Isu maritim sepertinya akan menjadi topik yang paling sexy untuk dijadikan jargon politik pada pemilihan kepala daerah di Kepulauan Riau, tidak hanya di tingkat Provinsi tapi juga mencakup pilkada di tingkat Kabupaten dan Kotamadya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat hampir 90% wilayah di bumi segantang lada ini merupakan wilayah perairan dan memiliki potensi maritim yang sangat besar. Potensi maritim yang dimiliki meliputi ketersediaan sumber daya alam non hayati seperti minyak bumi, gas dan pasir laut, infrastruktur pelabuhan, cluster industri galangan kapal, transportasi, wisata bahari, hingga kepada potensi pengembangan sumberdaya perikanan yang cukup besar baik di sektor perikanan tangkap maupun di sektor perikanan budidaya. Isu maritim juga menjadi semakin luas dengan tingginya “aktivitas” politik di wilayah Laut Cina Selatan.
Terkait dengan berbagai klaim tentang Laut Cina Selatan, prinsip politik bebas aktif yang kita miliki dengan tidak memihak kepada salah satu kubu merupakan langkah terbaik untuk menjaga kedamaian di wilayah perairan ini. Selain hal tersebut, kesepakatan bersama yang tertuang dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dapat dijadikan sebagai sandaran utama dalam menjaga kedaulatan bangsa. Tidak ingin terlibat lebih jauh dengan politik, tentu tantangan terbesar yang akan dihadapi oleh para calon pemimpin kepala daerah di Provinsi Kepulauan Riau nantinya adalah bagaimana mengoptimalisasikan potensi maritim yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat serta menjaga atau bahkan meningkatkan prestasi yang telah diraih di sektor maritim lainnya. Sejalan dengan visi Indonesia sebagai poros maritim, maka beberapa sektor khususnya pengembangan industri perikanan, wisata dan transportasi menjadi topik pembahasan yang cukup menarik.
Progres pembangunan perikanan, khususnya sektor perikanan budidaya di wilayah Kepulauan Riau sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari meningkatnya sentra dan volume produksi melalui berbagai inovasi demonstration farm, pelatihan dan bantuan yang dikelola oleh pemerintah daerah untuk mendukung gairah produksi. Hanya saja untuk bisa bersaing dengan produksi negara lain, manajemen industri perikanan harus mulai memasukkan prinsip sustainability atau keberlanjutan dalam sistem produksi. Konsep sustainability tidak hanya terbatas kepada kontinuitas ketersediaan produk, namun lebih kepada hasil produksi yang (1) ramah lingkungan, dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman ekosistem dan kualitas lingkungan, (2) berkelanjutan dalam bidang ekonomi dan (3) berkelanjutan dalam bidang sosial kemasyarakatan, baik melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat hingga kepada perluasan lapangan pekerjaan. Aplikasi konsep sustainability semakin diperlukan seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi produk yang aman, berkualitas dan tersertifikasi. Perubahan pola konsumsi ini tentu juga menjadi tantangan tersendiri bagi para pengusaha mengingat para retailer besar hanya akan menyerap dan memasarkan produk yang tersertifikasi untuk memuaskan keinginan konsumen dimaksud. Oleh karena itu, calon kepala daerah diharapkan telah memiliki strategi untuk memediasi serta mewujudkan program sertifikasi terhadap hasil produksi perikanan. Kita dapat belajar dari Vietnam, dimana hasil produksi ikan patin dan produk perikanan lainnya mampu dengan mudah ditemui di berbagai retailer-retailer besar seperti Walmart di Amerika ataupun Colruyt dan Aldi di Eropa. Hal ini dapat terwujud sebagai dampak positif dari agresivitas pemerintah mereka dalam melakukan program sertifikasi dan eco-labelling untuk perluasan pemasaran hasil produksi.
Strategi peningkatan produksi perikanan juga dapat dilakukan melalui pembangunan industri pengolahan dan cold storage untuk memperluas akses pemasaran dan peningkatan nilai tambah hasil produksi. Kondisi geografis yang sangat strategis serta berada dalam wilayah “jalur sutra” menjadikan Kepri sangat ideal untuk dijadikan sebagai corong pemasaran hasil produksi. Intensifnya pembangunan pelabuhan untuk mengurangi aktivitas perdagangan ditengah laut yang disertai dengan meningkatnya hasil tangkap sebagai dampak dari sikap tegas pemerintah terhadap aktifitas illegal fishing memberikan nilai positif terhadap peningkatan volume hasil produksi. Namun perlu disadari bahwa aktivitas penangkapan ikan yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan volume dan produktivitas sebuah wilayah perairan. Oleh karena itu, peralihan dari aktivitas tangkap ke sektor perikanan budidaya menjadi sebuah pilihan yang visioner dan strategis.
Aktivitas produksi perikanan budidaya meliputi pengembangan komoditas ikan air tawar, air payau dan air laut. Dalam konteks maritim, potensi pengembangan berbagai komoditas, seperti Ikan kerapu Epinephelus spp, Ikan kakap putih Lates calcarifer, Udang Vannamei, rumput laut hingga komoditas lokal seperti siput gonggong Strombus canarium, dingkis dan berbagai jenis ikan hias memiliki nilai ekonomis yang cukup besar. Untuk industri pengolahan, kita bisa mengambil contoh komoditas Ikan Kakap putih yang hasil olahannya berupa fillet dan fish stick sangat digemari masyarakat Eropa dan Amerika Serikat, atau produksi ikan kerapu dalam kondisi hidup yang menjadi santapan favorit masyarakat Hongkong, Singapura dan China. Tentu saja, potensi sektor perikanan budidaya tidak hanya terbatas pada produksi ikan tapi juga meliputi tumbuhan akuatik seperti rumput laut dan mikroalga. Selain sebagai bahan baku kosmetik, rumput laut juga dapat dimanfaatkan sebagai suplemen dalam bahan makanan, minuman dan industri farmasi. Bahkan untuk mikroalga, dengan kandungan lemak atau minyak nabati yang tinggi, memiliki potensi yang cukup besar sebagai penghasil energi alternatif biodiesel atau jenis biofuel lainnya. Publikasi tentang teknologi ini sudah banyak dilakukan dan juga telah diaplikasikan di beberapa negara termasuk Israel dan Amerika Serikat, sehingga Kepri dengan iklim (suhu dan kualitas air) serta topografi daerah yang sesuai juga dapat menjadi pionir untuk pengembangan teknologi ini.
Pembangunan industri perikanan juga dapat menjadi pendorong bagi keberhasilan pembangunan sektor maritim lainnya, seperti industri wisata bahari melalui penyediaan hidangan kuliner yang khas dan berkualitas. Selain hal tersebut, dengan banyaknya titik pantai yang eksotis, keberagaman organisme akuatik bawah laut, hutan bakau serta ribuan pulau yang menyimpan pesona tersendiri semakin memperkuat akselerasi pembangunan wisata. Kondisi ini diharapkan dapat merubah image yang melekat sebagai kota transit menuju Singapura menjadi salah satu kota utama tujuan wisata. Seperti halnya efek big push strategy, pengelolaan wisata yang baik juga akan berdampak positif terhadap perbaikan dan pertumbuhan sarana transportasi laut sebagai elemen penting dalam mendukung ekonomi berbasiskan maritim. Beberapa titik di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, seperti Batam dan Bintan, selain menjadi sentra transportasi antar pulau juga telah berperan sebagai pintu masuk dan keluar bagi para turis domestik dan mancanegara. Bila dikaitkan dengan konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN dan juga wacana tol laut yang digaungkan oleh pemerintah pusat, perbaikan sarana transportasi bernilai strategis dalam mewujudkan Provinsi Kepulauan Riau sebagai pintu gerbang utama untuk menghubungkan berbagai aktivitas ekonomi Indonesia dengan negara-negara tetangga.
Pada akhirnya, optimalisasi pembangunan sektor maritim tentu harus berbasiskan kepada knowledge dan technology. Keberadaan universitas dan berbagai lembaga pendidikan lainnya selain diharapkan mampu menjadi inkubator bagi lahirnya lulusan dengan tingkat keahlian dan kompetensi tinggi, juga diharapkan mampu berperan sebagai center of excellence untuk menghasilkan inovasi dan hasil riset yang adaptif di bidang industri maritim. Berbagai kerjasama riset dengan institusi luar negeri juga harus terus didukung, khususnya dalam memperkuat sektor industri galangan kapal (shipyard) yang telah menjadi kebanggaan bagi industri maritim di bumi melayu serta untuk mengantisipasi berbagai dampak climate change terhadap aktivitas dan kualitas perairan. Sebagai masyarakat, saya sangat berharap Kepulauan Riau nantinya dapat menjelma menjadi poros maritim dan berperan penting dalam pembangunan bangsa. Kepada para calon kepala daerah, tentu sangat diharapkan bahwa perbedaan ideologi politik tidak menjadi hambatan untuk bekerja sama mewujudkan peningkatan pembangunan ekonomi berbasiskan maritim, khususnya di bidang perikanan, wisata bahari dan transportasi, serta mampu memperkuat economic value produksi lokal dalam menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Romi Novriadi (Romi_bbl@yahoo.co.id)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H