"Hai pemuda, jika kamu memegang bedil ditangan kanan, haruslah kamu memegang palu ditangan kiri. Dan jika kamu memegang pedang ditangan kanan, peganglah arit ditangan kirimu"
Dari buku 'Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan' buah tulis Soe Hok Gie, aku jadi tahu di mana keberadaan terakhir mantan Perdana Menteri ke 2 di era presiden Sukarno.
Hasrat menemui sudah aku tanam jauh-jauh hari. Ini bagian dari ziarah sejarah, bukan fanatisme berlebih atau kunjungan basa-basi. Cerita sepak terjang anak muda kelahiran Medan, 27 Mei 1907 itu mencuri atensi dan memaksa ku menyisihkan waktu beberapa jam menapakkan kaki di desa Ngaliyan. Sebuah daerah di wilayah Kabupaten Karanganyar yang tidak begitu jauh dengan reservoir Lalung. Bukan sesuatu yang asing. Karena sebelum-sebelumnya aku kerap melewati daerah ini.
Siang di awal Desember menuntunku ke sebuah lahan pemakaman tua yang bersebelahan dengan kantor Dinas Perhubungan(dishub) kabupaten Karanganyar. Sebuah tembok setinggi 1,5 meter mengelilingi dan menjadi ornamen pemisah dengan lingkungan sekitar. Pintu besi di bagian barat kian menegaskan kalau njaratan(kuburan) itu mempunyai aturan yang harus di patuhi.
Sebelum memasuki areal pemakaman, orientasi medan aku lakukan. Sebatang sungai kecil menggurat di timur makam yang dilintasi jembatan mungil penghubung jalan kampung. Areal makam itu lebih tinggi dari sisi jalan samping. Kemungkinan, dulu adalah sebuah bukit kecil. Jemariku mengangkat slot. Terbukalah regol(pintu besi) meluncur tanpa halang.
"Assalamu'allaikum". Sapaanku lirih. Mata menusuki sudut-sudut kuburan dengan pikiran kosong. Hujan baru usai beberapa menit yang lalu. Bercak-bercak genangannya menyembul diantara jejeran nisan yang dipisahkan jengkal tanah. Bau basah tercium dihembus sepoi angin. Ketergesa-gesaan membuat kaki salah pijak. Sepatuku melesak di gundukan gembur. Kukira kering, ternyata terendap air. Lumpur menjilat sepatu. Warna coklat menempel padat. Aduh!.
Pandangan menebar seantero jangkauan. Tiada siapapun, hanya aku di siang bolong. Rumput bersembulan dibeberapa lekuk nisan, teronggok alami tumbuh liar. Mungkin pihak keluarga para penghuni kubur belum sempat berkunjung hingga membiarkan sesemak menjuntai bebas.
Motor aku parkirkan dekat rerumpun bambu persis didepan pintu masuk. Daun keringnya berjatuhan menutupi sekitaran. Hanya beberapa langkah darinya, tampaklah makam tokoh kontroversial, pejuang kemerdekaan yang membuat geger Republik Indonesia di awal berdirinya. Amir Syarifuddin Harahap a.k.a Sutan Gunung Sualoon.