Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilangnya Sosok Pamong dalam Dunia Pendidikan Tinggi

3 Mei 2017   07:41 Diperbarui: 3 Mei 2017   10:48 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah K.H Dewantara yang mendirikan perguruan nasional bernama Tamansiswa. Dasar-dasar pendidikan nasional melalui hasil pemikirannya masih sangat relevan dengan perkembangan jaman saat ini. SemboyanTut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karsa, Ing Ngarsa Sung Tulada merupakan gagasan K.H Dewantara yang berkeinginan melahirkan Pamong (guru) yang berkualitas dalam mendidik sikap dan karakter generasi muda yang berjiwa nasionalis.

Dosen sebagai guru dalam dunia perkuliahan, menjadi tumpuan untuk menerapkan 3 (tiga) semboyan K.H Dewantara tersebut. Tetapi, seiring perkembangan jaman dan tingkat kebutuhan hidup yang terus meningkat, para pengajar di lingkup perguruan tinggi sering kali melupakan esensi pendidikan dan tanggung jawabnya sebagai pamong.

Dosen saat ini, terkesan lebih banyak disibukkan dengan urusan pribadi diluar kampus sehingga lebih memilih mengorbankan jam mengajarnya di kampus. Selain itu, perilaku yang ditunjukan dalam sosial media saat tingginya tensi politik dalam pemilihan presiden tahun 2014 maupun Pilkada Jakarta 2017 lalu, menegaskan pudarnya esensi pamong pada lingkup perguruan tinggi. Dengan kondisi demikian maka dikhawatirkan para murid (mahasiswa/i) akan menjadi sarjana yang kehilangan kepercayaan diri atas kemampuan yang dimilikinya.

Berdasarkan laporan dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) saat ini Indonesiamemiliki 557 Universitas (Negeri maupun Swasta) yang terakreditasi. Jika suatu Universitas memiliki 4 kali periode wisuda dalam 1 (satu) tahun, dengan rata-rata jumlah calon wisudawan/wisudawati yang bergelar sarjana sebanyak 150 orang tiap periode-nya, maka satu universitas dapat memproduksi 600 orang yang bergelar sarjana per tahun. Hasil tersebut jika dikalikan dengan jumlahUniversitas di Indonesia sebagaimana yang dilansir PDPT, maka dalam satu tahun Indonesia dapat melahirkan 334.200 sarjana.

Besarnya jumlah lulusan sarjana tersebut , berdampak pula pada tanggung jawab dosen dalam memastikan lulusan sarjana yang berkualitas, oleh karenanya dosen harus kembali dituntun untuk menerapkan kembali sistem among dan peran among sebagaimana yang diartikan dalam kutipan membumikanpendidikan.com:

“Sistem among mengutamakan kodrat alam anak didik yang didampingi oleh seorang pamong (guru). Seorang guru bukan sebagai seorang diktator yang haus akan kekuasaan atau kehormatan pribadi, tetapi dengan suatu visi yang secara sukarela dan penuh dedikasi dalam membantu peserta didik untuk menemukan dirinyasendiri atau untuk dapat berdiri sendiri atas kemampuanya sendiri"

Profesi sebagai dosen harus dilihat sebagai pilihan yang sukarela dan penuh dedikasi, sehingga walaupun dosen tersebut mempunyai kepentingan pribadi diluar lingkup perguruan tinggi, ia akan tetap mengutamakan anak didiknya sebagai tujuan utama. Esensi pamong tersebut juga dapat merubah pola ajar dosen yang mengandalkan “perintah” menjadi tuntunan untuk berkembang, sehingga secara tidak langsung merubah sikap murid untuk membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimilikinya.

Konsep dorongan moral yang diberikan pamong, diharapkan dapat menjadi bekal anak didik setelah lepas dari pendidikan formal, khususnya dalam mengusahakan keselamatan dan kebahagian hidup lahir dan batin dalam lingkup pekerjaan, masyarakat maupun diri pribadi. Dengan begitu, lulusan sarjana bukan hanya berpikir lulus untuk bekerja saja tetapi juga dapat berpikir untuk  lulus dan membuka lapangan pekerjaan.

Untuk itu, melahirkan banyak sarjana tidak hanya dapat dilihat sebagai prestasi Negara dalam menciptakan kesetaraan pendidikan, namun Negara juga harus turut serta menjamin kualitas para lulusan sarjana dengan menanamkan kembali sistem among dan peran among sebagaimana yang terkandung dalam pemikiran K.H Dewantara.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun