Orang tua saya berasal dari jawa tengah,lebih tepatnya asli wong Solo,mereka merantau ke Bandung untuk mencari mata pencaharian dari tahun 1994.
Untuk melakukan perjalaan dari Bandung ke Solo maupun sebaliknya,keluarga kami biasa memilih transportasi umum yaitu Bus atau Kereta Api karna biayanya yang relatif terjangkau.
Untuk menghindari kemacetan kami lebih sering memilih Kereta Api untuk melakukan perjalanan,waktu itu kondisi keuangan keluarga tidak begitu baik, maka kereta ekonomi menjadi pilihan  untuk menghemat biaya.
Wajah Kereta Api waktu itu bisa di bilang jauh dari kata baik,mulai dari sistem pemesanan tiket yang cukup payah,sehingga menimbulkan kapasitas berlebihan di dalam gerbong,hingga atap gerbong dan lokomotif pun di penuhi para penumpang,jelas tingkat keselamatan penumpang sangatlah rendah.
Pernah ketika saya berumur 5 tahun,saya masuk ke gerbong melalui jendela,dan disana saya menangis kencang karna melihat orang tua saya yang masih berada di luar gerbong,bersyukur mereka mampu masuk ke gerbong yang terisi penuh oleh penumpang,pengalaman tersebut sempat menimbulkan rasa trauma ketika akan menggunakan jasa transportasi Kereta Api.
Selain kepadatan penumpang di dalam gerbong,banyak juga pengamen,pedagang asongan,pengemis,bahkan copet berkeliaran di area stasion maupun masuk kedalam gerbong.
Kepadatan stasionpun bertambah membludak oleh keluarga yang ikut mengantar penumpang ke area stasion,belum lagi keterlambatan jadwal kereta yang terkadang sampai berjam-jam semakin menambah sesak suasana.
Segala pengalaman di masa lalu itu tentu bukan pengalaman yang menyenangkan antara saya dan Kereta Api.
Lambat laun perusahaan BUMN tersebut melakukan perubahan - perubahan untuk melakukan perbaikan,dan periode 2009 merupakan titik balik wajah kereta api menjadi semakin baik sampai saat ini.
Segala perubahan tersebut tentu tak lepas dari peran Ignasius Jonan sebagai Dirut Kereta Api saat menjabat  dari tahun 2009-2014.