Mohon tunggu...
Romi Novriadi
Romi Novriadi Mohon Tunggu... -

Romi Novriadi Bekerja sebagai Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Ahli Muda di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam\r\n\r\nKorespondensi: Romi_bbl@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Akuakultur vs Perubahan Iklim

22 Maret 2017   11:30 Diperbarui: 22 Maret 2017   11:40 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk sektor akuakultur, kelompok kekerangan menjadi organisme yang paling rentan terhadap proses pengasaman air laut dikarenakan ketergantungan yang kuat terhadap kalsium karbonat (CaCO3) untuk pembentukan cangkang. Selain kelompok kekerangan, kelompok ikan bersirip juga terkena dampak yang cukup signifikan dari pengasaman air laut. Morfologi organ otolith (organ untuk keseimbangan), laju pertumbuhan, dan laju konsumsi oksigen ikan dapat mengalami gangguan pada kondisi lingkungan yang lebih asam. 

Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pengasaman air laut ini adalah dengan melakukan monitoring rutin harian untuk deteksi dini atau dengan melakukan pemetaan untuk menentukan site-specific buffering. Pada budidaya kekerangan, penempatan cangkang di sekitar lokasi budidaya dapat membantu menyangga pH air dan meningkatkan ketersediaan karbonat di dalam air, selective breeding hingga kepada penyediaan pakan dengan kualitas baik juga dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari pengasaman air laut.

2-58d1fd8b7293734d41217440.jpg
2-58d1fd8b7293734d41217440.jpg
Peningkatan level air laut dan kemungkinan terintroduksinya air dengan salinitas tinggi ke kawasan dengan kadar garam yang lebih rendah juga terbuka sebagai bagian dari dampak perubahan iklim. Kondisi ini tentu berdampak kepada perubahan fisiologi organisme akuatik dengan tingkat toleransi terhadap perubahan kadar garam yang sangat rendah. Dalam konteks akuakultur, tentu saja perubahan iklim juga berdampak kepada ketidakpastian ketersediaan bahan baku untuk produksi tepung dan minyak ikan. Namun, berbagai alternatif untuk sumber protein sudah banyak ditawarkan, seperti halnya penggunakaan tepung kedelai untuk subtitusi parsial atau keseluruhan dari penggunaan tepung ikan. Beberapa asumsi yang mengatakan bahwa tepung nabati memiliki banyak kekurangan seperti tidak lengkapnya komposisi asam amino esensial (methionine dan lysine), hingga kepada isu palatability dan pencernaan sudah dapat diatasi dengan sistem produksi pembuatan pakan yang lebih baik. 

Penambahan phytase,enzim untuk meningkatkan daya cerna karbohidrat dan juga suplementasi methionine, lysinedan taurine dalam formulasi pakan sudah diaplikasikan dan terbukti mampu memberikan laju pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan penggunaan tepung ikan. Hasil-hasil riset ini selayaknya dapat dipergunakan selain untuk mendukung peningkatan potensi produksi perikanan lestari serta untuk mengurangi biaya produksi budidaya hingga pada akhirnya produk yang dihasilkan dari kegiatan akuakultur menjadi lebih ekonomis.

Selain perubahan iklim, berbagai pencemaran lingkungan, baik oleh industri hingga kepada menumpuknya limbah plastik di kawasan pantai menjadi ancaman tersendiri bagi keberlanjutan produksi perikanan budidaya. Perhatian kepada limbah plastik yang dapat dikonsumsi oleh organisme filter feeder dan akhirnya terdeposit dalam tubuh manusia bahkan menjadi isu penting yang dibahas dalam pertemuan OUR OCEAN dimaksud yang juga dihadiri oleh puluhan pemimpin negara termasuk Indonesia melalui Kementerian kelautan dan Perikanan. Saat ini, aksi nyata untuk menyelamatkan kesehatan lingkungan sangat diperlukan, termasuk dengan tidak menggunakan lahan bakau untuk kegiatan budidaya, penerapan biosekuriti yang optimal hingga kepada aplikasi manajemen lingkungan melalui skema Cara Budidaya Ikan yang Baik. Melalui penerapan sistem manajemen yang baik, diharapkan industri akuakultur dapat mengantisipasi berbagai dampak yang telah dan akan ditimbulkan oleh perubahan iklim**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun