Mohon tunggu...
Romel Krismanto Malensang
Romel Krismanto Malensang Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Keimigrasian

Riwayat Pendidikan: SDN 1 Poyowa Kecil (1997); SMP N 1 Kotamobagu (2003); SMK N 1 Kotamobagu (2006); Fisip Universitas Sam Ratulangi (2009); Pascasarjana Fisipol Universitas Gadjah Mada (2013).

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Asas Prudensial dalam Penerbitan Paspor Elektronik

2 Januari 2025   07:05 Diperbarui: 2 Januari 2025   07:05 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
E-Paspor Indonesia terbitan tahun 2024 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Teknologi paspor terus mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir. Adanya ancaman kejahatan internasional melalui penyalahgunaan paspor membuat negara-negara di seluruh dunia berlomba-lomba meningkatkan teknologi dan prosedur keamanan yang lebih mutakhir terhadap paspor yang diterbitkannya. Desain dokumen paspor konvensional yang awalnya hanya memuat biodata dan foto pemegang paspor kini umum dilengkapi chip yang berisi data-data biometrik sehingga semakin memudahkan proses identifikasi pemegangnya. Desain paspor tersebut secara global dikenal sebagai paspor biometrik, paspor digital, atau di Indonesia disebut paspor elektronik (e-paspor).

Paspor Indonesia terdiri atas paspor diplomatik, paspor dinas, dan paspor biasa. Jenis paspor yang terakhir atau paspor biasa itulah yang umum digunakan WNI sebagai salah satu dokumen perjalanan (travel document). Untuk menguatkan eksistensi paspor Indonesia secara global, maka sejak 2011 pemerintah Indonesia mulai menerapkan kebijakan e-paspor. Meski demikian, e-paspor tidak serta merta menjadi satu-satunya produk keluaran paspor karena masih dimungkinkan permohonan paspor non elektronik di kantor-kantor imigrasi. Baru di akhir tahun 2024, Direktorat Jenderal Imigrasi mengeluarkan kebijakan penerapan penerbitan e-paspor 100% meskipun secara bertahap. Artinya, kantor imigrasi hanya akan menerbitkan e-paspor sebagai satu-satunya produk paspor bagi warga negara Indonesia (WNI). Artikel ini membahas secara sederhana tentang urgensi e-paspor dan pentingnya prinsip kehati-hatian (prudensial) bagi kantor imigrasi yang menerbitkan.

Paspor sebagai Instrumen Kontrol Negara

Globalisasi menciptakan fenomena borderless dimana batas-batas antar negara seolah-olah tanpa sekat dan mengaburkan aspek geografis. Masyarakat dan komunitas lokal secara gradual mulai menerobos dan menyatu dalam satu ruang komunitas global. Dorongan berpergian ke luar negeri karena faktor ekonomi, pendidikan, agama, atau bahkan hanya untuk sekedar jalan-jalan membuat paspor menjadi kian laris manis. Gayung bersambut, pelayanan paspor juga semakin ditingkatkan. Proses layanan paspor kini hampir seluruhnya terdigitalisasi dan terintegrasi dalam SIMKIM (Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian). Inovasi pelayanan paspor terus bermunculan. Kebijakan penerbitan e-paspor 100% di 13 Kantor Imigrasi (bertahap diterapkan ke seluruh kantor imigrasi); semakin memudahkan masyarakat mengakses paspor dimanapun dan kapanpun.

Namun, segampang-gampangnya mengurus paspor bukan berarti paspor dapat diberikan secara sembarangan. Masih banyak anggapan bahwa memiliki paspor adalah hak setiap orang, sehingga negara harus memberikan paspor kepada siapapun, apapun alasannya. Padahal ada banyak prasyarat (terutama yang bersifat materil) dimana seorang warga negara dapat dipercaya untuk memegang paspor. Bashour (2019) memberikan sebuah analogi yang bagus tentang pentingnya paspor ini. Seperti air, kita baru menyadari betapa bernilainya ia ketika kita mulai kehausan tetapi akses terhadap sumber air sangat sulit. Sebaliknya, selama air dapat diperoleh dengan mudah dan permanen, tidak ada yang menghargainya. Di banyak negara, paspor dapat diakses dengan mudah sehingga mudah pula disalahgunakan. Kebanyakan dari kita gagal membedakan antara kepemilikan kewarganegaraan dan kepemilikan paspor. Padahal menjadi warga negara tidak serta merta berhak memiliki paspor kebangsaannya. Dalam keadaan tertentu penerbitan paspor dapat ditolak jika warga negara tersebut merupakan atau berpotensi menjadi "ancaman" bagi keamanan nasional.

Menjadi Petugas Imigrasi yang Prudent

Data menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat cenderung lebih memilih mengurus paspor elektronik ketimbang paspor biasa. Terjadi peningkatan 138% (818.339 permohonan) pada 2023 dibanding tahun sebelumnya. Jumlah permohonan e-paspor terus meningkat pada tahun 2024 menyusul kebijakan Direktorat Jenderal Imigrasi yang meluaskan jangkauan pelayanan e-paspor pada 126 kantor imigrasi di seluruh Indonesia. Di Sulawesi Utara (tempat penulis bertugas), dalam triwulan terakhir tahun 2024 (per 11 Desember), perbandingan jumlah permohonan e-paspor telah mencapai 77% (3.637 permohonan) jauh lebih banyak daripada permohonan paspor non elektronik (2.055 permohonan).

Tingginya animo masyarakat tentu mesti diimbangi oleh kesiapan petugas imigrasi yang akan menjalankan fungsi kontrol penerbitan paspor. Pemberian paspor adalah "bisnis penuh resiko". Kegagalan dalam membaca resiko dimaksud dapat berakibat fatal terutama apabila menyangkut tindak pidana perdagangan orang dan tindak pidana penyelundupan manusia (TPPO/TPPM). Sehingga penulis berpendapat bahwa asas kehati-hatian/prudensial harus menjadi keutamaan dalam meminimalisir resiko-resiko pemberian paspor. Asas prudensial merupakan salah satu konsep dalam praktik perbankan, dimana dalam pemberian pinjaman (kredit) bertujuan untuk mengarahkan nasabah agar nantinya tidak terjadi masalah atau gagal bayar (Damanik & Prananingtyas, 2019).

Dalam asas prudensial, terdapat instrumen analisis "the five C's of credit" atau 5C (Mujahidin, 2016), yang dalam implementasinya dapat berguna untuk menilai serta menentukan keputusan persetujuan atau penolakan terhadap suatu pengajuan permohonan e-paspor. 5C adalah akronim untuk: Pertama, character, meneliti riwayat hidup, reputasi, gaya hidup, dan hobi, serta pengecekan relasi sosial. Kedua, capital, menganalisis kemampuan pemohon paspor untuk membiayai perjalanannya ke luar negeri. Ketiga, capacity, menilai kapasitas calon pemegang paspor melalui pendekatan historis (past performance), pendekatan profesi (latar belakang pekerjaan dan pendidikan), pendekatan yuridis (apakah terdapat catatan-catatan pelanggaran hukum), dan pendekatan teknis (misalnya kemampuan berbahasa asing). Keempat, collateral, mencari bukti yang dapat menjamin kebenaran maksud dan tujuan permohonan paspor sesuai  dengan aturan yang berlaku. Kelima, condition of economy, menganalisis kebijakan pemerintah serta kondisi sosial ekonomi yang berpengaruh pada arus mobilisasi orang ke luar negeri.

Epilog

Paspor Indonesia terus berevolusi mengikuti tren perkembangan global. Kehadiran e-paspor dengan segala kelebihannya memang menarik lebih banyak orang untuk mengurus paspor. Dengan segala kemudahan dan fasilitas tentu harus sejalan dengan kapasitas prudensial petugas imigrasi. Menjadi petugas imigrasi yang prudent adalah pengejawantahan asas keselamatan masyarakat sebagai hukum tertinggi (sallus populi suprema lex esto). Oleh karena itu, butuh dukungan masyarakat untuk memaklumi bahwa dalam setiap pengajuan permohonan paspor ada aspek pengawasan keimigrasian yang juga harus dipenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun