Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Bersiul Saat Karyawati Gunakan Rok Mini

7 September 2017   10:49 Diperbarui: 8 September 2017   15:05 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh: http://www.news.com.au

Wanita terlihat sangat senang berpenampilan menarik dalam aktivitas kesehariannya, terlebih jika ia masih muda yang berstatus lajang. Hal ini menjadikan pakaian sebagai salah satu objek pendukung untuk menciptakan gaya menarik sebagaimana dipikirkan wanita. Dalam lingkup pekerjaan, cara berpakaian wanita kebayakan di atur secara bebas dan pantas, tetapi sebagian lagi ada yang merasa nyaman dengan menggunakan pakaian yang sedikit terbuka, seperti penggunaan rok yang teramat pendek ataupun celana yang terlalu ketat.

 Dalam sudut pandang lelaki sejati, berkumis tipis, sedikit berkudis, seperti penulis, hal ini jelas sangat menarik perhatian karyawan lelaki lainnya yang kadang terlihat menggerakan kepalanya ke kanan kiri seakan terlihat pegal, tetapi kedua matanya tertuju ke arah pakaian wanita itu. Ketertarikan dengan cara seperti itu memang sudah biasa ditemui, tetapi jika seorang karyawan bersiul dan melontarkan kata-kata bernada seksual yang menyebabkan karyawati tidak nyaman, maka hal itu tergolong sebagai pelecahan seksual.

Dalam artikel yang disadur dari kompas.com, dikatakan bahwa siulan merupakan bentuk kekerasan seksual verbal yang sering terjadi dalam kehidupan sosial.  Walaupun siulan menjadi salah satu bentuk paling kecil dibandingkan dengan tindakan pelecehan seksual lainnya, tetap saja siulan dianggap sebagai cara seorang pria untuk mengobyektifikasikan tubuh wanita tersebut

Kriteria pelecehan seksual dalam peraturan perusahaan

Pelecehan seksual seakan menjadi masalah umum yang seringkali terjadi dilingkup sosial, dan sayangnya tidak pernah disadari. Menggoda wanita dengan bersiul, seakan menjadi budaya yang sudah sangat sering terjadi dalam lingkungan kita, terlebih perilaku ini banyak sekali di adopsi dalam adegan film atau sinetron yang menjadi konsumsi publik tiap harinya. Situasi yang terus menerus berulang tanpa adanya larangan inilah yang akan menyebabkan lahirnya suatu kebiasaan, sementara kebiasaan yang terus menerus diturunkan akan menjadi kebudayaan.

Mengubah budaya yang mengakar memang sangat tidak mudah dilakukan, untuk itu diperlukan perangkat hukum sebagai acuan berperilaku dalam ruang lingkup sosial. Sedangkan dalam lingkup pekerjaan, peraturan memainkan peranan yang besar untuk mereduksi perilaku pelecehan seksual, apalagi jika sang pembuat peraturan tersebut perempuan. Hal ini menjadi sangat penting sebagai langkah preventif dalam menangkis serangan pelecehan seksual yang terjadi di kantor, karena pada umumnya pelecehan seksual yang berlanjut ke jalur hukum sering gugur ditengah jalan akibat lemahnya bukti dari pihak korban.

Menyusun peraturan perusahaan dengan klausa pelecehan seksual didalamnya tidak perlu dibuat secara detail, tetapi cukup merujuk kepada peraturan yang berlaku saja, seperti mengadopsi bentuk pelecehan seksual yang dibuat Komnas wanita atau sejenis. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah kesepakatan dari bentuk hukuman atas tindakan pelecehan seksual yang terjadi dalam lingkup pekerjaan. Seperti pada umumnya, bentuk hukuman yang paling dikenal dalam lingkup pekerjaan adalah verbal warning(teguran lisan) atau warning letter (Surat Peringatan), namun khusus dalam tindakan pelecehan seksual hukuman tersebut dapat ditambah atau dimodifikasi dengan denda atau penalty yang tentunya tetap tidak melanggar ketentuan dalam undang-undang  

Marah menjadi perlu

Kejadian pelecehan seksual dikantor, baik verbal maupun non-verbal kadang ditenggarai juga dengan sikap tertutup korban pelecehan seksual yang umumnya adalah wanita. Situasi ini makin bertambah pelik, jika pelaku pelecehan seksual merasa malu untuk melaporkan apalagi jika dilakukan atasan yang mempunyai kekuasaan besar dalam sebuah perusahaan. Keadaan seperti ini bukan isapan jempol belaka, dalam artikel pelecehan seksual pun merebak di kantor media, dikatakan bahwa kronologis terjadinya pelecehan seksual dengan sentuhan fisik dilakukan oleh atasan sang wanita yang berpura-pura memanggilnya ke dalam ruangan.

Menurunkan tingkat pelecehan seksual di lingkungan pekerjaan sangat dibutuhkan sikap tegas dari dalam diri pribadi seseorang agar perilaku yang sama tidak terus terjadi. Marah diiringi suara tinggi tanpa memaki adalah bentuk tegas yang elegan dalam lingkup kantor, anda tidak perlu mengeluarkan kata-kata kotor jika mampu membentuk dan mempertajam sebuah kalimat. Jika anda memilih untuk terus diam, maka pelaku pelecehan seksual akan semakin bertambah jumlahnya, karena akan berpikir bahwa anda juga menyukai perilaku yang mereka lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun