Mohon tunggu...
Romensy Augustino
Romensy Augustino Mohon Tunggu... Jurnalis - bermanfaat

sekadar cerita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Musik Barat Nan-Meraja

9 April 2018   00:30 Diperbarui: 9 April 2018   00:46 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Benak kita terhadap kata musik, ketika mendengarnya pertama kali pasti berbeda. Saya, kamu, kalian, mereka, ia, tua, muda, anak-anak mempunyai presepsinya sendiri terhadap musik. Jelas selera mereka pun akan berbeda terhadap sebuah jenis musik. Satu orang bisa mengatakan dangdut is the best of musik atau sebaliknya. Banyak faktor yang berpengaruh tentunya ketika seseorang menetapkan kata "suka".

Dewasa ini musik-musik barat semakin menjadi raja di rumah "jajahan". Kita bukan sedang ngobrol masalah jenis musik macam rock, pop, jazz, metal, atau sebagainya, tetapi permasalahan konsepsi barat dan indonesia. 

Faktanya semua kesenian tradisi "dipaksa dan diperkosa" menjadi barat untuk populer. Caontoh dangdut, bagaimana transformasi genre ini yang dulu bernama "orkes melayu", tanpa embel-embel musik barat tetapi justru merupakan gabungan atas unsur resapan dari arab dan india. Kini menjadi begitu sangat kental dengan estetika-estetika barat dalam karya musik atau dalam pertunjukan.

Memang harus diakui bahwa dangdut merupakan satu-satunya musik tradisi paling populer di indonesia saat ini dibanding keroncong dalam konteks musik tradisi populer. Itu tidak terlepas dari bagaimana kemampuan genre ini secara musikal. 

Dangdut mewadahi kebebasan berekspresi sang seniman. Di jaman klasik era rhoma, dangdut begitu populer karena motif-motif rock dalam melodi gitar, yang kebetulan rock menjadi "penyakit dunia ketika itu. Tahun 2000,- an era ieke nurjanah dkk, dangdut mulai masuk dunia layarkaca tapi sedikit menipiskan permainan kendang yang menjadi pakem. Kini semakin banyak sub genre yang muncul semisal koplo, pantura, atau sragenan di daerah.

Daerah berbeda dengan nasional secara musikal. Lagu "sayang" yang dipopulerkan via vallen rasa-rasanya menjadi pengulangan atas fenomena-fenomena masa lampau. Lagu ini masih sangat kental dengan nuansa koplonya ketika menjadi populer versi daerah. Pola kendang atraktif masih sering kita dengar bar demi bar. Berubah drastis ketika lagu ini dianggkat populer versi nasional. Pola kendangan menjadi begitu tipis bahkan hampir tak terdengar, mptif-motif musik klasik dominan mengisi part demi part dan memberikan kesan this is pop galau jawa.

Apakah memang harus begini untuk menjadikan kesenian tradisi menjadi populer versi nasional?. Asumsinya adalah ya, karena keroncong gagal berorientasi pada estetika musik barat dalam konteks industri yang berubah-ubah. Keroncong yang sejatinya merupakan adopsi dari musikologi barat masih terpaku dalam pakemnya yang akhirnya membuat masyarakan umum bosan dan hanya kaum-kaum tertentu yang menasbihkan dirinya menjadi penikmat.

Asumsi lain yang mencuat adalah mungkin fenomena di atas merupakan representasi masyarakat kita yang belum move on dari cara pandang barat dan masih sangat bergantung kepadanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun