Agar Kuliah, Tak Sekedar Ijazah
Oleh : Romza
“Nasib suatu bangsa ada di tangan pemudanya”
Refleksi Gerakan
Sejarah perjalanan bangsa indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda selalu menjadi pelopor pergolakannya. Dalam melepaskan indonesia dari cengkeraman imperialis selama berabad-abad, Pemuda menjadi bagian terpenting yang tersorot sejarah. Berdirinya Budi Utomo pada bulan Mei 1908 merupakan salah satu legitimasi awal kebangkitan pemuda indonesia yang sadar akan keberadaan dirinya untuk bangsanya. Semua itu terus dilanjutkan oleh pejuang pergerakan pemuda yang hingga akhirnya pada 1928 pemuda indonesia bersepakat untuk satu jiwa, satu kedaulatan dan satu kesatuan dalam bingkai indonesia Yang mereka tuangkan dalam Sumpah Pemuda. Sementara dalam proses kemerdekaan indonesia, sangat populer di kalangan pemuda bahkan seluruh rakyat indonesia seperti Soekarno, Hatta, Syahrir dkk. Mereka adalah inisiator gerakan pemuda yang tidak bisa dilupakan. Sedangkan yang masih hangat dalam ingatan kita adalah peristiwa bersejarah yang tidakkalah penting untuk menjadi pijakan dan sumber inspirasi dalam perjuangan pemuda adalah genderang reformasi 1998. Hancurnya sebuah rezim orde baru yang penuh dengan percaturan kolonialisme, imperialisme, feodalisme dan kapitalisme telah berhasil dilenyapkan oleh pemuda dan mahasiswa indonesia.
Dari semua pergerakan yang dilakukan oleh pemuda dari pra kemerdekaan sampai era reformasi tidak lain hanya untuk memberikan perubahan nasib bangsanya. Karena mereka sadar dan paham betul bahwa keberaadaan mereka untuk bangsa adalah sebagai agent of change dan agent of social control. Namun, tumpuan harapan perubahan yang menjadi impian mereka sudah mulai suram dan hampir tidak mungkin tercapai. Ini semua karena pemuda pasca reformasi yang menjadi estafet perjuangan pemuda sebelumnya sudah lebih menyibukkan dirinya dengan pragmatisme kehidupan dan hedonisme. Tidak terkecuali mahasiswa yang lebih diharapkan mampu menjadi pioner ternyata sudah terjebak deretan penyakit yang sistematis.Mahasiswa sudah mulai banyak yang tidak peduli dengan keadaan bangsanya bahkan lingkungan sosialnya. Sampai , gerakan mahasiswa masih dapat dihitung dengan jari. Kesibukan mereka lebih terfokus pada bagaimana mereka bisa memenuhi tugas kuliah, bagaimana mereka bisa lulus dan dapat ijazah dan bagaimana mereka bisa dapat pekerjaan setelah lulus.
Internalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi
Pemuda dan mahasiswa sudah hampir kehilangan jadi dirinya. Perjuangan merawat demokrasi yang seharusnya menjadi tugas utamanya (First Jobs) malah menjurus pada kelelahan massal akibat hedonisme dan pragmatisme yang menyerang ghiroh perjuangan mahasiswa.
Apa yang terjadi di indonesia saat ini, harus di akui adalah tugas pemuda dan mahasiswa untuk mengambil peran penting dalam menyelesaikannya. Korupsi, kolusi, kekerasan sosial, radikalisme dan sirkulasi kekuasaan merupakan gumpalan masalah yang harus segera dihanguskan dari republik ini. Menjadi aktivis gerakan mahasiswa adalah alternative tidak tertawar untuk mempelajari kondisi social dan memberikan kritik konstruktif demi transformasi social. Tidak ada hal yang bertentangan dengantridharma perguruan tinggi. Seperti misalnya pengabdian masyarakat adalah salah satu poin yang terdapat dalam tri dharma perguruan tinggi. Untuk menginterpretasikan “Pengabdian Masyarakat” jangan sampai dipersempit hanya dengan bakti social seperti membangun masjid di desa terpencil, membagi-bagikan paket sembako, pengobatan gratis dan lain-lain. Lebih luas dari itu “Pengabdian Masyarakat” juga bisa dengan jalan mengawal kebijakan pemerintah, mengontrol dinamika social dan menyampaikan aspirasi masyarakat. Inilah yang tidak bisa dilakukan oleh masyarakat bawah (petani, nelayan dan buruh). Peran penting mahasiswa sebagai kaum akademis yang lebih punya banyak waktu dan bekal pengetahuan serta kemampuan intelektual selayaknyalah memperjuangkan dan mengabdi untuk kepentingan masyarakat.
Sedangkan dalam undang-undang pemuda No. 40 Tahun 2009 pasal 16 dan 17 juga telah ditekankan bahwa peran pemuda adalah sebagai agent of change dan agent of control social. Dari sisi legitimasi hukum, pemuda sudah mendapat jaminan dari undang-undang. Tinggal internalisasi nilai-nilai luhur yang dimandatkan Negara dan bangsa inilah yang harus segera ditunaikan. Menjadi pemuda dan mahasiswa sangatlah mulia, sangat agung dan luhur. Tetpai, sejauh ini dalam perjalanan mengawal reformasi mahasiswa masih kaku dalam perjalanannya. Walaupun dengan tegas undang-undang dan Tri Dharma Perguruan Tinggi telah mengamanahkan tugas suci untuk mengabdi kepada masyarakat yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menyibukkan kuliah dengan tugas akademik, bukan alasan untuk mengabaikan amanah suci yang dimandatkan kepadanya. Ijazah hanyalah formalitas dari hegemoni yang ingin men-dekte mahasiswa agar “lupa diri”. Sampai saat ini, masih banyak orang-orang berijazah tapi menjadi tumpuan pengangguran. Sampai sekarang masih menumpuk orang-orang memperoleh gelar sarjana, tapi minim pengetahuan.
Sudah tiba saatnya bagi mahasiswa untuk kembali ke khittahnya sebagai aktivis gerakan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat dan kepentingan social. Mencari ijazah bukan nilai luhur yang diamanatkan Undang-Undang dan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Justru menjadi pelopor perubahan dan gerakan mengawal dinamika social merupakan cita-cita luhur yang harus senantiasa menjadi arah pengabdian mahasiswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H