Saya baru post sebuah puisi dengan judul Kamu Yang Muda. Puisi ini dibuat dengan metode rima beraturan. Saya juga menentukan jumlah suku kata dari setiap barisnya sebanyak 10 suku kata.
Metode rima beraturan ini memang sedikit menantang, tapi kita bisa ambil manfaatnya. Dengan mengatur baris menjadi sama sekian suku kata dan rima-nya ditentukan, kita dituntut untuk mencari lebih banyak pilihan-pilihan kata.
Tidak hanya itu, kita juga sekaligus berlatih mengolah pola kalimat karena dalam metode ini, ada saat dimana kita harus merubah kalimat aktif menjadi pasif atau merubah posisi obyek ke posisi subyek. Ini dilakukan untuk menyesuaikan kalimat dengan ketentuan yang kita buat sendiri. Menyenangkan sekali!
Contoh merubah pola kalimat:
- Ia berbisik “untuk bersenang”.
- “untuk bersenang” ia berbisik.
Hanya agar rima akhirnya berbunyi (i).
Kita juga berlatih untuk mengolah pola kalimat yang setiap katanya memiliki fungsi kata. Kita melakukan ini dengan hati-hati agar makna kata per kata atau kalimat per kalimat tidak berubah.
Contoh perubahan makna akibat perubahan pola kalimat:
- Racuni diri yang tersakiti → Subyek meracuni diri orang yang tersakiti.
- Yang tersakiti racuni diri → Siapa yang tersakiti meracuni diri sendiri.
Demi menciptakan suara yang seirama juga ketika puisi dibacakan, saya membedakan rima berupa huruf vokal dengan diftong (seperti “kerbau” = au, “santai” = ai).
Sering juga kita harus menambah atau mengurangi imbuhan untuk mendapatkan jumlah suku kata sesuai ketentuan. Hati-hati mengolah imbuhan karena penggunaan imbuhan bisa merubah makna juga.
Contoh perubahan imbuhan yang tidak aman:
- Jangan khawatir awal cinta. → Memiliki presepsi bercabang.
- Jangan khawatirkan awal cinta. → Baik
Contoh perubahan imbuhan yang aman:
- Yang di akhirlah yang menentukan.
- Yang di akhirlah yang tentukan.