Mohon tunggu...
Romel Masykuri
Romel Masykuri Mohon Tunggu... Jurnalis -

Pecinta buku dan kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Surat untuk Ibu] Maafkan Anakmu, Ibu

22 Desember 2015   13:25 Diperbarui: 22 Desember 2015   17:23 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ibunda Nur Hayati (Foto Pribadi)"][/caption]Ibu. Setiap kali aku hendak menyampaikan sesuatu kepadamu, hatiku bergeming, pikiranku meronta. Aku selalu ingat akan kesalahanku padamu dan Sang Khaliq.

Tentu aku selalu ingat ibu, tatkala seringkali aku melupakan pesan-pesanmu, terutama dalam menjalankan kewajiban shalat lima waktu.

Bila kau sudah berujar "Nak, jangan lupakan shalatmu. Sering-seringlah kirim alfatihah untuk almarhum abahmu dan mbahmu,"

Bila kalimat itu kau sampaikan lewat telpon, saat itu juga pikiranku terbayang akan kesalahan-kesalahanku kepada Sang Pencipta. Berapa kali aku meningglakan shalat shubuh karena kesiangan bangun. Seringkali shalat ashar hampir masuk waktu maghrib karena keasyikan ngopi dan ngobrol sama teman. Bahkan, selepas shalat pun jarang untuk mengirimkan do'a karena merasa ada kerjaan yang harus segera diselesaikan.

Ibu. Aku sudah dewasa jika dilihat dari segi umur atau pun dari pendidikan. Tapi aku sadar betul, kedewasaan itu hanya dalam konsep semata, belum sepenuhnya terpatri dalam gerak-laku hidupku. Bagaimana mungkin aku dikatakan dewasa jika dalam melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah dan seorang anak masih seringkali lalai. Ibu. Aku kalah jauh jika kedewasaanku diukur denganmu. Engkaulah guru terbaik dalam kehidupanku. Meminjam bait puisi D Zawawi Imron, engkaulah gua pertapaanku.

Sampai sekarang aku masih menjalani proses kehidupan ini, Ibu. Berusaha memperbaiki kulitas hidup. Berjibaku dengan impian dan harapan di masa depan. Setiap jengkal langkah kakiku, aku yakin do'amu selalu mengiri dan menjadi pijakan agar tak melampui batas dan rambu.

Ibu. Surat ini aku tulis sebagai permohonan maafku padamu, sebagai tangis penyesalanku. Tak mungkin aku lahir di dunia ini tanpa rahmat dan kekuasaan Allah yang disematkan lewat dirimu.

Ibu. Terima kasih atas do'a yang tak pernah henti engkau panjatkan untuk keselamatan hidupku. Terima kasih atas puasa yang pahalanya kau hadiahkan khusus untukku. Beribu maaf ibu, sebab sampai kini aku masih meminta rahmat Allah lewat doa-doa tulusmu. Semoga Allah memberikan perlindungan kepadamu setiap waktu. Semoga Allah memberikan kekuatan kepadaku untuk senantiasa berada dalam garis jalanNya. Semoga Allah memberikan kesempatan dan waktu untukku agar bisa berbakti kepadamu. Amin

Selamat Hari Ibu

Jogjakarta, 22 Desember 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun