Mohon tunggu...
Romi Febriyanto Saputro
Romi Febriyanto Saputro Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Bekerja di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen sebagai Pustakawan Ahli Madya. Juara 1 Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Email : romifebri@gmail.com. Blog : www.romifebri.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Cina Takluk oleh Narkoba

12 Maret 2018   09:13 Diperbarui: 12 Maret 2018   09:19 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: aktual.com

Sejarah telah membuktikan bahwa narkoba dapat menjelma menjadi "senjata pemusnah massal". Peradaban sebuah bangsa dapat dihancurkan dengan meracuni generasi mudanya dengan narkoba. Sejarah perang candu di Cina membuktikan bahwa kekuatan sebuah bangsa dapat  ditaklukkan dengan tipu daya narkoba. Pasukan kolonialis Inggris sukses menaklukkan negeri Cina setelah mampu membuat bangsa Cina ketagihan candu.

Sejak awal abad ke -19, para  pedagang Inggris secara gelap melakukan perdagangan candu ke Cina dan mendapatkan untung besar. Cinalah yang menanggung akibat-akibat buruk yang timbul dari perdagangan ini. Karena itu, Cina melakukan gerakan anti candu. 

Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997) menyebutkan pada tahun 1837, Cina melakukan propaganda anticandu secara gencar dan memperketat pengawasan pengawasan perdagangan dengan menutup pelabuhan-pelabuhan penting Cina bagi para pedagang Inggris. Di samping itu, Cina juga menerapkan hukuman mati bagi pemakai candu, termasuk para cendekiawan dan militer.

Inggris merasa dirugikan dan ingin memaksa Cina membuka pelabuhannya bagi para pedagang Inggris. Ketegangan terjadi, dan setelah terjadi peristiwa pembunuhan atas penduduk desa oleh orang Inggris yang sedang mabuk, meletuslah peperangan. Cina menuntut agar orang-orang yang bersalah itu diserahkan kepada mereka, tetapi Inggris dengan karakteristik kolonialnya menolak.

Akibatnya, Kaisar memutuskan untuk menghancurkan semua gudang candu milik Inggris beserta isinya di Kanton. Pada Bulan Maret 1839, terjadilan peristiwa pembakaran beribu-ribu peti candu milik Inggris di Kanton.

Pada tahun itu juga Inggris menyatakan perang terhadap Cina. Beberapa kota pantai Cina diserang dan direbut oleh Inggris. Setelah peperangan berlangsung selama tiga tahun, Inggris memperoleh kemenangan dan berhasil memaksakan suatu perjanjian dengan Cina.  Perjanjian ini dikenal dengan Perjanjian Nanking yang ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 1842.

 Dalam perjanjian ini antara lain ditetapkan : Cina harus membuka pelabuhan Kanton, Amoy, Foochow, Ninghsien, dan Shanghai untuk para pedagang Inggris; orang Eropa di Cina mendapatkan hak-hak istimewa; Hongkong diserahkan kepada Inggris;  penetapan bea impor oleh pemerintah Inggris dan Cina harus membayar kerugian perang kepada pihak Inggris. Perjanjian Nanking ini memicu negara-negara kolonialis lainnya seperti Perancis, Jerman, dan Rusia menuntut pula hak-hak istimewa.

Peperangan antara Cina dan Inggris meletus kembali pada tahun 1856, ketika Inggris hendak melampiaskan syahwat kolonialismenya dengan memperluas jaringan perdagangan di Cina. Perancis kemudian membantu Inggris untuk menuntut balas atas terbunuhnya Misionaris  Perancis di daerah pedalaman Cina. Cina kembali menderita kekalahan dalam perang ini dan dipaksa menandatangani perjanjian Tientsien pada tahun 1858.

Perjanjian ini sangat menghina harga diri bangsa Cina karena Inggris memaksa melegalkan perdagangan Candu. Pertempuran pun pecah kembali hingga tahun 1860. Inggris yang bersekutu dengan Perancis berhasil merebut Peking dan sekaligus merampok kekayaan istana. Cina kembali dipaksa menandatangani Konvensi Peking, yang menegaskan bahwa Cina siap menerima ketentuan dalam Perjanjian Tientsien yang melegalkan perdagangan Narkoba. Negeri Cina pun takluk di tangan terorisme narkoba yang tersenyum gembira.

Malik bin Nabi, seorang intelektual asal Al Jazair menulis dalam bukunya yang berjudul Syuruut Al-Nahdhah, bahwa bangun dan runtuhnya sebuah peradaban tergantung siapa yang menjadi "panglimanya". Dia mengatakan, bahwa sebuah peradaban akan terus menanjak naik tatkala yang menjadi "panglimanya" adalah ruh. Dengan ruh sebuah peradaban akan menjadi peradaban yang bersih dan tak terkotori. Pada masa inilah peradaban akan dianggap mencapai puncak sebenarnya.

Pada tahapan kedua, peradaban akan mengalami pelebaran dan pemekaran bukan pengembangan, tatkala yang menjadi pemain dalam peradaban itu adalah akal. Peradaban yang dikendalikan akal akan mengalami tarik menarik yang demikian kencang antara ruh dan hawa nafsu. Terjadinya tarik menarik ini akan mengakibatkan peradaban terus merentang dan bukan mengalami kenaikan nilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun