Mohon tunggu...
Romiyanti
Romiyanti Mohon Tunggu... -

Berasal dari kota " pemilik" Nusa Kambangan. Belajar dari guru terbaik hingga ke Pulau Batam.Saya bukan siapa siapa, hanya manusia biasa yang ingin selalu belajar menjadi lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Batam & krisis angkut sampah

10 September 2011   06:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:05 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah selalu menjadi momok dimanapun keberadaannya, tak terkecuali di Batam. Seribu ton sampah, setidaknya itulah menurut berita koran hati ini, belum lagi di tambah dengan jumlah sampah di dapur saya dan tumpakan sampah di depan masing masing rumah di kompleks perumahan tempat saya tinggal, yang belum juga di angkut.

Kontrak angkutnya sudah habis. Praktis sampah dari menjelang lebaran sampai hari ini teronggok menjadi pesta pora keluarga besar lalat dan tikus got. Selain menimbulkan pemandangan dan bau tidak sedap, sampah juga berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit.

Sebagian warga ada yang berinisiatif membuang sampah rumah tangganya di jalan jalan. Bukannya menyelesaikan masalah, hanya memindahkan masalah dan dapat menimbulkan masalah baru. Piala adipura yang menjadi lambang kebersihan dan pengelolaan lingkunganpun melayang sudah.

Lalu bagaimana dengan pengelolaan sampah agar dapat berguna dan menghasilkan nilai rupiah ? Hal tersebut pernah menjadi wacana di pemerintahan( yang saya baca dari koran). Sampah akan di olah menjadi biomassa yang kemudian di konversi menjadi energi listrik dan pupuk. Namun semua itu kandas dengan bubarnya kontrak kerja sama dengan investor. Entah apa sebabnya...

Hal sederhana yang bisa saya lakukan hanyalah mengikuti anjuran pemerintah tentang tata cara membuang sampah yang benar untuk memudahkan pengumpulan dan pengangutan sampah oleh petugas, dengan memasukkan sampah pada kantong plastik dan mengikatnya kuat kuat, agar tidak tercerai berai. Memisahkan sampah organik dan anorganik. Untuk sampah organik karena bisa di urai oleh tanah, saya menampungnya di "blumbang" ( lubang hasil galian tanah yang dibuat  untuk membuang sampah- dulu di desa saya banyak, sekarang tidak lagi ) di pekarangan belakang rumah. Jika blumbang sudah penuh maka di timbun tanah dan di biarkan menjadi pupuk alam.

Masalah sampah memang tidak akan pernah selesai karena setiap manusia berpotensi untuk menghasilkan sampah, setiap harinya. Untuk mendapatkan keadaan seimbang  di harapkan sampah itu hilang dari kita setiap harinya. Mari bersikap bijak untuk setiap sampah yang kita hasilkan.

Note : Dari beberapa sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun