Mohon tunggu...
Rommy Irawan
Rommy Irawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

fotografer dan petualang, aktif dalam pemberdayaan masyarakat - 5 tahun bekerja menjadi video editor tv lokal - pulang ke desa di Kebumen mengabdikan diri bali deso mbangun deso

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wani Piro : Untuk Jadi Pamong Desa

25 Februari 2012   04:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:49 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa mirisnya melihat tingkah laku para begundal di DPR [saya yakin tidak semua orang DPR begitu] bekerja bukan atas nama rakyat tapi hanya mencari pengembalian modal. modal ratusan juta digunakan untuk promosi diri sampai memperlicin jalannya. Berani bayar berapa pak untuk kursi DPR?? Tak bisa membayangkan butuh perjuangan berapa lama tuk bisa memenuhi kebutuhan untuk menjadi anggota DPR. Sepertinya memang tak perlu dibayangkan karena memang tak berminat untuk menjadi orang yang diatas yang mengatasnamakan rakyat itu. lebih baik bekerja di Grass Root menemui mereka yang telah memilih dan akhirnya tak menjadi perhatian lagi karena mereka yang telah lupa dengan kursi empuknya. Saya kira cuman di DPR saja yang butuh uang pelicin....hmmm lagi lagi geleng kepala. untuk jadi seorang pamong saja butuh duit yang tak sedikit. bisa dibayangkan darimana uang mereka, keseharian mereka saja cuma menjadi Petani yang tak kunjung menjadi kaya karena ulah tengkulak dan negara yang repot mengurus dirinya. Pak lurah, butuh uang berapa agar saya bisa menjadi Pamong?? Wani piro??? 50 juta cukup pak?? Okelah kalo begitu Hmmm...50 juta demi sebuah kedudukan di desa dan beberapa Ubin tanah bengkok. dengan harapan uang 50 juta bisa kembali dalam beberapa tahun, mengingat usia maksimal jabatan sampe 60 tahun setelah itu pensiun. 50 juta uang yang tak sedikit bagi rakyat yang hanya jadi petani dan buruh. Tapi mereka berani mengambil resiko dengan berhutan atau bahkan ada beberapa orang yang berani memberi dana talangan untuk membiayai dengan harapan dia dapat menggarap sawah bengkok tanpa keluar uang dengan mengatasnamakan pamong. Alangkah lucunnya negeri ini, dunia pelicin sudah menggurita, UUD (Ujung-ujungnya DUIT)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun