Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

800 Juta Pekerjaan akan Terotomatisasi di Tahun 2030

30 November 2017   10:05 Diperbarui: 30 November 2017   10:18 3268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (http://realtybiznews.com)

Perkembangan teknologi memang tidak bisa dibendung. Dunia terutama negara maju juga semakin makmur sehingga tingkat gaji sudah tidak lagi bisa memenuhi perhitungan ekonomi.

Sebagai contoh pada awal Henry Ford memperkenalkan lini perakitan mobil semua pekerjaan dikerjakan dengan tenaga manusia. Di zaman sekarang banyak dari pekerjaan ini sudah tergantikan dengan robot.

Alasan utamanya adalah efisiensi.

Gaji yang dibayar semakin mahal sehingga akan lebih murah untuk membeli robot dibandingkan dengan memperkerjakan orang.  Orang yang terkadang bisa sakit, demo, protes dan lainnya. Robot yang akan terus bekerja selama dirawat dan diberi tenaga listrik.

Mckinsey Global Institute dalam sebuah laporannya yang dikeluarkan bulan November 2017 mengatakan dalam skenario optimis sekitar 400 juta pekerjaan akan terotomatisasi sedangkan skenario pesimis 800 juta pekerjaan akan terotomatisasi.

Skenario ini tergantung pada kecepatan perkembangan teknologi. Namun kalau kita melihat perkembangan teknologi yang semakin cepat terutama teknologi digital (Artificial Intelligence salah satunya) kemungkinan skenario tergantikannya 800 juta pekerjaan semakin besar.

Kecepatan otomatisasi pekerjaan dan kemampuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru sangatlah berbeda dari satu negara ke negara lain.

Hal ini tergantung dari faktor berikut,

  • Tingkat gaji, semakin tinggi gaji maka kecepatan dalam mengotomatisasi akan semakin meningkat. Seperti yang sudah jelaskan di atas. Tetapi misalnya tekanan pekerja terhadap pengusaha juga besar maka akan menjadi insentif untuk melakukan otomatisasi.
  • Pertumbuhan ekonomi akan menjadi pendorong bagi terciptanya lapangan pekerjaan. Negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pertumbuhan produktifitas yang baik dan berinovasi akan mampu menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
  • Demografi, negara dengan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi seperti India akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika lapangan pekerjaan tersedia. Indonesia juga mengalami hal yang sama.
  • Sektor ekonomi, kecepatan otomatisasi akan tergantung pada sektor ekonomi mana yang lebih dominan di suatu negara. Jepang akan lebih cepat mengalami otomatisasi karena lebih banyak industri manufaktur jika dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Hal yang mengkhawatirkan adalah dari 400 juta-800 juta pekerjaan yang diotomatisasi ada sekitar 75 juta-375 juta orang yang harus mencari pekerjaan baru di luar sektor yang digelutinya. Misalnya sekarang menjadi karyawan pabrik kemudian harus bekerja di bank.

Berarti 375 juta orang ini membutuhkan pelatihan yang mendalam mengingat bidang pekerjaan yang sangat berbeda.

Mckinsey.com
Mckinsey.com
Terlihat dari gambar di atas Amerika Serikat mewakili negara maju ada sekitar 16 -54 juta orang yang harus pindah sektor pekerjaan. China sebagai negara berkembang sekitar 12-102 juta orang dibandingkan dengan India yang hanya 10-72 juta orang yang harus pindah.

Apakah hanya robot?

Otomatisasi pekerjaan bukan berarti hanya pekerjaan di sektor manufaktur yang digantikan oleh robot. Sektor jasa misalnya bank, tugas teller sudah banyak berkurang dibanding sebelum era internet banking dan ATM.

Petugas penerima telepon juga bisa tergantikan dengan teknologi Chat Bot.Artinya banyak dari call center akan ditutup karena digantikan oleh chat bot yang bisa melayani panggilan melalui telepon, aplikasi percakapan maupun email.

Banyaknya pekerjaan yang terotomatisasi di sisi lain menurut Mckinsey akan memunculkan pekerjaan baru yang belum terpikirkan sekarang.

Bagaimana dengan Indonesia?

Saya meyakini bahwa kecepatan otomatisasi di Indonesia belum akan secepat China dan India mengingat tingkat upah yang masih lebih murah. Namun lebih mahal jika dibandingkan Vietnam, Myanmar dan Kamboja sehingga industri padat karya banyak yang pindah kesana.

Persiapan menjadi sangat penting terutama menyiapkan pendidikan sumber saya manusia. Mengingat sekitar 60% SDM di Indonesia masih berpendidikan paling tinggi SMP.

Tidak tertutup kemungkinan pendidikan yang masih rendah ini bisa ditingkatkan dengan pelatihan untuk menjadi spesialis di bidang tertentu.

Persiapan yang bukan hanya perlu dilakukan oleh pemerintah. Namun juga pelaku atau angkatan kerja, termasuk di dalamnya serikat pekerja.

Referensi : Mckinsey.com

Salam

Hanya Sekadar Berbagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun