Mohon tunggu...
Romi Febriyanto Saputro
Romi Febriyanto Saputro Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Bekerja di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen sebagai Pustakawan Ahli Madya. Juara 1 Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Email : romifebri@gmail.com. Blog : www.romifebri.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menuju Sekolah yang Menyenangkan

16 Maret 2018   23:08 Diperbarui: 16 Maret 2018   23:20 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi Republika

Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal berpendapat, sekolah-sekolah yang ada di masa depan memang sudah harus menyenangkan. Artinya, sekolah-sekolah tidak lagi berpatokan kepada nilai-nilai akademik untuk menentukan prestasi siswa-siswa. Di  negara-negara maju pendidikannya berpusat kepada memanusiakan anak-anak. 

Bukan standarisasi kemampuan memori, tapi mengembangkan bakat-bakat yang dimiliki. Artinya, sekolah melalui guru-guru memberikan ruang demokrasi yang setara, tidak atas bawah tapi sama-sama. Ruang gerak yang seimbang itu membuat oksigen di ruang otak menjadi berimbang, sehingga fokus belajar jadi optimal dan baik. 

Selain itu, kondisi itu menghadirkan ruang emosi dan perasaan, jadi saat anak-anak masuk kelas diidentifikasi perasaannya sedang senang, sedih atau seperti apa. Hal itu berguna untuk memonitor emosi anak, yang bermanfaat untuk memberikan metode pembelajaran yang sesuai (Republika, 14 September 2017).

Sekolah yang menyenangkan tentu harus menimbulkan "kesan pertama begitu menggoda" bagi calon peserta didik. Ironisnya, kesan pertama yang muncul begitu "ngeri-ngeri sedap". Anak-anak yang akan  masuk SD/MI untuk belajar membaca malah harus mengalami tes membaca. menulis dan berhitung (calistung). Bahkan untuk  sekolah-sekolah tertentu yang sudah "hebat" dengan penuh percaya diri menampilkan nilai-nilai yang diperoleh calon peserta didik dengan surat keterangan yang bertuliskan LULUS/TIDAK LULUS.

Bisa dibayangkan dampak psikologis bagi anak-anak yang baru lulus Taman Kanak-kanak ketika harus menerima tidak lulus masuk SD/MI hanya gara-gara mereka belum lancar membaca, menulis, dan berhitung. Alangkah lucunya negeri ini, hal-hal yang akan dipelajari kelak di Sekolah malah dijadikan materi ujian untuk tes masuk.

Proses belajar-mengajar di sekolah harus bisa menyenangkan peserta didik dan pendidik. Jangan hanya menyenangkan pendidik tetapi tidak menyenangkan peserta didik. Bahkan bila perlu pendidik mengorbankan sebagian kesenangannya untuk memberi kesenangan yang lebih besar bagi peserta didik.

Penelitian yang dilakukan oleh Prapanca Research (PR) menyebutkan, dari pantauan terbarunya terhadap perbincangan tentang pendidikan, di jejaring sosial twitter, periode 22 Agustus 2011 hingga 22 Agustus 2013, ada 113 ribu perbincangan tentang dunia sekolah. Menurut Cindy Herlin Martha, seorang analis PR, dari 113 ribu perbincangan itu di antaranya paling marak yang menyinggung kegiatan ajar-mengajar. Disitu secara tersirat pesan mereka mengesankan aktivitas belajar-mengajar di sekolah tidak menyenangkan.

Sekolah yang menyenangkan adalah sekolah yang menghargai esensi manusia dan kemanusiaan. Menurut Munif Chatib (2011), logika sederhananya, setiap institusi sekolah di dalamnya ada manusia. Proses belajar mengajar akan berhasil apabila di lakukan secara manusiawi. Sekolahnya manusia memotret keragaman gaya belajar para siswanya lalu guru mampu masuk dalam dunia siswanya. Proses inilah yang mempunyai nilai seni tinggi. Hanya guru yang punya bakat dan cinta dalam mengajar akan mampu membangun sekolahnya manusia. Merekalah yang di sebut GURUNYA MANUSIA.

Supaya bisa memberi nuansa senang dalam proses belajar-mengajar tentu pendidik harus senantiasa mau mengikuti perkembangan zaman. Anak-anak ketika zaman penulis masih duduk di bangku Sekolah Dasar tentu berbeda dengan anak-anak zaman sekarang yang akrab dengan dunia maya. Ini tentu membutuhkan gaya mengajar yang berbeda meskipun materi pelajaran yang disampaikan bisa sama. Kahlil Gibran, mengatakan anak-anakmu adalah bukan anak-anakmu, anak-anakmu adalah anak zaman.

Sekolah yang menyenangkan akan selalu menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua peserta didik. Tak hanya ketika akan menarik iuran pengembangan atau pembangunan saja. Tidak hanya ketika akan menarik iuran untuk studi tur atau perpisahan kelulusan peserta didik belaka. Sekolah yang menyenangkan tentu akan senang selalu memberikan kabar baik perkembangan peserta didik kepada orang tuanya. Bukan hanya kabar buruk ketika peserta didik

Peran orang tua mutlak diperlukan untuk mewujudkan sekolah yang menyenangkan. Tak cukup hanya dengan  memberikan uang sekolah melainkan memberikan pendampingan, motivasi dan kasih sayang sejati untuk membuat anak senang di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun