Betapa mirisnya melihat tingkah laku para begundal di DPR [saya yakin tidak semua orang DPR begitu] bekerja bukan atas nama rakyat tapi hanya mencari pengembalian modal. modal ratusan juta digunakan untuk promosi diri sampai memperlicin jalannya. Berani bayar berapa pak untuk kursi DPR?? Tak bisa membayangkan butuh perjuangan berapa lama tuk bisa memenuhi kebutuhan untuk menjadi anggota DPR. Sepertinya memang tak perlu dibayangkan karena memang tak berminat untuk menjadi orang yang diatas yang mengatasnamakan rakyat itu. lebih baik bekerja di Grass Root menemui mereka yang telah memilih dan akhirnya tak menjadi perhatian lagi karena mereka yang telah lupa dengan kursi empuknya. Saya kira cuman di DPR saja yang butuh uang pelicin....hmmm lagi lagi geleng kepala. untuk jadi seorang pamong saja butuh duit yang tak sedikit. bisa dibayangkan darimana uang mereka, keseharian mereka saja cuma menjadi Petani yang tak kunjung menjadi kaya karena ulah tengkulak dan negara yang repot mengurus dirinya. Pak lurah, butuh uang berapa agar saya bisa menjadi Pamong?? Wani piro??? 50 juta cukup pak?? Okelah kalo begitu Hmmm...50 juta demi sebuah kedudukan di desa dan beberapa Ubin tanah bengkok. dengan harapan uang 50 juta bisa kembali dalam beberapa tahun, mengingat usia maksimal jabatan sampe 60 tahun setelah itu pensiun. 50 juta uang yang tak sedikit bagi rakyat yang hanya jadi petani dan buruh. Tapi mereka berani mengambil resiko dengan berhutan atau bahkan ada beberapa orang yang berani memberi dana talangan untuk membiayai dengan harapan dia dapat menggarap sawah bengkok tanpa keluar uang dengan mengatasnamakan pamong. Alangkah lucunnya negeri ini, dunia pelicin sudah menggurita, UUD (Ujung-ujungnya DUIT)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H