Wacana Gubernur DKI jakarta untuk kembali me-legalisasikan becak di jalan-jalan tertentu ibukota, menjadi isu hangat yang sedang diperbincangkan. Anies Baswedan, selaku Gubernur Provisi DKI Jakarta mengakui bahwa kebijakan untuk kembali menghidupkan transportasi tradisional tersebut didasari atas kontrak politik yang ditandatanganinya saat kampanye, seperti dilansir dalam artikel kompas.com
Walaupun menampik, bahwa kebijakannya didasari atas setiap kontrak politik saat kampenya Pemilihan Gubernur tahun lalu, Anies belum dapat menyakinkan banyak orang tentang alasan logis diberlakukannya kembali becak di jalan-jalan Ibukota.
Anies lebih memilih untuk mengikuti kontrak politik dibanding memberikan solusibagi tukang becak untuk beralih kepada pengembangan usaha UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah) yang lebih potensial atau metode lain yang dapat memberikan pendapatan yang lebih besar bagi para tukang becak.
Apa Manfaat naik Becak
Dahulu, menaiki Becak dengan kecepatan maksimal 15 km/jam, memungkinkan kita untuk lebih banyak menikmati pemandangan disekitar yang asri dan hijau, tetapi hal ini tidak lagi berlaku  apalagi di Jakarta, dimana setiap pengendara motor maupun mobil terkenal dengan egoisme dan tombol klaksonnya. Dengan hal seperti itu, maka sudah dapat dipastikan, bahwa dengan menaiki becak kita akan disugguhkan dengan berbagai macam kompleksitas jalanan Jakarta tanpa sama sekali bisa menikmati tiap kayuhan becak tersebut.
Kehadiran becak di jalan-jalan tertentu di ibukota, bukan menjadi kabar yang baik, karena permasalahan transportasi di Jakarta adalah tentang kuantiti kendaraan dan volume jalan yang jauh ketinggalan. Becak dengan lebar kurang lebih 1 (satu) meter akan cukup banyak memakan volume jalan yang tentunya akan menambah kemacetan.
Belum lagi, jika jam operasional becak tidak di atur, sehingga kemungkinan becak beroperasi pada jam padat sangat dimungkinkan. Sebagai ibukota, dan pusat ekonomi Negara dengna mobilitas masyarakat yang tinggi, becak menjadi transportasi yang bukan lagi menjadi pilihan seperti dulu kala, walaupun dilain sisi becak juga masih menyimpan sedikit mafaat bagi para penggunanya, seperti alat pengangkutan alternative jarak dekat dari pasar swalayan ke rumah-rumah warga sekitar.
Mendidik Gaya apa
Dalam artikel yang sama dalam kompas.com,Anies memperlihatkan rasa ibanya karena selama ini banyak dari tukang becak menjadi korban kejar-kejaran polisi. Rasa iba atau kasihan ini menjadi hal yang kontra produktif yang seharusnya tidak dikatakan seorang pemimpin dalam menetapkan sebuah keputusan.
Masyarakat tentunya harus terus diajarkan untuk berkembang sesuai dengan kebutuhan jaman, bukan mendidik dengan cara kasihan. Jika hal ini terus dilakukan, maka kebijakan dengan terobosan baru akan sangat minim dilakukan terlebih pada Jakarta yang memerlukan seribu perbaikan.
Dengan mengandalakan perasaan iba, maka setiap dilematisasi kebijakan akan berkahir tanpa perhitungan rasional, jika begini maka rakyat akan terus tidur bahagia dalam zona nyaman yang seharusnya. Dengan gaya didik seperti ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia akan terus menjadi penonton dalam persaingan pasar bebas seperti Asean Economic  Community.