Mohon tunggu...
Ronald Adipati
Ronald Adipati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Suka menulis hal-hal yang remeh temeh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hasil UN dan Pertanyaan tentang Mutu Sekolah Negeri

10 Mei 2018   23:16 Diperbarui: 10 Mei 2018   23:23 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bipolarbylines.wordpress.com

Sepekan terakhir, saya banyak menjumpai tulisan memuja dan memuji sekolah swasta yang nilai UN-nya kategori terbaik tahun ini. Secara pribadi, saya bangga dengan sekolah-sekolah swasta tersebut. Tetapi saya merasa risih ketika membaca pernyataan bahwa hasil UN kali ini menunjukkan rendahnya kualitas sekolah negeri.  

Saya tak hendak membela diri. Saya adalah bagian dari guru sekolah negeri yang lain yang harus malu. Saya coba menampilkan sisi lain dari sekolah negeri, terutama atas pertanyaan: Mengapa hasil UN-nya rendah. Ada beberapa hal yang membuat sekolah negeri, kalau boleh dikatakan, kualitasnya masih kalah jauh dengan sekolah swasta.

Pertama, Banyak sekolah negeri tidak menerapkan tes masuk kepada siswa/i baru. Andaikan saja sekolah negeri menerapkan standar yang sama dengan sekolah swasta, semisal seleksi masuk maka banyak anak-anak kita yang tidak punya peluang untuk SMA karena tak lolos tes masuk. Dengan memberlakukan tes masuk maka anak-anak yang masuk adalah anak-anak yang punya potensi kognitif lebih bagus sehingga tidak susah untuk di ajar. Saya tak heran dengan sekolah swasta yang masuk kategori terbaik dari hasil UN. Bukankah mereka hanya memoles anak-anak yang secara kognitif sudah bagus?

Kedua, jika UN adalah satu-satunya standar untuk mengukur mutu pendidikan, barangkali kita harus meniadakan pendidikan karakter. Terhadap ini, saya agak tergelitik. Resonansi pendidikan sekarang bukan lagi menekankan pada tingginya nilai tetapi lebih pada kualitas diri: sikap, prilaku, tutur kata dan keterampilan diri. Apa arti sebuah angka jika tak bisa membentuk citra diri yang berkarakter? Saya lantas bertanya-tanya: mengapa zaman sekarang orang masih saja menyanjung "angka" daripada "prilaku"? 

Ketiga, sarana dan prasarana di sekolah swasta (yang kategori terbaik) terbilang sudah lengkap dari pada sekolah negeri yang masih berkutat pada persoalan bangun gedung baru. Banyak sekolah negeri yang sampai detik ini masih tertatih urus gedung, apalagi mau urus sarana dan prasarana serta sumber daya lainnya.

Keempat, soal upah guru. Ini yang paling krusial. Upah layak akan membuat guru semangat mengajar. Kebanyakan guru sekolah negeri adalah guru komite yang keringat perbulan hanya dihargai 400 ribu rupiah. Layakah upah itu untuk membuat asap dapur tetap terjaga? 

Berdasarkan hasil UN tahun ini, setidaknya, pemerintah bisa berkaca diri. Pendidikan kita memerlukan pembenahan serius tidak saja soal mutu tenaga pengajar tetapi juga peningkatan sarana dan prasarana serta pemberian upah yang layak kepada guru. Acapkali, upah selalu jadi soal serius semangat tidaknya seorang guru mengajar di kelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun