Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Internet Gratis untuk PR Biologi Sang Adik

12 Desember 2014   18:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:27 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14183583491676810791

[caption id="attachment_382144" align="aligncenter" width="560" caption="Pada bale-bale bambu, di bawah pohon mangga itu, tempat anak - anak bermain dan belajar "][/caption]

Sumber Gambar : di sini

JAUH dari pusat kota tidak harus terbelakang dan eksklusif. Listrik seringkali padam tak tahu apa sebabnya memang lumrah. Kadang padam untuk beberapa jam. Kalau malam hari biasanya padam sampai subuh menjemput. Terpaksa adikku dan dua temannya yang masih duduk di bangku kelas 8 SMPN 4 Nangapanda harus segera menyalakan pelita. Hampir setiap malam, lampu pelita adalah cerita perjuangan menemukan huruf demi huruf yang buram. Cahaya remangnya menuntun tangan – tangan mereka tuk menulis dan mengerjakan PR dari sekolah. Kondisi ini tidak membuat mereka surut belajar.

“Kak, sinonim itu apa? Antonim itu apa?” tanya mereka tatkala mengerjakan PR Bahasa Indonesia. Sebelum menjawab saya balik bertanya, mengapa tidak cari dulu di buku pegangan. Serentak mereka menjawab, “Tidak ada”. Buku paket atau pegangan tidak ada, kalau pun ada itu hanya beberapa teman mereka di sekolah yang memilikinya. Untuk mendapatkan itu, mau tidak mau harus merogoh kocek yang lumayan besar untuk beberapa mata pelajaran. Menurut adikku, mereka punya perpustakaan namun tidak lengkap buku – bukunya. Hanya beberapa ensiklopedi dan kamus bahasa Indonesia dan Inggris. Saking tipisnya kamus itu, beberapa kata dan istilah bahkan tidak ditemukan.

Saya kemudian menjawab pertanyaan tadi. Mereka asyik mencatatnya. Lengkap, saya berikan dengan contoh kata dan kalimat.

Lanjut ke soal IPS, “Kak, pemberontakan PETA itu tahun berapa dan siapa yang pimpin?” Hmmm... ini pertanyaan sudah mulai agak sulit. Saya terpaksa harus membuka memori yang terekam saat pelajar seperti mereka dulu. Perlahan saya jelaskan pemberontakan yang dipimpin oleh Supriyadi di Blitar itu. Mereka pun sigap mencatat.

Begitu dengan soal – soal lainnya, masih bisa saya jawab. Tugas PR mereka sudah selesai. Tiga mata pelajaran tadi, Bahasa Indonesia, IPS dan Biologi, kecuali salah satu soal Biologi tidak bisa dijawab, bisa jadi tidak terekam lagi di ingatan. Makhlum tidak terlalu suka biologi walau ini bukan alasan yang tepat. Anak – anak di kampung ini, Kepi, (Desa Rapowawo, Kecamatan Nangapanda, Ende Flores) tahu saya ini sarjana, pasti serba tahu. Serba bisa. Ini memang sulit, saya tidak bisa membedakan tiga istilah biologi; turgor, taksis dan iritabilitas. Saya hanya tahu gerakan tumbuhan akibat rangsangan, tapi perbedaannya, hanya bisa menggelengkan kepala.

Saya menyerah kalah pada tiga istilah itu. Berharap mereka bertanya pada guru mereka besok. Dalam hati, saya merasa belum bisa bantu mereka secara total. Andai kampung ini ada internet gratis, pasti adikku dan teman – temannya bisa mengerjakan PR dengan benar. Dengan internet gratis, tentu atas panduan saya setiap belajar malam seperti ini, mereka bisa berselancar di laptop ini. Saya pandu mereka, cara mendapatkan e-book buku pelajaran sebagai buku pegangan, menemukan istilah – istilah asing yang sulit kamus on-line dan mengajak mereka menonton, melafal dan mengucapkan kata – kata Bahasa Inggris dari percakapan di youtube. Terlebih, andai ada internet gratis di kampung ini, tiga istilah dalam soal PR Biologi tadi bisa dikerjakan.



Kampung Kepi, Ende - Flores, 12 Desember 2014

Tulisan lain di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun