Dahulu ketika adapembagian BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) untuk rakyat miskin banyak yang salah sasaran. Demikian pula dengan program bantuan pemerintah lainnya.
Hal ini terjadi karena negeri ini tidak memiliki basis data kependudukan yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Di Kabupaten Sragen data jumlah penduduk versi BPS berbeda dengan versi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Saya yakin di daerah lain juga seperti ini.
Data penduduk miskin sampai saat ini masih beragam. Data penduduk miskin versi BPS tidak sama dengan data yang dibuat oleh TNP2K(Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). Mungkin juga berbeda lagi dengan data kemiskinan yang dibuat lembaga lain lagi. Sungguh aneh tapi nyata, jika pemerintah ternyata tidak tahu persis keadaan rakyatnya.
Untuk menghasilkan data penduduk yang valid perlu ada koordinasi antara BPS, TNP2K, dan juga Pemerintah Kabupaten/Kota. Selama ini masing-masing pihak berjalan sendiri-sendiri tanpa irama yang jelas dan penuh ego sektoral. Data kependudukan mesti harus diperbarui setiap bulan melalui struktur pemerintah yang sudah ada dari pusat sampai desa. Setahun yang lalu boleh jadi seseorang belum tergolong miskin, saat ini bisa saja dia tergolong miskin. Demikian pula sebaliknya.
Data yang tidak seragam juga sering membingungkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dalam menyusun DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap). Setiap lima tahun sekali pasti ada kejadian lucu tapi nyata. Orang yang sudah meninggal masih tercatat dalam daftar pemilu. Anak-anak balita yang belum tahu soal politik tiba-tiba masuk dalam daftar pemilih. Seandainya data kependudukan bisa dipertanggungjawabkan dan selalu diperbarui setiap bulan, tak perlu ada dana uang rakyat untuk keperluan verifikasi data. Lebih hemat bukan ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H