Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mengungkapkan bahwa perjuangan dalam upaya mewujudkan dan mencapai cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terekam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia berfungsi sebagai memori kolektif bangsa.
Memori kolektif bangsa yang merupakan rekaman dari sejarah perjalanan bangsa tersebut merupakan aset nasional yang menggambarkan identitas dan jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Setiap langkah dan dinamika gerak maju bangsa, masyarakat, dan negara Indonesia ke depan harus didasarkan pada pemahaman, penghayatan, dan catatan atas identitas dan jati diri bangsa tersebut yang terekam dalam bentuk arsip.
Dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik dan bersih serta dalam menjaga agar dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara ke depan agar senantiasa berada pada pilar perjuangan mencapai cita-cita nasional, arsip yang tercipta harus dapat menjadi sumber informasi, acuan, dan bahan pembelajaran masyarakat, bangsa, dan negara.
Desa adalah ujung tombak pembangunan yang bukti kegiatannya harus diarsip  dengan baik. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Pembangunan desa yang baik adalah pembangunan yang memilliki  bukti administrasi nyata. Tidak ada sesuatu hal untuk abad modern sekarang ini lebih penting dari administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab itu sendiri akan sangat tergantung atas kemampuan kita untuk membina dan mengembangkan suatu administrasi yang mampu memecahkan masalah-masalah masyarakat modern" (Albert Lepawski dalam Siagian, 1971)
Siagian (1971)menyatakan jika pendapat ahli tersebut dianalisis lebih mendalam maka seseorang akan menarik kesimpulan bahwa tegak robohnya suatu negara, maju mundurnya peradaban manusia serta timbul tenggelamnya bangsa-bangsa di dunia tidak dikarenakan perang nuklir atau malapetaka, akan tetapi akan tergantung pada baik buruknya administrasi yang dimiliki.
Ironisnya, keadaan administrasi desa saat ini masih memprihatinkan. Ketika melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi arsip desa saya masih menemui ada pemerintah desa yang belum menggunakan lembar disposisi dan kartu kendali. Disposisi kepala desa langsung ditulis pada lembar  surat. Praktik seperti ini menyalahi kaidah tata kelola arsip yang baik dan benar. Arsip harus dijaga  agar tetap otentik.
Kesadaran untuk mengelola arsip dinamis dan  statis juga masih rendah. Gerakan Arsip Masuk Desa yang dulu dicanangkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo pada Tahun 2009 belum direspon sepenuhnya oleh pemerintah desa. Respon pemerintah desa baru sebatas menerima bantuan filling cabinet dan  mengirim peserta untuk mengikuti bintek kearsipan yang menjadi bagian dari gerakan ini. Meskipun demikian, ada sebagian kecil pemerintah desa yang menunjukkan kepedulian untuk merawat memori kolektif bangsa ini melalui arsip desa.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membangkitkan kesadaran merawat arsip mulai dari desa, pertama, membangun persepsi yang sama bahwa tertib administrasi desa dan tertib arsip merupakan satu paket pekerjaan untuk membangun memori kolektif bangsa. Jangan ada pemisahan dan dikotomis antara tertib administrasi dan tertib arsip. Tertib administrasi adalah tertib arsip dan tertib arsip ialah tertib administrasi desa. Soewarno Handayaningrat (1988) mengungkapkan bahwa administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan.
Kedua, menyediakan sumber daya manusia yang melek administrasi. Peningkatan anggaran negara untuk membangun desa tentu harus diikuti dengan peningkatan kualitas perangkat desa. Saat ini banyak desa yang mengalami kekosongan perangkat desa karena banyak yang memasuki masa purna.
SOTK pemerintah desa yang baru berdasarkan Permendagri No 84 Tahun 2015 menyebutkan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri dari Sekretariat Desa, Pelaksana Kewilayahan dan Pelaksana Teknis. Sekretariat Desa  paling banyak terdiri atas 3 (tiga) urusan yaitu urusan tata usaha dan umum, urusan keuangan, dan urusan perencanaan. Pelaksana Teknis paling banyak terdiri atas 3 seksi yaitu seksi pemerintahan, seksi kesejahteraan dan seksi pelayanan.