Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjenguk Amir di Timur Kota

5 Desember 2023   22:46 Diperbarui: 5 Desember 2023   22:47 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Gambar milik: Fotograaf Onbekend/DLC

"Hai pemuda, jika kamu memegang bedil ditangan kanan, haruslah kamu memegang palu ditangan kiri. Dan jika kamu memegang pedang ditangan kanan, peganglah arit ditangan kirimu"

Dari buku 'Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan' buah tulis Soe Hok Gie, aku jadi tahu di mana keberadaan terakhir mantan Perdana Menteri ke 2 di era presiden Sukarno. 

Hasrat menemui sudah aku tanam jauh-jauh hari. Ini bagian dari ziarah sejarah, bukan fanatisme berlebih atau kunjungan basa-basi. Cerita sepak terjang anak muda kelahiran Medan, 27 Mei 1907 itu mencuri atensi dan memaksa ku menyisihkan waktu beberapa jam menapakkan kaki di desa Ngaliyan. Sebuah daerah di wilayah Kabupaten Karanganyar yang tidak begitu jauh dengan reservoir Lalung. Bukan sesuatu yang asing. Karena sebelum-sebelumnya aku kerap melewati daerah ini. 

Makam Amir Syarifuddin dan kawan seperjuangan di TPU Ngaliyan, Karanganyar (dokumen pribadi)
Makam Amir Syarifuddin dan kawan seperjuangan di TPU Ngaliyan, Karanganyar (dokumen pribadi)

Siang di awal Desember menuntunku ke sebuah lahan pemakaman tua yang bersebelahan dengan kantor Dinas Perhubungan(dishub) kabupaten Karanganyar. Sebuah tembok setinggi 1,5 meter mengelilingi dan menjadi ornamen pemisah dengan lingkungan sekitar. Pintu besi di bagian barat kian menegaskan kalau njaratan(kuburan) itu mempunyai aturan yang harus di patuhi. 

Sebelum memasuki areal pemakaman, orientasi medan aku lakukan. Sebatang sungai kecil menggurat di timur makam yang dilintasi jembatan mungil penghubung jalan kampung. Areal makam itu lebih tinggi dari sisi jalan samping. Kemungkinan, dulu adalah sebuah bukit kecil. Jemariku mengangkat slot. Terbukalah regol(pintu besi) meluncur tanpa halang. 

"Assalamu'allaikum". Sapaanku lirih. Mata menusuki sudut-sudut kuburan dengan pikiran kosong. Hujan baru usai beberapa menit yang lalu. Bercak-bercak genangannya menyembul diantara jejeran nisan yang dipisahkan jengkal tanah. Bau basah tercium dihembus sepoi angin. Ketergesa-gesaan membuat kaki salah pijak. Sepatuku melesak di gundukan gembur. Kukira kering, ternyata terendap air. Lumpur menjilat sepatu. Warna coklat menempel padat. Aduh!. 

Diantara regol besi dan rerimbun bambu (Dokumen Pribadi)
Diantara regol besi dan rerimbun bambu (Dokumen Pribadi)

Pandangan menebar seantero jangkauan. Tiada siapapun, hanya aku di siang bolong. Rumput bersembulan dibeberapa lekuk nisan, teronggok alami tumbuh liar. Mungkin pihak keluarga para penghuni kubur belum sempat berkunjung hingga membiarkan sesemak menjuntai  bebas. 

Motor aku parkirkan dekat rerumpun bambu persis didepan pintu masuk. Daun keringnya berjatuhan menutupi sekitaran. Hanya beberapa langkah darinya, tampaklah makam tokoh kontroversial, pejuang kemerdekaan yang membuat geger Republik Indonesia di awal berdirinya. Amir Syarifuddin Harahap a.k.a Sutan Gunung Sualoon. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun