Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyusup Masuk di Antrian Instansi Pemerintah: Strategi atau Bentuk Frustasi?

5 Mei 2017   16:01 Diperbarui: 5 Mei 2017   16:36 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi(SHUTTERSTOCK

“Menunggu adalah hal yang sangat membosankan”, begitu yang terjadi pada orang-orang yang sedang menunggu Antrian pada salah satu instansi pemerintah di Jalan Gatot Subroto Jakarta. Antrian yang begitu panjang dimanfaatkan sebagian orang untuk membaca, mendengar music, maupun bermain game di handphone.

Ternyata menunggu tak selamanya membosankan bagi sebagian orang yang mempunyai tujuan tertentu, seperti apa yang dilakukan salah seorang agen asuransi swasta yang saya temui hari ini. Ditengah begitu padatnya Antrian untuk mengurus dokumen perusahaan, salah seorang wanita setengah baya dengan wajah memelas menghampiri dan menanyakan tentang tata cara mengurus prosedur ijin perusahaan kepada saya, tanpa pikir panjang saya langsung memberikan arahan yang konkret kepada wanita tersebut tentang tata acara yang ia harus lakukan. Dengan penjelasan padat yang saya berikan, wanita tersebut mulai melemparkan sanjungan-sanjungan tetang pemahaman saya mengenai tata acara pengurusan dokumen tersebut. Selang berapa lama, wanita itu meminta nomor telepon saya dengan wajah yang memelas, Ia mengatakan bahwa salah seorang rekannya membutuhkan orang yang mengerti prosedur untuk mengurus dokumen yang dimaksud. Setelah memberikan nomor kontak, arah pembicara berubah 180 derajat, ia mengeluarkan brosur merah hitam bertuliskan nominal rupiah yang terbagi menurut bulan.

Benar saja, ternyata wanita tersebut merupakan salah satu agen asuransi swasta terkenal yang menyusup dalam ramainya antrian di instansi pemerintah. Bluffing, sebagai salah satu jurus jitu seorang marketing atau sales mulai ditunjukan, tanpa ragu wanita tersebut terus menjelaskan keuntungan yang akan didapat ketika saya memutuskan untuk ikut bergabung menjadi konsumen bagi perusahaannya. Dengan cara yang halus, saya mengolah kalimat penolakan kepada agen asuransi tersebut, tetapi seakan tidak mau kalah, wanita tersebut semakin frontal memberikan balasan yang terkesan memaksa.

Saya kembali berpikir, apa begitu beratnya target yang diberikan perusahaan, sehingga para agen asuransi menjadikan antrian sebagai sebuah peluang pasar yang produktif bagi produknya? Atau memang mereka sudah putus asa untuk mencari konsumen di tempat-tempat umum yang biasa.  

Hal yang paling mempengaruhi strategi marketing ini, tidak lepas dari pendapatan yang dihasilkan oleh seorang agen asuransi, seperti yang dikatakan oleh Ketua Dewan Asuransi Indonesia Kornelius Simanjuntak pada laman liputan6.com

"Income mereka bagi yang menekuni dengan baik kalau gaji S1 Rp 3 juta-Rp 4 juta (perbulan), itu sebelum satu tahun 6 bulan training review. Jangankan Rp 6 juta, Rp 15 juta -Rp 20 juta diraih, dengan syarat ditekuni,"

Peenjelasan Kornelius tersebut memberikan pemahaman, bahwa seorang agen asuransi dapat menikmati gaji dengan jumlah yang tinggi jika menekuni syarat pekerjaannya. Prase “syarat ditekuni” tersebut, tidak dapat diterjemahkan secara konkret, tetapi jika melihat dalam lingkup bisnis perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa prase tersebut mengandung makna tentang target yang diberikan kepada agen asuransi untuk menjual produknya dalam hitungan waktu tertentu.  

Dengan pemahaman tersebut, maka seorang agen asuransi dapat bebas memilih pasar yang dianggap potensial dari penerawangan-nya sendiri selama mereka dapat memenuhi target yang diberikan perusahaan. Maka tidak heran, jika instansi pemerintah juga menjadi tempat yang diincar untuk menawarkan produk-produk asuransi karena jumlah pengunjung yang stabil setiap harinya.

Perusahaan asuransi tampaknya harus mengkaji ulang tentang kode etik dalam pemasaran produknya, sehingga agen-agen asuransi tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan konsumen. Bagaimana konsumen hendak percaya memberikan kepercayaan tentang apa yang dituturkan oleh agen asuransi, sementara para agen menerapkan taktik yang boleh dikatakan curang untuk memperoleh informasi pribadi sang calon konsumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun