Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekuasaan Demi Uang dan Uang Demi Kekuasaan

25 September 2019   11:00 Diperbarui: 25 September 2019   11:06 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekuasaan Demi Uang (Pixabay.com)

Pejabat yang kedua akan berusaha melanggengkan kekuasaan, mencegah bukan elite untuk bisa masuk ke dalam kekuasaan. Ketika ada orang seperti Joko Widodo yang mendobrak kebiasaan, bukan golongan yang termasuk elite tetapi berhasil meraih jabatan publik tertinggi di Indonesia. Tidak sedikit orang yang iri hati dan mungkin malah dendam karena tidak berhasil meraih jabatan ini, walau sudah masuk kategori elite.

Untuk meraih jabatan publik yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu memang dibutuhkan uang yang tidak sedikit. Biaya kampanye, yang jika dibagi lebih detail, misalnya untuk iklan, rapat umum, bagi-bagi kaus dan suvenir, mahar untuk partai politik serta bahkan membagikan amplop berisi uang agar dipilih. Amplop uang yang oleh 37 persen pemilih akan diterima dan menjadi pertimbangan untuk memilih sang pemberi menurut survei LIPI tahun 2019.

Kemungkinan besar amplop uang ini yang menyebabkan biaya untuk menjadi pejabat publik menjadi mahal. Mahalnya biaya politik, termasuk biaya penyelenggaraan pemilu, berulang kali dijadikan alasan untuk membuka wacana pemilihan dikembalikan kepada DPRD untuk pejabat daerah.

Biaya Kampanye dan Partai Politik

Transparansi biaya kampanye memang sudah mulai dilakukan walau belum sempurna. Tetapi kalau melihat ke pendanaan partai politik (parpol) belum terlihat adanya upaya untuk menegakkan transparansi.

Padahal parpol adalah kendaraan untuk menjadi pejabat publik. Jika boleh,  malah bisa dikatakan pabriknya politisi yang akan mengisi jabatan DPR, DPRD, Gubernur, Bupati, Walikota sampai Presiden.

Jika pabrik politisi ini kotor maka apakah bisa diharapkan akan menghasilkan produk yang bersih dan berkualitas? Kemungkinan kecil!

Mungkin sudah saatnya parpol diperlakukan sebagai lembaga publik yang setiap tahun harus diaudit keuangannya auditor independen. Terlebih jika parpol sudah mendapatkan dana bantuan negara, mungkin malah harus diaudit BPK.

Silakan jika pengusaha besar seperti Prabowo, Surya Paloh, Harry Tanuwijaya, dan lainnya ingin menyumbang dana untuk pengembangan partai mereka. Asalkan semua transparan, dari mana dana itu berasal. Jika dari usaha mereka, ya silakan.

Mungkin juga bisa mencontoh politikus Amerika Serikat, mengumpulkan dana kampanye melalui acara makan malam yang bisa berbiaya mulai dari ratusan dolar per orang sampai puluhan ribu dolar.

Penyalahgunaan dana kampanye di Amerika Serikat bisa dihukum cukup berat. Seperti ketika kampanye Presiden Obama 2008 didenda sebesar USD 375 ribu hanya karena tidak menyerahkan laporan keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun