Tuntutan buruh dari tahun ke tahun tidak terlepas dari persoalan kenaikan upah. Upah yang diterima buruh yang didasari atas UMP (Upah Minimum Provinsi) dianggap tidak sesuai dengan tingginya kebutuhan hidup layak saat ini. Sementara UMP sendiri disusun berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum.
Buruh tidak pernah lelah menyuarakan perlawanan dalam upah rendah, hal ini dikarenakan sebagian besar buruh tidak mempunyai alternatif penghasilan lain selain mengharapkan upah bulanan dari perusahaan pemberi kerja (PPK), sehingga ketergantungan nafkah keluarga mereka hanya berada pada satu sumber saja
Upah memang menjadi hak dari setiap pekerja, namun apakah upah yang tinggi menjadi satu-satunya harapan buruh untuk mencapai kehidupan yang lebih baik?
Kerjasama antara buruh dan perusahaan, umumnya dilakukan dengan menggunakan perusahaan jasa pemborong pekerjaan (outsourcing) sebagai pihak ke-tiga. Rekrutmen melalui perusahaan outsourcing di klaim dapat menghemat dan mengendalikan biaya operasional PPK menjadi lebih rendah, dibandingkan mengelola karyawan secara langsung. Menghemat biaya pegeluaran pada PPK tersebut sangatlah wajar, terlebih lahirnya Badan Usaha yang berbentuk Perusahaan bertujuan untuk mencari keuntungan semata, sebagaimana penjelasan yang tertulis pada badanusaha.com:
Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, danekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan
Pengertian di atas mempertegas bahwa perusahaan dibentuk untuk menghindari kerugian dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini menyebabkan PPK sangat mudah menolak tuntutan kenaikan upah yang disuarakan buruh perusahaan, apalagi jika posisi PPK belum mendapatkan keuntungan finansial di atas biaya produksi.
Sangat disadari bahwa untuk mendapatkan laba yang tinggi, perusahaan juga harus menggantungkan harapannya kepada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya, sehingga barang/jasa yang di produksi dapat terus terjamin produktivitas dan kualitasnya. Untuk mengembangkan SDM yang berpotensi, PPK biasanya membuka kesempatan bagi tenaga kerja pilihan untuk mengikuti pelatihan soft skills, dengan harapan tenaga kerja tersebut mampu menjadi asset PPK yang memberikan banyak kontribusi pada bisnis PPK kedepan. Tetapi selama ini, pelatihan soft skills yang dilakukan PPK lebih banyak ditujukan kepada level staff ke atas, karena dianggap lebih menjanjikan. Sedangkan buruh, hanya mendapatkan pelatihan hard skills yang lebih banyak mengasah keterampilan teknis dalam bekerja.
Berdasarkan pengertian yang dilansir dalam ikhtisar.comÂ
Soft skillsadalah sikap, perilaku atau karakter individu yang ada dalam diri masing-masing
Penjelasan tersebut menekankan bahwa pelatihan soft skills merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengembangakan sikap, perilaku dan karakter individu dalam menunjang pekerjaannya. Bentuk dari soft skills sendiri bisa bermacam-macam, dari cara membangun integritas, komitmen, etika, membangun kerjasama tim, berpikir logis, atau membentuk argumen jujur.
Pelatihan soft skills memang tidak dapat menjamin 100% kehidupan buruh menjadi lebih baik, tetapi pelatihan yang terus dilakukan secara berkala akan menghasilkan kepribadian yang lebih tangguh dalam menghadapi masalah yang terjadi di sekitar wilayah kerja maupun kehidupan pribadi. Sehingga, kapasitas buruh diharapkan dapat meningkat dan dapat bersaing dalam jenjang karir yang lebih tinggi lagi. Jika buruh dapat berkompetisi melalui kompentensi yang dibangun dari pelatihan Soft Skills maka buruh berpotensi membuka peluang karir dan upah yang lebih tinggi lagi dan tentunya akan mempengaruhi kehidupan buruh yang lebih baik lagi.