Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ingin mendorong budaya literasi pada orang tua. Hal tersebut bertujuan untuk melawan hoax yang marak beredar di media sosial. Menurut Kepala Biro Komunikasi  dan Layanan Masyarakat Kemdikbud, Ari Santosa, orang tua berkewajiban mendidik anaknya, pendidikan tak hanya untuk orang tua. Masyarakat juga ada tanggung jawab program kampanye literasi. Kemdikbud tidak hanya bertugas untuk mendukung pendidikan, tetapi juga budaya literasi di masyarakat (Republika, 10 Maret 2017)
      Lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu Sang Pencipta Langit dan Bumi sudah membekali manusia untuk selalu berbudaya literasi (melek informasi) dengan perintah membaca. "Bacalah atas nama Tuhanmu!" adalah wahyu Allah  pertama yang diturunkan kepada penduduk bumi. Membaca ialah proses untuk menelaah informasi yang ada pada media baca baik berupa buku, media massa dan tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang terbentang di langit dan bumi.
      Membaca adalah bekal manusia untuk menjalani hidup di bumi milik Tuhan. Termasuk dalam mengelola keluarga yang merupakan miniatur dari negara. Keluarga melek informasi maka negara pun akan melek informasi. Keluarga kuat negara pun menjadi kuat. Membangun keluarga melek informasi artinya kita membangun negara untuk memanfaatkan informasi sebagai kekuatan untuk menyejahterakan rakyat.
      Manusia pilihan Tuhan seperti Lukmanul Hakim adalah seorang kepala keluarga yang sangat menyadari betapa penting arti melek informasi bagi keluarganya. Beliau selalu menyajikan informasi yang berharga untuk anaknya. Sehingga meskipun beliau bukan nabi tetapi nama tukang kayu ini diabadikan dalam Al Quran.
 Pertama,Lukman menasehati anaknya untuk tidak mempersekutukan Tuhan dengan tuhan-tuhan palsu selainNya.  Orang tua yang melek informasi menginginkan anaknya untuk selalu menjadi hamba Tuhan yang baik. Bukan budak hawa nafsu, budak jabatan, dan budak harta benda. Lukman yang dulu hidup pada zaman teknologi kuno sudah menjalankan misi keluarga melek informasi. Orang tua di masa kini dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat tentu tak boleh kalah dengan Lukman.
Orang tua yang berliterasi adalah orang tua yang selalu sempat untuk memberikan nasehat harian kepada generasi penerus bangsa ini. Bukan hanya ketika ada masalah saja tetapi sebelum masalah terjadi bekal spiritualitas sudah diberikan kepada anak tercinta.
 Pembekalan naluri beragama tentu tak cukup dengan menitipkan anak di pondok pesantren saja ( baca termasuk sekolah keagamaan lainnya). Naluri beragama selaku hamba Tuhan perlu bimbingan dan teladan orang tua secara langsung. Pendidikan di luar rumah adalah sekedar menu tambahan saja untuk menguatkan jiwa tauhid pada sang anak. Pendidikan di dalam rumah itulah menu pokoknya.
Kedua, sekecil apa pun perbuatan walaupun sebesar biji sawi akan diberi balasan oleh Tuhan. Amal shaleh maupun amal salah sekecil apa pun akan dibalas oleh Tuhan. Lukman ingin membiasakan anaknya untuk  melakukan kebaikan dari hal-hal yang sepele. Demikian pula dengan keburukan, Lukman ingin anaknya menjauhi keburukan sekecil apa pun agar kelak tidak terbiasa melakukan keburukan yang lebih besar lagi.Â
Kebaikan dan keburukan adalah proses pembiasaan yang perlu diajarkan di rumah oleh orang tua. Orang tua adalah cermin hidup bagi anak-anaknya. Orang tua yang shaleh sangat berpeluang besar untuk melahirkan anak-anak yang shaleh. Jika orang tua menginginkan anak shaleh maka perlu didahului dengan usaha menjadi orang tua yang shaleh dulu.
Ketiga,mendirikan shalat, menyuruh kepada jalan kebaikan, menjauhi jalan keburukan, Â bersabar dalam menghadapi ujian hidup dan meninggalkan kesombongan dalam menjalani hidup. Mutiara nasehat seorang Ayah yang bernama Lukman ini memang luar biasa. Shalat yang baik akan menguatkan perilakau membela kebenaran dan perilaku meninggalkan jalan keburukan. Sabar dalam meniti jalan kebaikan dengan tetap rendah hati tanpa angkuh. Inilah fungsi literasi sesungguhnya semakin mendorong kuat untuk melahirkan kebaikan di mana saja dan kapan saja.
Peran sekolah