Mohon tunggu...
Ronaldo Tengker
Ronaldo Tengker Mohon Tunggu... Penulis - Writer

The Author of: The Unconditional Love (2012), Beautiful Exchange (2013), Everlasting Love (2015), FriendShape (2015), The One I Love (2016), Romeo and Julio (2017), The Unconditional Love 2 (2021), You Only Love Once (soon)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Hard to Say Hello"

30 Juni 2019   08:22 Diperbarui: 30 Juni 2019   08:30 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu akan kehilangan seseorang yang benar-benar mencintaimu.

Rainhard menghembuskan nafasnya dengan berat ketika menatap deretan tulisan yang berada di ponselnya, memejamkan matanya. di dalam pikirannya terlintas satu nama, Cloudy, cewek yang telah bersamanya selama tiga tahun belakangan. Dia menekan tombol kirim, tak ada sedetik, Whatsapp-nya terbaca oleh Cloudy.

Cloudy membalasnya.

Lebih baik kita bertemu, untuk membicarakannya. Aku tak ingin kamu mengucapkan selamat tinggal melalui ponselmu, Rain.

Dengan cepat, jemari Rainhard membalasnya.

Pakuwon Mall, 8 malam.

Rainhard menutup Whatsapp-nya dan disambung dengan menyalakan musik pada ponselnya. Tidak terlalu keras, tetapi yang penting bisa membuatnya tenang, untuk saat ini.

***

Di Sebuah kafe, di Pakuwon Mall, Rainhard menatap wajah Cloudy yang berwajah sayu. Situasi paling canggung dalam hidup Rainhard, tak biasa mereka seperti ini.

"Aku... aku ingin kita memperbaiki hubungan ini." kata-kata Cloudy yang disusul dengan jatuhnya air mata.

Rainhard membenarkan kacamatanya, berdeham sekali untuk menenangkan suaranya yang bergetar. "Tidak ada yang bisa diperbaiki, semua sudah rusak, Cloudy." Rainhard memberanikan diri untuk mengatakan kata-kata itu.

"Tapi, Rain..." Cloudy memelas, di dalam hatinya ingin agar ada harapan dalam hubungan ini.

"Cloudy, kita sudah sama-sama dewasa, aku sudah tahu apa yang terjadi. Aku tak ingin jatuh pada kesalahan yang sama, aku tak ingin membuang waktuku percuma, mencintaimu tapi kamu tidak pernah membalas cintaku." 

Rainhard mengeraskan rahangnya, "Lebih baik kita berhenti untuk melihat satu sama lain. Aku sudah lelah, Cloud." Rainhard menahan tangisannya. Berdiri, meninggalkan Cloudy seorang diri yang sedang menangis, entah itu tangisan dari hati atau tangisan yang dibuat-buatnya.

Rainhard berjalan menjauhi kafe itu sambil mengelap air matanya yang sedikit menetes menggunakan pinggung tangannya. 

***

2 Bulan yang berlalu terasa cepat, tetapi tidak bagi Rainhard.

Hatinya masih bisa merasakan sakit yang tak kunjung sembuh, dia mencari sesuatu sebagai pengalihan rasa sedihnya. Tidak mudah menjalin hubungan bertahun-tahun dan dia harus melupakannya dalam sekejap mata. 

"Kamu tidak salah jika memutuskan hubunganmu dengannya." Tambah Johnny, sahabat dekat Rainhard. "Apakah dia masih menghubungimu, Rain?"

Rainhard menggeleng, menyeruput kopinya yang telah mendingin. Matanya masih berair. Belakangan ini dia jarang sekali berbicara, dia hanya mengeluarkan suara seperlunya.

"Dia pasti menyesal, karena kamu mencintainya dengan sepenuh hati, sedangkan dia hanya mencintaimu dengan kata-kata."

"Sudahlah, kamu membuat situasi semakin buruk." Rain melirik Johnny tajam, dia menghabiskan sisa kopinya, lalu melenggang meninggalkan Johnny begitu saja.

"Kalau kamu membutuhkanku, kamu bisa menghubungiku!" Johnny meninggikan suaranya, agar Rain yang sudah berjalan menjauhinya bisa mendengar suaranya, tetapi sepertinya Rain tidak mendengarnya.

Pandangan Rainhard kosong, dia tidak bisa merasakan bahwa ada yang sangat berarti dalam pandangannya. ponsel yang berada di kantongnya bergetar. Entahlah, seluruh sendinya tak ingin digerakkan untuk melihat isi dari pesan yang ada di ponselnya.

Hai.

Hanya 3 huruf itu saja dan sebuah titik yang bisa dibaca oleh Rain. Dia menaikkan kedua alisnya. "Nomor siapa ini?" dia berbisik, hampir seperti mendesis. Dia tak mengenali nomor yang baru saja mengiriminya pesan.

Rain berpikir bahwa nomor asing itu adalah dia, Rain tak ingin menyebutkan namanya lagi. dengan segera dia membalas pesan itu.

Lebih baik kamu melupakan aku dengan segera dan mencari seseorang yang kamu anggap lebih mencintaimu, daripada aku.

Rain lega setelah mengirimkan pesan itu. Dia memasukkan lagi ponselnya ke dalam kantong, dia menutup pintu mobil, dan segera pergi dari kafe itu.

***

Sore menyergap siang yang berpolusi dengan sekejap mata, mengubahnya menjadi malam yang sedikit mendung.

Rainhard berjalan memasuki kamarnya seusai mandi, membiarkan handuk yang masih basah di atas kasur. Getaran ponselnya yang terletak tak berapa jauh darinya terasa. Mungkin ini adalah rekor baru bagi Rain karena seusai putus dari Cloudy, dia jarang sekali mengecek ponselnya. Dia melihat beberapa pesan yang masuk ke dalam ponselnya.

Maaf, kamu salah orang, padahal awalnya aku hanya berniat untuk berkenalan denganmu.

Nomor yang sama itu terlihat mengirimkan pesan beberapa jam yang lalu, mungkin saat Rain mandi. "Ini siapa sih?" Rain menggenggam ponselnya, dia berusaha mengingat-ingat nomor teman-temannya yang tidak disimpannya ke dalam kontak. Dia menggelengkan kepalanya.

Maaf, ini siapa? Apakah kamu salah satu orang yang aku kenal? 

ponselnya bergetar lagi dengan cepat. "Astaga, cepat sekali dia menjawab pesanku." Rain nyengir.

Bukan, aku Rainbow, cewek 24 tahun, aku ingin mengenalimu lebih dalam setelah aku melihat profilmu di salah satu Dating App.

"Hah?" Rain terkejut ketika membaca kata terakhir dari pesan itu. Dia sama sekali tidak tahu-menahu tentang Dating App yang disebutkan oleh seseorang yang baru dikenalnya beberapa menit yang lalu. Otak Rain yang pada awalnya enggan untuk berpikir, akhirnya terpaksa berputar. Siapa yang menggunakan kontaknya di Dating App itu? Rain membatin. Pasti Si Kunyuk ini yang dimaksudkan Rain adalah Johnny, pasti Johnny yang menaruhnya di Dating App atau apalah itu namanya.

Tak lama Rain menelpon Johnny, seperti dugaannya, Johnny menaruhnya di Dating App itu tanpa sepengetahuannya.

Johnny tertawa di seberang telepon, "Maaf kalau itu membuatmu risih, aku tidak ingin sahabatku terlihat depresi karena cinta, kamu butuh seseorang untuk move on kan?" 

"Tapi, bukan begitu caranya!" Rain benar-benar gemas dengan Johnny, "Awas kalau sampai kontakku disebarkan untuk kepentingan yang merugikan aku, ya?" Rain terkulai lemas di kasur, melupakan handuknya yang sudah mengering.

"Baik, boss, ngomong-ngomong, sudah kamu balas pesannya?" Johnny meredakan tawanya, "Sepertinya dia baik, namanya lucu, foto profilnya juga, mau aku kirimkan?" yang dimaksud adalah Rainbow.

"Iya." Sepertinya otak Rainhard sudah tak berfungsi lagi ketika dia menjawab pertanyaan Johnny barusan. 

"Here you go captain..." 

Tak berapa lama ponsel Rainhard bergetar, Whatsapp Johnny masuk, hasil screenshot dari profil Rainbow. Rainhard memicingkan matanya, lalu membesarkan matanya, berusaha mengingat-ingat wajah gadis itu. Dia sama sekali tidak bisa mengingat wajah orang dengan baik.

Iya, salam kenal, aku Rainhard.

Tak ada salahnya, Rainhard menambah teman, meskipun itu seorang gadis.

Pesan terkirim.

***

Sudah tiga bulan semenjak Rainhard mengenal Rainbow, mereka menjadi akrab, hari semakin hari. Rainhard terkadang meneleponnya, atau Rainbow yang berusaha menghubunginya, bukan ketika ada perlunya saja, tetapi hanya ingin saling menanyakan kabar.

"Bagaimana kalau kita bertemu." ucap Rainbow di telepon, suatu hari.

Rainhard terhenti, dia yang tadinya hendak menceritakan kegiatannya hari ini, kata-katanya seperti tertahan di tenggorokannya. Telapak tangannya menjadi berkeringat.

"Halo? Kamu masih di sana? Halo?" Suara lembut Rainbow menyadarkan Rainhard kembali ke dalam dunianya.

Rainhard gelagapan menyahuti ucapan Rainbow. "Ah, itu, baiklah, kapan kamu maunya?"

"Tapi, aku tidak suka berada di tempat seperti mall, aku ingin hanya kita berdua menikmati makan malam, dan berbincang-bincang. Aku tak suka kebisingan." Rainbow sepertinya memang berniat untuk menemui Rainhard. "Kita tak mungkin terus-menerus dekat di telepon aja, bukan? Kita satu kota, hmm, lebih baik kita bisa bertemu, agar kita lebih dekat."

Rainhard mengerti, tak mungkin dia dan Rainbow seperti ini terus, setidaknya mereka bertemu satu sama lainnya, biar terasa lebih dekat. Bukannya pertemuan paling mengesankan berasal dari kedua pasang mata yang saling bertemu?

"Baiklah, kamu saja yang menentukan tempatnya. Aku mengikuti saja." Seperti tidak ada tujuan yang pasti, Rainhard berbicara seperti itu.

Rainbow kemudian menyetujuinya. Percakapan mereka beralih ke arah pekerjaan, dan menanyakan kabar keluarga.

Di dalam hati Rainhard masih ada sedikit keraguan, ketika dia harus membuka hatinya untuk sebuah cinta yang baru. Dia juga ragu bagaimana kalau ini semua tidak berjalan lancar. Rainhard sedikit tidak fokus dengan percakapan mereka di telepon saat ini.

"Bo..." Rainhard memanggil Rainbow di telepon yang sedang berbicara bercerita tentang dirinya. "Maaf, aku sudah memotong pembicaraan ini, aku lelah, aku mau istirahat. Besok kita sambung lagi ya, obrolan ini?" Rainhard memohon kepada Rainbow, agar dia mengerti.

"Oh, kamu kecapekan, lebih baik kamu istirahat cepat." Rainbow terdengar khawatir di seberang telepon.

"Aku tak apa, hanya butuh istirahat." Rainhard akhirnya bisa membujuk Rainbow.

"Baiklah, selamat malam, Rain." Suara Rainbow memastikan bahwa Rainhard akan baik-baik saja.

"Selamat malam, Bo." Rainhard menutup teleponnya, namun pandangannya menjadi kosong. Di dalam hatinya yang terdalam, dia bertanya-tanya Apakah aku siap dengan kisah yang baru, dan melupakan kisah yang lama?

***  

Hari itu datang juga.

Rainhard sedikit cemas, ketika dia menyetir menuju restoran yang dimaksud Rainbow, pada pembicaraan telepon tadi pagi. Malam ini terasa spesial, mungkin. Tak jauh dari Rainhard tinggal, dan dia tahu bahwa Restoran itu tak memiliki banyak pelanggan, bukan karena makanannya yang mahal, relatif, hanya saja tempatnya berada di ujung, beruntunglah Rainhard tinggal di dekat restoran itu.

Rupanya Rainbow sudah menunggunya dari tadi. Dia tahu bahwa itu Rainbow, karena dia telah melihat fotonya, ber-video call dengannya, dan dia adalah satu-satunya pelanggan di restoran itu, sekarang ada dirinya yang menemaninya.

Rainhard menyapanya dengan rama, lalu disusul dengan permintaan maaf. "Maaf, apakah kamu tadi menungguku lama?" Rainhard menyesal karena sudah membuat gadis itu menunggu sekitar setengh jam.

"Tak apa." Rainbow tertawa hangat, dia cantik hari ini, mengenakan dress sederhana bermotif bunga tersebar di seluruh sisi dress. 

"Apa kamu sudah memesan sesuatu?" Rainhard membenarkan posisi duduknya sehingga dia bisa duduk dengan nyaman, mengambil buku menu dan membacanya.

Rainbow menggeleng dengan disusul senyum merekah. Rupanya Rainbow anaknya lebih pendiam daripada di telepon, ataupun video call. 

Rainhard mengangkat tangannya, memanggil pelayan restoran, menyebutkan menu yang dipesannya.

"Lalu kamu?" Rainhard melemparkan pertanyaan tentang menu apa yang hendak dipesan oleh Rainbow. Mata Rainbow sedari tadi memutar memilih deretan menu yang ada. 

"Kalikan dua saja dengan pesanananmu." Rainbow menyunggingkan senyumnya, dia tidak tahu harus memesan apa, di pertemuan pertamanya dengan Rainhard.

"Jadi..." Rainhard mengambil celemek yang ada di atas meja, membuka celemek itu lalu menaruhnya pada pahanya. Rainbow menunggu kata selanjutnya yang hendak keluar dari bibir Rainhard. "Ini adalah kencan pertama kita? Setelah sekian banyak telepon, video call dan chat yang sudah kita lakukan.

Rainbow memutar bola matanya. Tersenyum singkat. "Bisa jadi."

"Rupanya kamu pendiam, tidak seperti yang ada di telepon." Disusul dengan gelak tawa ringan Rainhard. "Aku memanggilmu, Bo? Apa kamu keberatan?"

Rainbow menyatukan alisnya. "Jadi, kamu bertemu aku hanya untuk menanyakan hal ini? Tenta saja kamu bisa." Rainbow mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. Rainhard berusaha membuat agar situasi di sekita meja yang mereka tempati tidak terasa aneh dan membosankan.

Pesanan mereka tak lama kemudian datang, para pelayan sibuk menyajikan di atas meja yang ditempati oleh Rainhard dan Rainbow.

"Aku ingin mengenalmu lebih dalam, Bo." Rainhard menyeka mulutnya yang kotor karena sisa makanan. 

"A..aku juga..." Ranbow seperti gugup atau entah apa itu namanya, tidak penting bagi Rainhard, yang terpenting baginya adalah dia bisa merasakan kehadiran Rainbow, gadis yang baru saja dikenalnya secara tidak sengaja lewat Dating App yang didaftarkan oleh Johnny. Rainhard pun mulai menceritakan tentang dirinya

Sesekali Rainhard dan Rainbow tertawa, menertawai yang menurut mereka lucu. Makanan sudah habis, tidak sampai satu jam, dan sangat tidak terasa karena mereka memakan makanan itu sembari berbincang.

Rainhard terasa cocok dengan Rainbow.

Setelah mereka selesai berbincang dan sepertinya sudah mulai kehilangan bahan pembicaraan.

"Rainhard, aku mau ke toilet sebentar." Rainbow meminta izin, Rainhard mengangguk, mempersilakan gadis itu untuk ke toilet.

Sembari menunggu Rainbow di toilet, Rainhard melihat seisi restoran itu, mengagumi tiap sudut yang terkesan minimalis, tak berlebihan.

Gadis itu rupanya sudah selesai urusannya dari toilet. Rainhard merapikan duduknya kembali.

"Rainhard," Rainbow memanggil Rainhard dnegan lirih, sambil duduk kembali, berhadapan dengan Rainhard.

"Ada apa, Bo?' Rainhard mengembangkan senyumnya, mungkin dia akan mengajakku ke suatu tempat, setelah makan malam ini, batin Rainhard.

"Aku mau berbicara sesuatu..." Rainbow menggantungkan kata-katanya setinggi ubun-ubunnya. Rainhard mengernyitkan dahi, sepertinya sesuatu yang serius.

"Bicaralah." Rainhard lagi-lagi mempersilakan Rainbow.

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu saat ini." Rainbow tertunduk lesu. ketika mengatakan hal itu.

Rainhard terasa seperti orang bodoh saat itu, dia tidak mengerti dengan perkataan Rainbow.

"Halo, Rainhard." Sapa seorang gadis dari belakang Rainhard.Tak perlu waktu yang banyak untuk mencerna suara yang memanggilnya barusan. Dia sudah megerti. Rainhard tak sempat menolehkan kepalanya, gadis yang tadi memanggilnya, sekarang sudah berada di sampingnya, duduk pada kursi yang ada di sebelah Rainhard.

Rainhard tak mau membalas ucapan Halo pada gadis itu, iya, dia adalah Cloudy, gadis yang mengkhianatinya, gadis yang membuatnya seperti pecundang di masa lalu. Saat ini Rainhard ingin ditelan bumi saja, dia benar-benar tak ingin menemuinya.

"Setidak beri aku kesempatan aku untuk berbicara, karena setelah ini, aku tak akan mengganggu kehidupanmu." Cloudy sepertinya benar-benar serius dengan perkataannya. Namun Rainhard tak ingin memandang mata gadis pembawa sial itu. Entahlah apa yang terjadi padanya, dia baru saja bahagia bersama Rainbow, namun beberapa menit kemudian seperti dijatuhkan ke lantai paling dasar.

Air mata tak terasa menggenang di pelupuk mata Rainhard.

"Maaf sebelumnya, karena aku menggunakan Rainbow, dia memang temanku, tapi, aku tak ingin mencampuri urusan temanku, aku ke sini untuk menemuimu sekali lagi. Ketahuilah satu hal, aku tak memaksamu untuk kembali padaku, tapi, setidaknya aku ingin mengucapkan maaf padamu. Aku memang jahat padamu. Aku tak layak menjadi pendampingmu, maka dari itu, aku ingin kamu tahu, bahwa aku mengaku salah, aku tahu aku bodoh, aku tak ingin ini terulang pada pasanganku di masa mendatang..."

"Sebaiknya begitu." Rainhard memotong perkataan Cloudy, air matanya sudah tak kuat lagi terbendung, jatuh, membasahi celemek yang menutupi pahanya.

"Aku tak ingin ada yang mengganjal di antara kita, aku hanya ingin kita berpisah baik-baik, karena aku mengenalmu di awal dengan baik-baik, aku tahu, kamu dan Rainbow adalah pasangan serasi, aku mendukung kalian untuk berbahagia." Cloudy menyerahkan tangan Rainbow dnegan berat hati, menyerahkan ke atas tangan Rainhard. "Aku pamit ya. Bo, aku harap kamu sanggup menjaga Rainhard dengan baik. Aku memang tak baik untuknya, aku memang tak bisa membahagiakannya, tapi aku yakin, kamu bisa membahagiakannya, Bo." Air mata Cloudy jatuh. Rainbow menangis, ketika Cloudy mengucapkan kata-kata itu.

Rainhard tak ingin mengatakan sesuatu pada Cloudy. Air matanya terus menetes.

"Maaf sudah merusak kencan pertamamu, tapi, setidaknya aku memilik waktu berpisah denganmu. Kisahmu denganku sudah usai, dan saat ini aku harap kisahmu dengan Rainbow bisa berlanjut, aku harap kalian ada kesempatan untuk kencan kedua dan seterusnya." Cloudy menatap wajah Rainbow, dan memeluknya.

"Permintaan maafmu aku terima." Rainhard dengan berat mengucapkan kata-kata itu.

"Terima kasih, Rain, tenang saja, setelah ini aku tak akan mengganggu hubungan kalian lagi. Aku pamit ya." Cloudy beranjak dan meninggalkan mereka berdua dalam balutan selimut tangisan.

"Bo, sepertinya ini adalah babak baruku denganmu, aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi, tak hanya hari ini, tapi seterusnya." Rainhard memandang wajah Rainbow yang tertunduk. "Kamu tak usah takut, aku justru berterima kasih padamu. Terkadang kata-kata yang tak bisa tersampaikan itu suatu saat akan tersampaikan dengan cara yang tak terduga." Rainhard tersenyum, kali ini tak ada lagi kesedihan dalam wajahnya, yang ada hanyalah kelegaan karena akhirnya dia bisa memberikan ruang maaf kepada Cloudy.

Rainbow menarik nafas panjang, "Aku tak peduli apapun masa lalumu, karena aku tak hidup pada masa lalumu, aku hanya ingin menjadi seseorang yang terbaik pada masa depanmu. Semoga cinta menyetujuinya." Rainhard tertawa bahagia mendengar perkataan Rainbow baru saja. "Kok tertawa?"

"Aku bahagia. Aku ingin memelukmu, Bo." Rainhard menyeka air mata bahagianya.

"Kita belum sampai sana, Rain. Tapi, kita sedang menuju ke ara sana, bukan?" Rainbow mengangkat alisnya.

Rainhard mengangguk. "Biar aku saja yang membayar bill-nya."

"Baiklah, selanjutnya aku yang bayar, oke?" Rainbow menggoda Rainhard yang sedang beranjak dari tempatnya.

"Terserah kamu, princess." Rainhard membayar bill-nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun