[caption id="attachment_398405" align="aligncenter" width="600" caption="Lokasi Pemandian Air Panas Ae Wau, Desa Nggela Kec Wolojita, Ende-Flores (dok Roman)"][/caption]
Ae Wau, sebagaimana namanya begitulah karakternya. Dalam bahasa Ende – Lio, kata “Ae” adalah air dan “wau” adalah bau. Jadilah, air yang berbau, baunya menyengat karena kandungan balerang tinggi. Ae Wau menjadi tempat pariwisata favorit di desa Nggela, Kecamatan Wolojita, Kab Ende – Flores, NTT.
[caption id="attachment_398411" align="aligncenter" width="600" caption="Menelusuri ladang jagung warga (dok Roman)"]
Kamis sore (19/02), saya menyempatkan waktu untuk mengunjungi tempat pemandian air panas itu. Bagi kebanyakan turis dan wisatawan domestik lain, Ae Wau adalah tempat perhentian terakhir setelah menikmati danau tiga warna Kelimutu, lalu turun ke kampung tradisional Nggela dengan rumah adatnya yang artistik nan tradisional, kemudian sejenak memanjakan tubuh di kolam air panas. Sungguh sebuah perjalanan yang layak dinikmati.
[caption id="attachment_398407" align="aligncenter" width="600" caption="Jalan menuju lokasi, 4km dari Nggela (dok Roman)"]
Dari kampung tradisional Nggela, tidak jauh. Kita cukup menghabiskan waktu 10 menit dengan sepeda motor. Andai menggunakan kendaraan roda empat, terpaksa harus berhenti di Wolojita, lalu kita berjalan kaki, menelusuri kebun dan ladang warga. Sekitar satu kilometer kita sudah tiba di lokasi.
[caption id="attachment_398408" align="aligncenter" width="600" caption="Ruang ganti dan toilet yang baru di bangun (dok Roman)"]
Kini pemerintah Kab Ende sedang meriasnya dengan membangun WC dan ruang ganti serta akan dibangun pagar keliling, namun prasarana menuju Ae Wau sangat memprihatinkan. Belum ada jalan raya, masih jalan tani warga untuk pergi ke kebun. Tidak heran, kondisi ini membuat Ae Wau dilirik sebelah mata.
[caption id="attachment_398409" align="aligncenter" width="600" caption="Ka'e Maci sedang mandi (dok Roman)"]
Meski demikian, Maksimianus Mbus – Ka’e Maci sapaannya, teman penunjuk jalan menceritakan, pada hari Minggu atau hari libur, Ae Wau tidak sepi. Selain turis dan wisatawan domestik, juga masyarakat sekitarnya, seperti wilayah Kec. Wolojita, Wolowaru, Kelimutu, Lio Timur dan Ndori. Tak ketinggalan pengunjung dari kota Ende atau Maumere yang menghabiskan akhir pekan. Di hari – hari biasa, umumnya pengunjung dari daerah lain dengan misi khusus yakni mengobati berbagai penyakit kulit.
Sementara mandi kemarin, saya menemukan beberapa recehan rupiah di dalam kolam dan di bibir kolam. Ka’e Maci memberitahu, pengunjung yang menaruh recehan itu. Iya sebagai persembahan untuk menyembuhkan penyakit mereka. Bahkan bukan hanya penyakit kulit, Ae Wau dapat mempercantik kulit dan wajah dengan membedak lumpurnya.
[caption id="attachment_398412" align="aligncenter" width="700" caption="Ada dua kolam, untuk laki - laki dan perempuan (dok Roman)"]
Selepas mandi, Maci mengingatkan saya, tunggu besok pagi baru kita bisa mandi dengan sabun. Maka sepulang rumah saya tidak langsung mandi. Meski menyisakan sedikit bau, saya tetap menggenapi saran Ka’e Maci. Katanya, biar kulit tidak terkelupas dan khasiatnya ‘nendang’ dan meresap dalam pori – pori kulit dan wajah. Dan benar demikian, wajah saya hingga kini lebih mulus. Serius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H