumpulan tokoh dan pendiri PD, masih butuh tanda tangan Anas untuk cagub Sumtera Utara. Bisa dikatakan tingkat keloyalannya para struktur dan kadernya di di Provinsisi sampai kabupaten dan kotamadya bahan kecamatan tetap pada seruan Anas, dan sudah barang tentu hal ini menjadi modal bagi takhta kekuasaannya di PD tetap langgeng sampai 2015, walaupun kans sebagai capres masih jauh dari harapan. sedangkan SBY secara konstitusi terkena aturan hanya 2 kali menjabat sebagai presiden. Chemistry ketidak harmonisan antara SBY dan Anas nampaknya sudah memudar dan menjauh dari tokoh bangsa, bahkan keduanya menjadi rivalitas yang tambah hari tak ada kecocokan.
Kembali kapda Megawati tokoh kunci PDIP, jika menang di Jakarta, maka 5 provinsi sudah bisa diklaim menjadi basis partai moncong putih, setelah Bali -I Made Pangku Pastika, Kalimantan tengah - Teras Narang, NTT, Jawa Tengah - Bibit Waluyo, dan Jakarta - Jokowi (jika menang di putaran kedua). Sedangkan bagi Prabowo, ini menancapkan kuku kekuasannya semakin kokoh dan kuat mendekati istana, kian bersinar. bagaimana dengan ARB, alasan berbagai diungkapkan para kadernya mulai, Jakarta bukan barometer Pilpres 2014, sampai dari dulu Golkar Tak pernah menang di Batavia.