Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tiga Hal yang Membuat "Kepo" Manajemen Perusahaan di Jepang

20 November 2017   12:20 Diperbarui: 20 November 2017   14:36 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.dailyherald.com / Yomiuri Shimbun photo

Setiap perusahaan memang mempunyai motto yang berbeda-beda dalam mengatur lingkup kerja para pegawainya. Terlebih jika hal ini dikaitkan dengan Perusahaan Modal Asing (PMA) yang berasal dari Jepang dimana sering kali membawa kultur budaya-nya dalam menjalankan sebuah bisnis di Indonesia. 

Perbedaan kultur kerja antara PMA Jepang dan  PMDN (Perusahaan Modal Dalam Negeri) memang tidak jauh berbeda dalam menerapkan profesionalisme dalam bisnis, tetapi cara berpikir PMDN yang sering kali memegang teguh prinsip "Dimana langit dijunjung disitu langit dipijak" membuat bergesernya unsur profesionalisme dalam berbisnis. 

Slogan tersebut bukan merupakan hal yang negatif tetapi sering kali ditafsirkan untuk membenarkan cara-cara yang bertentangan dengan hukum. Seperti halnya ketika perusahan membuat suatu Ijin tetapi instansi yang berhubungan mengharuskan adanya under table sebagai salah satu syarat illegal yang diwajibkan

Budaya dan etos kerja yang dimiliki masyarakat jepang, pada umumnya ditransfer secara langsung kedalam lingkup pekerjaan saat mereka memutuskan untuk melakukan ekspansi bisnis ke Negara-negara lain seperti Indonesia. Karena hal tersebut, maka tidak heran jika banyak ditemui karyawan perusahaan jepang yang mulai terbiasa melakukan Ojigi (mengucapakan salam sambil membungkuk) kepada atasanya ketika baru memasuki kantor. 

Sedangkan dalam hal pekerjaan, karyawan lokal di perusahaan jepang hampir semuanya dibuat sibuk bukan karena banyakanya load pekerjaan, tetapi sibuk untuk melapor setiap langkah yang diambil dalam menyelesaikan instuksi yang diberikan atasan. Berikut 3 hal dasar mengapa perusahaan Jepang terlihat Kepo:  

  • Hokouku: Dalam bahasa yang sederhana Hokouku diartikan sebagai respon terhadap pekerjaan yang diberikan oleh atasan. Respon atas pekerjaan ini harus dapat dilakukan dan dikordinasikan setiap saat kepada atasan tanpa pengecualian. Hokouku memberikan tanggung jawab bagi para pekerja untuk tidak "menunggu bola" di meja kerja, karyawan harus aktif dalam mencari informasi sekecil apapun dan melapokan hal tersebut kepada atasan dan bawahannya. Akibatnya, rasa kepo yang luar biasa sangat terasa antara si penerima instruksi dan bawahannya. Pada umumnya, PMA Jepang membagi Hokoku menjadi 3 tahapan laporan, yaitu Bad News, Normal News, Good News. Dengan cara tersebut maka sang pimpinan dapat memilih untuk memproritaskan bagian mana yang harus ditangani terlebih dahulu, sehingga semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara yang tepat, cepat dan akurat.

  • Renraku: Istilah renraku merupakan bentuk penyampaian pesan tentang suatu keadaaan & Informasi aktual mengenai pekerjaan kepada pihak terkait. Proses renraku memberikan tanggung jawab besar kepada karyawan untuk tidak menganggap enteng dan menyimpan sendiri masalah yang diaggap kecil dalam sebuah pekerjaan, tetapi mereka dituntut untuk memvalidasi informasi tersebut sebelum memberikan penjelasan kepada atasan dan bawah tentang informasi yang didapat tersebut.

  • Soudan: Bingung saat mengambil keputusan seringkali terjadi dalam suatu pekerjaan, karena terdesak dan harus segera memutuskan maka banyak karyawan salah mengambil keputusan yang tepat. Untuk meminimalisir hal tersebut makan perusahaan jepangan mengenal adanya Soudan atau proses menerima masukan sebagai bahan pertimbangan, sehingga karyawan memiliki gambaran tetang keputusan yang akan diambilnya. Kesalahan dalam mengambil keputusan ini, menjadi hal yang paling sangat menakutkan bagi sebagian karyawan di perusahaan Jepang, karena beberapa manajemen perusahaan melimpahkan beban dan biaya yang muncul akibat kesalahan dalam pengambilan keputusan kepada karyawan. Bayangkan jika anda mengalami kesalahan dalam mengambil keputusan, dan menyebabkan kerugian besar yang harus ditanggung sebesar 5 x gaji anda  Ngeri kan?

Dari tiga hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kepo tidak selalu ditafsirkan sebagai kegiatan negatif, tetapi juga merupakan hal yang positif dalam mebangun sebuah bisnis yang melibatkan banyak orang. Dengan keterbukaan informasi dan memvalidasi setiap informasi, perusahaan Jepang sangat optimistis dapat mejalankan bisnis yang sehat bagi perusahaan dan lingkungan sekitar. Hal tersebut seharusnya juga menjadi momentum bagi PMDN  dalam melakukan kegiatan bisnisnya kedepan, dengan menerapkan budaya nasional yang pas dalam kegiatan perusahaan ditambah dengan menumbuhkan  komitmen bagi setiap lapisan karyawan, maka bukan tidak penting  PMDN berangsur-angsur kembali ke jalur bisnis yang sehat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun