Mohon tunggu...
Ronald Dust
Ronald Dust Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Musik dan Jurnalis

Seniman Musik dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Teman-teman Difabel (Pendidikan)

29 Maret 2017   05:19 Diperbarui: 29 Maret 2017   05:33 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu tujuan Pendidikan di sekolah adalah untuk menumbuhkan nilai sosial pribadi murid menjadi lebih baik. Murid sekolah diharapkan memiliki nilai sosial yang tinggi, termasuk menunjukkan rasa perduli terhadap sesama manusia. Dimulai dari mengajarkan untuk perduli terhadap teman, orang-orang yang berada di lingkungan sosialnya maupun orang lain yang sedang kesusahan.

Membicarakan rasa perduli lebih dalam lagi, sekolah dihimbau untuk juga mengajarkan pertemanan dengan teman-teman difabel kepada murid. Pada dasarnya, teman-teman difabel tidak butuh dikasihani, yang mereka inginkan adalah teman. Mereka juga tidak mengharapkan ejekan, mereka ingin berteman.

Agar murid mampu menjaga sikap dan perkataan mereka, guru harus mempersiapkan muridnya sebelum bertemu teman-teman difabel. Guru mengajarkan bagaimana cara teman-teman difabel menjalani aktifitas; bagaimana cara teman-teman difabel berkomunikasi; serta bagaimana cara menjaga perasaan mereka.

Bapak Tono Rachmad mengalami kebutaan secara berangsur dari usia mudanya. Tetapi sampai hari ini beliau masih mengajar di UPI Bandung. Saya mengenal pak Tono karena saya banyak belajar mengenai musik klasik dari beliau. Pak Tono adalah seorang dosen musik. Selain wawasan musiknya luar biasa luas dan cerdas, pak Tono mahir bermain gitar dan mengoperasikan komputer/laptop, tidak ada kendala yang menahan beliau untuk terus belajar dan mengajar. Ia juga pernah mendapatkan penghargaan MURI sebagai penyandang tuna netra pertama yang menjadi dosen.

Pak Tono adalah salah satu sosok yang dapat menjadi inspirasi anak-anak sekolah bahwa label difabel tidak berarti berbeda dengan orang lain. Masing-masing kita memiliki keterbatasan sendiri, masing-masing juga memiliki kelebihannya sendiri.

Guru juga dapat mengajak murid mengunjungi fasiltas olah-raga khusus untuk teman-teman yang istimewa ini agar menjadi inspirasi bagi para murid.

Dengan menjelaskan pemahaman ini, murid diharapkan lebih terbuka lagi untuk teman-teman difabel, menjadi lebih perduli. Nilai sosial ini penting ditanamkan pada murid sedini mungkin.

Untuk meningkatkan rasa keperdulian murid, guru dapat memberikan muridnya pengalaman merasakan apa yang teman-teman difabel rasakan. Lakukan dengan suatu kegiatan edukatif.

Guru dapat meminta anak-anak menutup mata mereka dan mencoba memahami tulisan huruf braille. Guru dapat meminta bantuan ahli bahasa isyarat untuk mengajarkan murid berbahasa isyarat. Guru dapat meminta anak-anak berjalan dengan satu kaki tanpa menjadi bahan tertawaan atau meminta murid membersihkan kelas dengan satu tangan; dan sebagainya.

Poin penting yang ingin diajarkan di sini adalah bahwa teman-teman difabel bukanlah bahan tertawaan atau ejekan. Yang kedua adalah bahwa kita harus perduli kepada teman-teman difabel karena mereka membutuhkan dukungan dari kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun