ROMI NOVRIADI
BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT BATAM
E-mail: Romi_bbl@yahoo.co.id
Bila kita berbicara dalam konteks kota Batam, tentu pembangunan ekonomi harus didasari oleh potensi dan kondisi geografis yang dimiliki. Dengan luas perairan yang mencapai 601,35 Km2 dan terdiri atas 329 pulau besar dan kecil yang letaknya dihubungkan dengan perairan, tentu sektor perikanan budidaya dapat menjadi salah satu sektor yang menarik untuk terus dikembangkan. Kondisi ini juga didukung oleh perputaran arus yang ada di wilayah perairan kota Batam yang merupakan bagian dari gugus selat Malaka, sehingga menjadikan daerah ini sebagai daerah yang subur bagi ikan dan organisme akuatik lainnya.
Jikalau melihat data produksi perikanan laut, nilai produksi perikanan kota Batam saat ini masih didominasi oleh sektor perikanan tangkap dengan sedikit kontribusi dari sektor perikanan budidaya. Namun, jikalau praktek penangkapan yang umumnya bersifat llegal dan tidak bertanggungjawab ini terus dilakukan tentu akan menyebabkan status Over fishing pada wilayah atau zona penangkapan tersebut. Status over fishing ini tidak hanya berdampak kepada menurunnya jumlah hasil tangkapan, namun juga berdampak kepada rusaknya ekosistem di lingkungan perairan dan menurunnya pasokan pangan untuk konsumsi. Oleh karena itu, pembangunan sektor budidaya menjadi sangat penting tidak hanya sebagai penggerak utama roda pembangunan ekonomi Kota Batam, namun juga bertindak sebagai sektor yang menjamin keamanan pangan (food security)dan peningkatan kualitas pangan (food safety) bagi masyarakat.
Untuk membangun sektor perikanan budidaya yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat diawali dengan pembentukan dan konsistensi penerapan Zona Produksi Perikanan Budidaya (Aquaculture Production Zone) yang dilindungi oleh peraturan daerah. Walaupun kita mengetahui bahwa Batam telah memulai inisiatif untuk membentuk zona khusus perikanan pada tahun 2007 dengan program Marine Management Area. Namun, tidak konsistensinya penerapan kebijakan tersebut menjadikan pembangunan sektor perikanan budidaya menjadi tersendat dan bahkan bisa dikatakan mengalami kemunduran. Untuk itu, perlu dilakukan penataan ulang terhadap kebijakan produksi perikanan dan sangat diperlukan sebuah kerjasama yang saling bersinergi antara masyarakat, praktisi, akademisi dan stakeholder untuk bersama-sama membangun sektor perikanan budidaya di Kota Batam.
Untuk membangun industri budidaya yang dihadapkan pada beberapa tantangan berupa keamanan pangan dan kesehatan pangan (food safety and food security), penulis mencoba menawarkan konsep Big Push Strategy yang dapat menjadikan Industri Perikanan Budidaya sebagai sektor sentral untuk membangun berbagai industri pendukung produksi seperti Industri Pakan, Industri sarana dan prasarana produksi perikanan (Saprokan), Sektor perbankan dan sektor teknologi yang sangat menarik untuk dikembangkan baik oleh swasta, pemerintah hingga perguruan tinggi. Jika dibandingkan dengan sektor pertanian, penelitian di bidang perikanan budidaya masih terbuka luas. Saat ini, tidak hanya rekayasa genetic untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kualitas produksi, namun juga berbagai inovasi di bidang lingkungan sangat menarik untuk dikembangkan salah satunya adalah bagaimana menghambat komunikasi antar bakteri (Quorum sensing) dengan mengaplikasikan senyawa yang bersifat menghambat (Quorum quenching) sehingga pada akhirnya permasalahan jumlah bakteri yang semakin meningkat bukan menjadi masalah karena kita sudah “berdamai” dan justru menjadikan bakteri sebagai pakan potensial bagi zooplankton dan beberapa komoditas ikan budidaya melalui teknologi Bioflok.
Penerapan teknologi di sektor budidaya sangat menarik, bahkan sektor ini juga dapat menjadi magnet untuk berdirinya industri pakan ikan yang dapat menyerap ribuan tenaga kerja. Fakta menarik untuk industri budidaya adalah pakan berkontribusi terhadap > 70% ongkos produksi selama masa pemeliharaan. Fakta menarik yang ditemui penulis dari mayarakat pembudidaya di Teluk Mata Ikan, Nongsa adalah bubarnya kelompok pembudidaya ikan lele dan gurami akibat naiknya harga pakan pellet dan cacing sutera yang tidak seimbang dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil produksi. Penulis berpikiran bahwa jika produksi pakan dilakukan di Batam tentu akan bernilai strategis untuk mengurangi harga jual khusus untuk pembudidaya kota Batam dan bahkan dapat bernilai ekspor mengingat kondisi geografis yang dekat dengan dunia Internasional.Berbagai permasalahan yang dialami oleh banyak produsen pakan dunia diantaranya akibat tingginya harga bahan baku fish meal dan fish oil dapat kita konversi dengan penggunaan plant based meal untuk pengembangan komoditas ikan air tawar. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa teknologi Plant Based Meal ini dapat digunakan untuk pengembangan produksi ikan laut, salah satunya adalah dengan menambahkan functional hydrolisates yang dapat berfungsi untuk meningkatkan nilai protein pada pakan, meningkatkan nafsu makan (palatability) dan juga merangsang pembentukan sistem imun untuk memperkuat daya tahan tubuh ikan dalam melawan berbagai serangan penyakit infeksius. Pembuatan functional hydrolisates ini bahkan dapat dilakukan di unit-unit Pelabuhan Perikanan, contoh di Nongsa, dengan memanfaatkan sisa produksi seperti kepala, tulang dan ekor ikan yang dikatalisis dengan menggunakan enzim pada suhu tertentu sehingga senyawa yang dihasilkan dapat berperan seperti fish meal dan fish oil. Konsentrasi industri pakan yang saat ini banyak terpusat di Jawa Timur karena memiliki akses pemasaran melalui sarana pelabuhan Internasional dapat diambil alih Kota Batam yang juga memiliki fasilitas serupa dan bahkan lebih dekat dengan pasar potensial untuk pakan ikan seperti di wilayah Asia tenggara, Asia timur, dan kawasan Eropa. Jikalau ini berhasil dilakukan, tidak hanya produksi budidaya perikanan kota Batam yang dapat meningkat, namun juga pertumbuhan ekonomi Kota Batam dan masyarakat pesisir juga semakin meningkat.
Tidak hanya sektor pakan, penerapan Big Push Strategy di sektor budidaya perikanan juga akan dilirik oleh berbagai industry penyedia sarana dan prasarana produksi budidaya. Sektor ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan, karena selama kegiatan produksi dilakukan, para pembudidaya tentu membutuhkan berbagai sarana pendukung terutama untuk proses perbenihan, perbesaran, transportasi dan pemasaran. Sebuah studi yang dilakukan oleh Hawawini & Viallet (2007) mengatakan bahwa satu unit produksi budidaya mengeluarkan budget untuk pembelian sarana dan prasarana pendukung produksi sebesar 15-20% setiap siklus produksi dilakukan. Jumlah ini tentu sangat besar bila industri budidaya sudah menggurita di Batam dan tentu saja hal ini akan berdampak positif terhadap pendapatan asli daerah dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Penerapan teknologi budidaya perikanan yang mengusung konsep eco-friendly tentu akan sangat menguntungkan untuk menjamin keasrian lingkungan Kota Batam serta sangat menarik untuk dikembangkan sebagai penyeimbang bagi berbagai kawasan industri yang ada di Kota Batam. Beberapa komoditas bahkan dapat digunakan untuk menetralisir kandungan bahan organik yang berlebihan di lingkungan perairan dan dapat dibudidayakan sebagai nilai tambah pada sistem produksi.
Konsep Big push ini tentu dapat terlaksana bila ada good will dari Pemerintah daerah untuk menjadikan salah satu wilayah Kota Batam sebagai zona produksi perikanan budidaya. Zona ini diharapkan tidak diganggu oleh aktivitas lain mengingat ikan budidaya sangat rentan terhadap perubahan kualitas lingkungan. Konsep Big push ini juga nantinya akan berdampak pada sibuknya aktivitas Pelabuhan Perikanan untuk memasarkan hasil produksi yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal namun juga untuk memenuhi kebutuhan eskpor. Dengan semakin kuatnya infrastruktur pendukung, Pemerintah Kota Batam juga dapat mengembangkan pelayanan jasa pengiriman ikan hias untuk orientasi ekspor. Jika Singapura dengan natural resources yang terbatas untuk ikan hias dapat menjadi eksportir wahid untuk komoditas ikan hias kenapa Batam tidak?. Menurut data OIE, nilai ekspor dunia untuk ikan hias meningkat dari US$ 37 juta tahun 1983 menjadi US$ 140 juta di Tahun 1992. Pada saat itu, Singapura menguasai 32% pangsa pasar ekspor dengan nilai ekonomi sekitar US$ 70 juta. Jumlah ini sangat besar dan jika Batam mampu memperoleh market pasar 10% saja dari nilai ekspor ikan hias global yang saat ini mencapai US$ 4 Milyar, bisa dibayangkan kalau Batam dapat menikmati pembangunan tanpa harus mengorbankan lingkungan sekitar dengan limbah industri atau penjualan pasir ke negara tetangga.
Bisakah konsep Big push ini diterapkan? BISA, karna kita punya potensi dan teknologi. Sikap underestimate yang ditunjukkan para pengusaha pada sektor ini akibat kurangnya sosialiasi dapat dibalikkan dengan berbagai fakta bertahannya sektor ini dari terpaan krisis ekonomi dan perubahan paradigma sektor ini menjadi sektor yang lebih bersifat Calculated risk. Semua komponen dapat dikalkulasikan dengan sistem perencanaan dan pengelolaan yang baik. Jika Norwegia yang hanya bertumpu ada industri Salmon dapat menggerakkan seluruh komponen perekonomian masyarakat, kenapa Batam dengan potensi komoditas budidaya yang beragam tidak mampu mewujudkan daerah ini sebagai kota Megapolitan? Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Daerah harus fokus untuk mengembangkan dan mengawal produksi ikan ekonomis penting. Industri budidaya Kakap putih, Kerapu dan Bawal Bintang yang sudah dikenal dengan baik oleh masyarakat dapat terus ditingkatkan disertai dengan potensi ekspor ikan hias dengan menjual jasa pemasaran yang didukung oleh sarana infrastruktur yang kuat. Disamping itu, akses transportasi hasil produksi antar pulau di Kota Batam harus dapat terintegrasi dalam satu sistem untuk menjamin keberlanjutan hasil produksi. Akhirnya, diharapkan bahwa perwujudan pembangunan ekonomi Kota Batam dengan berbasiskan sektor perikanan budidaya dapat menjadikan Batam sebagai Bandar Dunia Madani. Semoga ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H