Mohon tunggu...
Ronald Rofiandri
Ronald Rofiandri Mohon Tunggu... -

Agency & Researcher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mempertanyakan Konsep Perombakan Setjen DPR

28 September 2010   11:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satu tahun sidang telah dilalui anggota DPR hasil Pemilu 2009. Selama kurun waktu tersebut, perjalanan lembaga DPR tidak lepas dari berbagai sorotan dan kritik publik, yang ternyata semakin deras. Penyebabnya beragam, mulai dari biaya pelantikan yang sangat mahal, usulan dana aspirasi yang disusul rumah aspirasi, rencana pembangunan gedung baru mencapai triliunan rupihan, hingga maraknya kunjungan ke luar negeri dalam rangka studi banding.

Sejumlah langkah diambil oleh DPR guna menjelaskan dan mengklarifikasi berbagai kebijakan yang diambil. Namun upaya tersebut belum menunjukan pemulihan persepsi masyarakat terhadap DPR secara signifikan. Apalagi rencana pembangunan gedung DPR sepertinya akan tetap berjalan, meskipun banyak pihak menyarankan penundaan bahkan pembatalan.

Belakangan, pimpinan DPR meminta perombakan struktur Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR khususnya ditujukan kepada tim teknis proyek pembangunan gedung baru. Mengingat, tindakan tim teknis yang dinilai telah menimbulkan opini negatif terhadap DPR, misalnya melalui pernyataan bahwa gedung baru DPR akan dilengkapi fasilitas kolam renang dan spa.

Permintaan pimpinan DPR untuk merombak struktur Setjen DPR memang bukan hal yang lazim. Pasal 30 ayat (2) huruf d Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib (selanjutnya disingkat Tatib DPR) hanya memberikan pimpinan DPR ruang pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban Sekretaris Jenderal DPR.

Sayangnya, alasan perombakan Setjen DPR tersebut tidak dilengkapi oleh sebuah konsep komprehensif tentang reformasi kesetjenan. Atau kalaupun ada, tidak dengan mudah bisa diketahui. Padahal perombakan atau restrukturisasi Setjen DPR merupakan sebuah kebutuhan yang telah teridentifikasi oleh Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR, sebagaimana dijelaskan dalam laporan per Desember 2006 lalu. Selain itu, restrukturisasi Setjen DPR yang terakhir kali dilakukan pada 2005 melalui Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2005 memunculkan beberapa persoalan seperti:

1.Posisi para peneliti di Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) yang kurang tepat yaitu ditempatkan di bawah Deputi Anggaran dan Pengawasan. Penempatan ini seolah-olah membatasi ruang lingkup kerjanya yang hanya mendukung kedua fungsi DPR tersebut. Padahal kadangkala peneliti P3DI diminta untuk mendampingi suatu alat kelengkapan untuk mempersiapkan penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang.

2.Adanya beban kerja yang tidak merata antara Biro Perancangan Undang-Undang bidang Politik, Hukum, HAM, dan Kesejahteraan Rakyat dengan Biro Perancangan Undang-Undang Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Perdagangan.

3.Adanya batasan normatif dalam peraturan perundang-undangan untuk pengembangan struktur menjadi kendala dalam upaya restrukturisasi Setjen DPR.

4.Ketidakseimbangan jumlah dan komposisi staf administratif dibandingkan staf fungsional.

5.Potensi tumpang tindih antara Biro Hukum dan Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dengan Biro Pengawasan Legislatif.

6.Keberadaan Sekretariat Badan Legislasi (Baleg) yang berada di bawah Deputi Perundang-undangan Biro Perancangan Undang-Undang Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Perdagangan (ekkuindag) merupakan suatu penempatan yang sulit ditarik dasarnya karena kerja Baleg sendiri tidak hanya terikat pada rancangan undang-undang yang terkait dengan isu ekkuindag. Sekretariat Baleg di sini terkesan hanya sebagai “cantolan” tanpa relasi kerja yang jelas dengan deputi dimana ia melekat.

Deretan persoalan tersebut mewakili kompleksitas persoalan lainnya yang hingga kini masih ditemui dan menciptakan kondisi problematik terhadap kinerja dan relasi antara Setjen DPR dengan anggota dan masyarakat. Kesadaran untuk menetapkan sejumlah solusi dan rekomendasi atas permasalahan terkait dengan struktur Setjen DPR muncul pada laporan Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR.

Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR menetapkan struktur Setjen DPR yang belum sepenuhnya efektif dalam memberikan dukungan kepada DPR sebagai salah satu sumber permasalahan kinerja Setjen DPR sebagai sistem pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPR. Tidak tanggung-tanggung, Tim bahkan merekomendasikan restrukturisasi Setjen DPR dan membuat call centre dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang lebih terkendali dan penanganan secara khusus.

Bercermin dari sekian banyak permasalahan di atas, sudah selayaknya kebutuhan untuk merombak Setjen DPR diletakan dalam sebuah kerangka besar reformasi kesetjenan, bukan sekedar mengganti 1-2 orang dan berdasar pada ketidakbecusan dalam merencanakan atau menjalani proyek yang sesungguhnya tidak memberikan manfaat langsung bagi anggota DPR.

Reformasi kesetjenan DPR harus memiliki tujuan dan arah yang jelas. Oleh karena itu, reformasi kesetjenan membutuhkan konsep dasar atau blue print yang komprehensif, direncanakan secara transparan, dan dalam implementasinya nanti dievaluasi secara intensif untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun