Aksi Pawang Hujan "Mbak Rara" di Sirkuit Mandalika, 20 Maret 2022,
(Sumber Gambar : https://sumsel.suara.com/read/2022/03/20/162716/basah-kuyup-hingga-diteriaki-penonton-pawang-hujan-mbak-rara-ramai-dibahas-warganet-pawang-hujan-mendunia)
Ada yang menarik dalam perhelatan akbar Moto GP di Sirkuit Mandalika yang digelar sejak tanggal 18 - 20 Maret 2022 ini. Bukan soal kemenangan Oliviera sebagai podium pertama, bukan pula soal Marc Marques yang mengalami crash di warming lap sehingga tidak bisa melanjutkan balapan. Tapi sosok seorang pawang hujan, perempuan, bernama Mbak Rara, yang disewa khusus oleh ITDC selaku penyelenggara untuk menggeser hujan agar tidak mengguyur sirkuit pada saat balap motor berlangsung. Oliviera boleh saja naik podium pertama, namun di dunia maya, Mbak Rara jelas adalah trending topiknya.Setidaknya untuk beberapa hari ke depan.
Kehadiran Mbak Rara, yang bernama asli Rara Istiati Wulandari jelas menimbulkan pro dan kontra. Apalagi event akbar ini diselenggarakan di Provinsi NTB yang terkenal dengan julukan Bumi Seribu Masjid. Pro dan kontra di dunia maya tersebut mengarah ke aksi Mbak Rara yang mencoba memindahkan hujan dengan sesajen dan dupa, sehingga dipandang oleh sebagian orang sebagai mistis, klenik dan menyalahi syariat Islam. Berbagai cibiran dan komen bernada menghujat berseliweran di dunia maya, menghiasi aksi Mbak Rara, memindahkan hujan, yang pada akhirnya, berhasil menghentikan hujan yang mengguyur sirkut Mandalika, hanya 1 jam sebelum jadwal balap motor ini berlangsung.
Aksi Mbak Rara ini mengundang banyak pihak untuk merespon. Bahkan seorang peneliti senior Badan Riserdan Inovasi Nasional, Budi Harsoyo, selaku Koordinator Pengelolaan Laboratorium Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) BRIN ikut memberikan masukan ilmiah terkait aksi pawang hujan Mbak Rara ini. Â Dalam analisisnya, Budi Harsoyo dari BRIN menjelaskan bahwa TMC ini memang dirancang untuk mengatur cuaca agar hujan dapat dipindahkan pada tempat yang memang diharapkan.Dengan menggunakan riset teknologi terkini, cuaca bisa dimodifikasi sehingga turunnya hujan dapat "dimodifikasi" untuk tujuan tertentu. Teknologi Bos, bisa merubah dunia, seperti apa yang kita inginkan.
Disinilah paradoks itu muncul. Ketika Mbak Rara, sang pawang hujan itu muncul dengan aksi monumentalnya, kita menyebutnya klenik, mistis dan menjurus ke musyrik. Namun ketika BRIN dengan riset TMC - nya, maka kita menyebutnya sebagai kemajuan teknologi. Paradoks? Yes. Aneh? Ya aneh lha. Hanya karena berbeda jaman, kita memandangnya dengan perspektif yang jelas sangat berbeda. Ya gag geto juga lha Boss..hehehehe. Di jamannya, kemampuan pawang hujan yang diwarisi oleh Mbak Rara jelas merupakan teknologi mutakhir, di jamannya !!!, jika diletakkan dalam konteks kekinian, namanya ya TMC, hasil riset BRIN. Toh,outputnya sama, mengatur cuaca, jadi apa bedanya? Hanya karena berbeda jaman, tidak kemudian menjadikan warisan masa lalu itu menjadi sesuatu yang salah apalagi menyalahi kaidah2 Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika nenek moyang kita dulu mengatur cuaca dengan perangkat sajen dan dupa, saat ini teknologi mengatur cuaca berbasis pada gadget dan internet. Jika sekarang teknologi sajen dan dupa dianggap klenik mistis, apakah nanti ketika teknologi semakin maju sehingga gadget dan internet mulai usang di abad ke-23, apakah itu akan dianggap musyrik juga? Ya gag geto juga dong berpikirnya....hehehehe..
Mari melihat konsep ini dengan lebih bijak. Jangan hanya melihatnya dari sudut hitam dan putih. Dunia ini penuh warna Boss, bahkan teknologi layar gadget saja sudah ada 16 juta warna, masak iya otak manusia kok isinya cuma warna hitam dan putih saja? Ya jangan lha ya, Indonesia tidak akan pernah maju, jika perspektif warna di kepala kita hanya hitam dan putih..hehehe. Pawang hujan dan pawang-pawang lainnya dalam konteks Nusantara, jelas adalah para pakar di bidangnya. Mereka menjadi pakar karena mampu menjawab permasalahan yang terjadi pada waktu itu. Secara hierarki sosial, keahlian mereka dianggap mumpuni untuk kemudian didudukkan sebagai ahli pada saat ini. Kemampuan dan teknologi masa lalu ini yang seharusnya menjadi bahan riset bersama dalam konteks kekinian untuk menjawab persoalan yang terjadi di jaman sekarang. Contohnya ya, aksi Mbak Rara dan TMC BRIN ini, kemampuan memodifkasi cuaca oleh Mbak Rara dengan teknologi sajen dan dupanya direplikasi oleh para peneliti BRIN menjadi Teknologi Modifikasi Cuaca. Perangkatnya boleh berbeda, namun hasil akhirnya sama. Seluruh dunia menyaksikannya. Urusan siapa yang berhasil, apakah sajen dan dupa Mbak Rara atau TMC BRIN, ya tergantung dari berapa banyak warna yang ada di masing-masing kepala kita, tentu saja. Konteksnya adalah bahwa teknologi masa lalu, dalam hal ini pawang hujan, ternyata bisa direplikasi di masa kini, dengan nama TMC, untuk tujuan yang sama, memodifikasi cuaca. Tentunya, keberhasilan ini, tidak lepas dari izin Tuhan Yang Maha Esa, tentu saja.
Mengadopsi teknologi mutakhir di masa lalu, untuk dibungkus dalam riset teknologi kekinian jelas sangat menarik. Nusantara ini penuh dengan warisan teknologi budaya masa lalu, yang sangat layak untuk dijadikan bahan riset dalam konteks teknologi kekinian. Syaranya ya satu, jangan apatis dengan teknologi dari masa lalu. Segudang warisan nenek moyang kita di masa lalu tentu menjadi bahan riset yang sangat layak untuk dipelajari, untuk menjawab persoalan di masa kini, demi merancang masa depan yang lebih baik. Di Provinsi NTB sendiri, sebagai penyelenggara event Moto GP Mandalika 2022, warisan itu jelas terbentang. Tinggal niat baik kita untuk mengelaborasinya dan membungkusnya dalam konteks kekinian. Sebagai contoh, kita bisa belajar terkait tata ruang kota dari betapa presisinya ukuran Rumah Adat Sasak yang masih berdiri megah di Bayan - Kab. Lombok Utara. Sangat presisi dan terakhir. Teknologi sipil dan arsitektur bangunan bisa mengambil riset tentang Rumah Panggung di berbagai kawasan di Pulau Sumbawa. Urusan teknologi pertanian masa lalu, kita bisa mengadopsi Rumah Lumbung Sasak dan Uma Lengge Mbojo. Begitu pun konsep Berugak Sasak dan Serangge Mbojo, bisa menjadi bahan riset yang penuh dengan nilai2 konservasi dan kearifan lokal. Belum lagi, membahas soal motif kain Suku Sasak, Samawa dan Mbojo, yang penuh dengan nilai2 humanis dan ketuhanan itu sendiri. Termasuk riset soal kuliner, komoditas asli, seni tari, lukisan, cerita dan lagu rakyat asli NTB. Segudang warisan masa lalu yang seyogyanya mampu ditangkap sebagai peluang riset inovatif untuk membangun masa depan NTB Gemilang sebagaimana dicita-citakan.
Belajar dari teknologi masa lalu, membungkusnya dengan teknologi terkini, untuk membangun teknologi masa depan. Syaratnya, ya satu, buang jauh2 apatisme terhadap masa lalu. Memandang warisan nilai masa lalu sebagai sebuah konsep yangg sesat jelas adalah penghalang mental kita untuk maju. Begitupun yang berlaku di NTB. Kita saat ini sudah memiliki Badan Riset Dan Inovasi Daerah (BRIDA) NTB, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam riset inovatif untuk NTB. Teknologi pawang hujan dari Mbak Rara yang dielaborasi menjadi teknologi terbaru TMC oleh BRIN jelas menjadi pembelajaran baik. Bisa jadi BRIDA NTB akan melanjutkan riset terkait TMC tersebut di NTB dan mulai memodifikasi cuaca di NTB untuk mendorong peningkatan produktifitas sektor pertanian dan menjawab persoalan di beberapa daerah di NTB yang notabene kekurangan air. Memang tidak akan sederhana, namun sebagai sebuah asumsi awal, hal ini tentu sangat layak untuk dicoba di NTB. Toh, sebagai lembaga riset, BRIDA jelas harus menjadi pionir dalam riset2 terapan yang mampu menjadi opsi dalam menjawab persoalan di NTB. Â Nilai2 masa lalu yang dapat menjadi ladang riset sangat terbentang di NTB, di segala sektor, sebagaimana telah dijelaskan dalam paragraf diatas. Hanya, tinggal niat baik dari seluruh elemen, di NTB, untuk tidak apatis terhadap teknologi dari masa lalu, dan mau membungkusnya dalam konteks kekinian, untuk merancang masa depan yang lebih baik di NTB.
Sebagai putra NTB, saya pribadi menghaturkan terima kasih kepada Mbak Rara, bukan saja karena berhasil menahan hujan di Sirkuit Mandalika sehingga event akbar tersebut tetap terselenggara, namun lebih kepada hal baik yang diberikan kepada kami semua, bahwa keahlian sebagai pawang hujannya, dengan perangkat sajen dan dupa, telah memberikan ide inovatif kepada para peneliti di BRIN yang kemudian melahirkan teknologi terbaru dalam hal modifikasi cuaca. Kedepannya, semoga semakin banyak warisan nilai masa lalu, khususnya dari NTB, Â yang direplikasi, dielaborasi, diriset dan dijadikan opsi untuk menjawab persoalan yang menghambat pembangunan di NTB. Â Adalah tugas kita semua untuk mendorong terbentuknya hal tersebut, sebagai kewajiban moral untuk tetap mewariskan nilai2 baik tersebut kepada generasi mendatang.
Terima kasih Mbak Rara, dengan sajen dan dupamu, memodifikasi cuaca di Sirkuit Mandalika, dan ikut mensukseskan event akbar di Bumi NTB tercinta. Sekaligus mengajarkan kepada kami semua, untuk selalu berpikir merdeka dalam melihat teknologi masa lalu dari Nusantara, yang telah dirimu pamerkan ke seluruh dunia, 20 Maret 2022, di lintasan balap Sirkuit Mandalika - NTB. Terima kasih atas ajaran baik ini, adalah tugas kami, putra NTB, bersama BRIDA NTB dan seluruh elemen terkait untuk terus belajar dari warisan masa lalu Nusantara di bumi NTB ini dan menghadirkannya untuk bersama-sama menuju NTB Gemilang.
Ini Nusantara Bossss....