Apa yang membuat NTT rumit?
Pertanyaan itu dikirim oleh sahabat saya dari Jakarta beberapa hari lalu. Pesan itu dikirim dua hari setelah kasus heboh yang menimpa Marianus Sae, Bupati Ngada sekaligus Cagub NTT. Kawan saya, penyuka NTT, katanya.
"Saya suka NTT terutama karena toleransinya, topografinya, juga keramahan penduduknya. Saya pernah ke sana. Ada hal yang membuat saya terganggu: Korupsi juga masalah human traficking, selalu saja tak usai", itu tulisnya.
Saya tertarik pada kasus terakhir, human traficking. Oh ya, masih ingat Adelfina Sau to? TKI yang baru-baru meninggal karena disiksa majikannya? Tentu masih ingat atau juga pura-pura lupa.
Adelfina Sau, berdasarkan pemberitaan media disiksa majikannya, ditempatkan berhari-hari dalam kandang anjing peliharaan majikannya. Dia makan bersama dengan anjing dan serentak pada saat itu juga dia sama dengan anjing.
Ia adalah orang NTT, pahlawan bagi devisa negara, dikirim ke Malaysia secara ilegal. Ia korban human traficking. Ia adalah korban dari amburadulnya sistem pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri.
Selain itu, ia sebenarnya adalah sebuah kritik bahwa janji lapangan kerja pemerintah hanyalah isapan jempol semata. Ia tak percaya pada janji maka ia hengkang ke tanah orang. Berharap ada keajaiban menanti di sana.
Bayangkan, kematiannya yang terbilang sangat "menghina" Indonesia juga NTT hampir tak mendapat tempat dalam percakapan media juga khalayak ramai. Indonesia apalagi NTT masih berkutat dengan Pilkada yang berisi janji-janji yang sama serta tagline yang hampir-hampir tak berubah setiap lima tahun. Yang lebih miris, tak ada satupun lilin dari NTT buat Adelfina.
Kita masih sibuk dengan analisa soal nomor urut, soal siapa yang pling pantas memimpin, soal siapa setelah MS yang mengenakan rompi orange, soal politik yang berbelit-belit. Padahal kita tahu bahwa ada Adelfina yang malang, yang mati muda, korban human traficking. Segitu kejamnya kita sampai melupakan Adelina, anak tanah kita.
Adelfina Sau, konon sebelum ia meninggal, dia membisikan kata-kata ini: Au Loim Fain, bahasa Timor yang artinya: Saya Mau Pulang.
Ah, Adelfina: Pulanglah ke Sorga. Itu tempat terbaik buatmu.