[caption id="attachment_178471" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi"][/caption]
Syahdan, di sebuah "Negeri Antah Berantah" amat tersohor, namun paradoks; tanahnya amat subur lagi makmur tapi masyarakatnya banyak yang melarat. Pengabdi masyarakat hidup dengan penghasilan terbatas. Prajurit pembela Negeri-pun katanya dibayar dengan rendah. Alhasil, para prajurit berusaha mencari penghasilan tambahan dengan mengorbankan profesionalisme. Salah satu kelompok yang menjadi bulan-bulanan Sang Prajurit diidentifikasi dengan istilah distribusi "A" (A Kwok, A Lung, A Chai, A Tseng, dan banyak "A" lainnya.
Suatu hari, Sang Prajurit berkunjung ke sebuah toko di daerah Pecinan, sebut saja toko milik A Tseng;
Prajurit : "Koh, gimana jualan hari ini, rame ga?" (Mengawali pembicaraan dengan basa basi)
A Tseng : "Haiyyaa, lumayan, Pak. Owe hali ini dapak untung besa ha" (Dengan logat Glodok yang kental)
Prajurit : "Saya mau minta bantuan nih, Koh!"
A Tseng : "Haiyya, Owe bisa bantu apa?" (Sudah mulai harap-harap cemas)
Prajurit : "Saya minta uang rokok"
A Tseng : "Haiyya, gimana kalo Owe kasih lokok saja?" (lokok = rokok)
Prajurit : "Mentahnya aja, Koh, soalnya buat bagi-bagi di kantor" (Mentahnya = uang)
A Tseng : "Okeh okeh, nih!" (Sembari menyodorkan uang)
Prajurit : "Terima kasih, Koh. Sekalian rokoknya saya bawa ya?" (Mengambil uang + rokok, kemudian berlalu pergi)
A Tseng : "Haiyyaaaa, lugi owe... Lebalan minta THL, Natal minta THL, Nyepi minta THL, sebetulnya Plajulit agamanya apa sih? Mintanya uang lokok, dikasih lokok tidak mau, dikasih uang, lokok juga diambil... Haiyyaaa, amsiong Owe....... (Sambil tepok jidat) *THL = THR-Tunjangan Hari Raya
>> Selamat hari Minggu, sudahkah anda minta "uang rokok" hari ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H