Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tas Noken untuk Gerakan Net-Zero Emissions

19 Oktober 2021   12:31 Diperbarui: 19 Oktober 2021   13:07 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mama Yuliana Degai yang berjualan noken di lapangan bekas pasar sentar, Kota Timika, Kabupaten Mimika, Papua. Foto: ADRIAN FAJRIANSYAH via KOMPAS

Terutama di laut, sampah kian menumpuk. Penelitian dari UC Davis dan Universitas Hasanuddin menguatkan Indonesia sebagai penghasil sampah plastik laut terbesar kedua di dunia. Penelitian ini menunjukkan 23 persen sampel ikan yang diambil memiliki kandungan plastik di perutnya.

Pemerintah pusat dan daerah melakukan berbagai upaya untuk dapat mengurangi penggunaan emisi. Kebijakan pembangunan rendah karbon pun diterapkan di berbagai sektor, salah satunya sektor energi seperti penurunan intensitas energi (Efisiensi Energi), pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).

Namun, usaha pemerintah belum berdampak nyata terutama pada pengurangan sampah plastik -- yang menjadi penyumbang terbesar ke-2 berdasarkan jenis sampah. Riset dari University of Hawaii di Manoa menemukan bahwa plastik akan melepaskan gas rumah kaca begitu terkena cahaya. Para peneliti menemukan, cahaya tidak hanya memecah plastik, tetapi juga membuat plastik melepaskan metana dan etilena. Dua gas ini menyebabkan masalah bagi lingkungan.

Terdapat belasan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait gerakan Net-Zero Emissions. Mulai dari UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, Permen No.14 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah pada Bank Sampah, dan terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup berupa SE.1/MENLHK/PSLB3/PLB.0/2/2021 tentang Hari Peduli Sampah Nasional 2021. Tetapi belum menjawab substansi persoalan sampah, terutama sampah plastik.

Nah, suatu sore ketika menghidu aroma kopi khas Flores sambil menikmati pisang goreng buatan istri, terletup tanya dalam hati, mengapa pemerintah tidak melarang saja penggunaan kantong plastik di tempat-tempat belanja? Atau bisakah produksi kantong/tas dari kain, kulit kayu, anyaman bambu, dan rotan lebih dioptimalkan?

Saya sungguh merindukan "noken" (tas yang berbahan kulit kayu) dari Papua dan "bere" (tas berbahan daun lontar) dari Flores sebagai tas belanja pengganti kantong plastik. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun