Pemilihan umum (Pemilu) untuk legislatif dan presiden 2014 tinggal 3 tahun lagi, dan efektifnya 2 tahun. Bukan hal aneh dan terkejut, ketika setiap peserta pemilu sudah melakukan ancang-ancang kegiatan partai yang dikemas untuk rakyat mulai dari kegitan pasar murah, bencana alam, banjir dan kegiatan menjelang hari raya pun setiap partai menjadi wajib turut serta supaya mendapat tempat dan simpati dari rakyat. Berkaca dari pemilu ke pemilu sejak republik ini dibentuk pasca konstitusi UUD 1945, seharusnya kedewasaan para peserta pemilu soal kegiatan partai tidak hanya terjadi dan dilaksanakan saat menjelang pemilu saja melainkan menjadi agenda rutin yang terjadwal sepanjang masa.
Menyibak potret pemilu negeri kita yang akhir-akhir ini penuh topeng kepalsuan menjadikan rakyat semakin apatis terhadap pemilu itu sendiri, padahal yang melakukan foto buram pemilu itu adalah para oknum politisi dan elit opurtunis dan pragmatis yang hanya memikirkan periuk dirinya serta kelompoknya, sehingga efeknya mendomino hampir ke semua lapisan masyarakat. Maka sudah kewajiban para elit dan politisi ideologis yang punya kepentingan untuk rakyat banyak agar menyadarkan  rakyat agar tidak apatis pada pemilu, walaupun hasilnya belum tentu bisa diharapkan secara maksimal, tapi setidak-tidaknya perlu dan wajib dicoba. Pasalnya, rakyat bagi partai adalah elemen penting dalam artikulasinya sehingga seyogyanya rakyat harus menjadi subjek kegiatan bukan objek apalagi objeknya menderita. Dan, pada era reformasi ini setiap partai (lama dan baru) nampaknya dibuat sadar atau mungkin disadarkan bahwa kegiatan partai harus benar-benar menyentuh kepentingan rakyat dan lebih baik lagi tanpa menunggu menjelang lonceng pemilu dibunyikan oleh penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ironisnya jualan setiap partai masih berkutat pada jargon-jargon untuk kepentingan rakyat banyak, semisal; rakyat harus berkarya, lanjutkan, wong cilik, rakyat kecil dan demi hati nurani rakyat slogan-slogan ini nampaknya bertujuan dengan bahasa halusnya supaya rakyat memilih partai tersebut, dan sudah barang tentu kegiatannya dilakukan partai demi tujuan partai juga, sehingga mudah ditebak hasilnya bahwa rakyat hanya dijejali dengan janji dan janji saja. Langkah demi langkah sejak era reformasi ini pula, usia pemilu kita sudah memasuki 13 tahun (2011) dan 16 tahun untuk 2014, berarti sudah tiga kali pemilu dilaksanakan, dan mau empat kali (2014) kita melaksanakan lagi, lalu apakah jargon atau slogan perlu untuk ditawarkan atau dijual kepada rakyat? Tentu perlu, apabila disertai bukti yang jelas, terukur dan terarah pada sasaran tepatnya, dan sekali lagi partai melaksanakan kegiatannya bukan hanya menjelang pemilu saja. Peserta pemilunya pun akan bertambah dengan kehadiran partai baru sebut saja Nasdem yang saat ini telah lolos sebagai badan hukum dan tinggal menanti lolos sebagai peserta pemilu ditambah dengan 10 partai yang bercokol di Senayan, persaiangan semakin ramai dan mudah-mudahan kompetisinya sehat juga sehingga tidak ada pengganjalan antara partai besar terhadap partai kecil, ataupun partai lama kepada partai baru, entah itu melalui ambang batas suara parlemen yang lebih dari 2, 5 persen yang ini ditakutkan para partai kecil ataupun pembatasan iklan kampanya di media massa, apalagi TV.
Akhirnya pesta demokrasi yang diaktualisasikan khusuanya dalam pemilu di 2014  menjadi tonggak dan catatan penting bangsa kita untuk lebih maju bukan hanya berjalan, dan berlari saja melainkan terbang tinggi dan bukan saja sejajar dengan bangsa lain melainkan lebih dari sejajar (jika dilihat dari limpahan sumber daya alam melimpah, dan sumber daya manusia potensial yang sangat bisa dimaksimalkan secara luar biasa) seharusnya kita mampu dan mendapat tempat yang terhormat di percaturan bangsa-bangsa dunia, sehingga kita dalam satu persoalan misalnya tidak lagi menjadi konsumen terbesar di dunia untuk kebutuhan primer melainkan siap menjadi produsen terbesar kebutuhan primer, belum lagi persoalan harga dan martabat bangsa kita yang begitu mudah dipermainkan tapal batas oleh negara tetangga kita, termasuk tenaga kerja yang menjadi sapih perahan bangsa lain, dan kita dibuat pasrah dan menerimo saja, soal penting lainnya cadangan emas dan kekayaan tambang yang melipah ruah di tanah petiwi kita dan kita hanya kebagian secuil tidak lebih dari 5 - 10 persen hasil yang didapat dari bangsa luar yang besar mengeruk kekayaan alam kita. Maka, kita harapkan pemilu 16 tahun di era reformasi nanti benar-benar kita menjadi garam dan terang bagi bangsa-bangsa lain, dan itu hanya ada di partai yang melakukan perubahan dari sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H