Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ende Panik, Eks PSK Gang Dolly Serbu Flores

17 Desember 2014   19:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:07 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14187953781062276972

[caption id="attachment_383312" align="aligncenter" width="261" caption="Gambar Ilustrasi"][/caption]

Sumber gambar: di sini

PENUTUPAN dan pembekuan tempat pelacuran terbesar di Asia Tenggara, Gang Dolly Surabaya sejak Oktober silam menghembuskan dampak kepada lain. Beberapa daerah di Indonesia cemas. Tidak ketinggalan di Flores, penutupan lokalisasi yang berada sejak 1960-an ini membaca kepanikan.

Seperti diberitakan koran lokal, Flores Pos, Rabu (17/12), Wakil Bupati Ende Djafar Achmad menghimbau masyarakat Flores agar mewaspadai kehadiran mantan penghuni tempat hiburan malam Gang Dolly dari Jawa Timur. Diduga, mereka menyerbu Flores dan daerah lainnya di Indonesia, dan Ende adalah salah satu tempat yang dituju.

Djafar Achmad mengakui, menerima laporan dari sejumlah pihak tentang adanya sinyalemen kehadiran mantan penghuni Gang Dolly di Kabupaten Ende. Pemkab Ende sejauh ini belum melakukan tindakan karena masih harus bukti – bukti yang kuat.

Lebih lanjut, Wakil dari Bupati Ende Ir. Marselinus Y W Petu menegaskan sebagai salah satu kota religius, beliau telah memerintahkan intelejen, Kesbangpolinmas, dan Satpol PP serta aparat penegak hukum untuk melakukan pemantauan dini. Langkah pencegahan jauh lebih efektif daripada melakukan penindakan di kemudian hari.

Wakil Bupati yang dilantik 7 April 2014 lalu ini kemudian mengakui kendala utama untuk mengatasi persoalan ini terletak pada ketiadaan Perda Trantib. Untuk itu perlu kerja sama semua pihak termasuk Perguruan Tinggi supaya mengkaji secara mendalam tentang Perda Transtib, termasuk Perda Tata Kota Ende.

Centilan Tak Bertuan

Hmmm...sekian tahun, Pemkab Ende tidak memiliki Perda Trantib? Sesungguhnya kepanikan di atas tidak berlebihan, fakta itu ada. Cukup menguliti kepingan malam di Taman Renungan Bung Karno, dan atau menjejaki Sola Fide, persis belakang gereja Syallom. Belum terbukti juga susuri hotel dan diskotik yang mulai menjamur. Atau kalau dugaannya tidak hanya mantan penghuni Gang Dolly yang menyerbu Ende, kos – kosan mahasiswa dan pelajar di kota rahim Pancasila ini adalah “Gang Dolly” yang sesungguhnya. Ini yang diharapkan sejak dulu dicemas-galaukan oleh masyarakat Ende. Sekiranya ada Perda yang mengatur rumah kos dan kontrakan. Entah namanya Perda apa. Biar tidak ada keluhan orangtua di kampung, “jangan perginya satu, pulangnya dua, syukur tiga”.

=============================================================

Catatan:

“perginya satu, pulangnya dua, syukur tiga”, maksudnya, seorang anak nona dari kampung pergi kuliahnya sendiri, tapi belum habis kuliah pulang sudah bawa anak bayi, syukur kalau ada suami yang jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun