Sebanyak 53 prajurit 'gugur' dalam tenggelamnya KRI Nanggala-402. Saya sengaja memberikan quotation mark tunggal yang mengapit kata gugur, untuk tidak gegabah mengatakan mati konyol. Sedih bercampur heran, memirsa dan mendengar berita itu.
Lebih sedih lagi, ramai-ramai rakyat menaruh tagar, #on eternal patrol. Seakan kita cukup puas dengan mengetik "pray for...". Sejuta doa melampung di medsos. Puisi-puisi indah tercipta. Lirik-lirik lirih terlahir untuk menggugah rasa.Â
Beberapa jenak, kita memanen empati yang datang dalam rentetan komentar: "mereka tidak hilang, mereka berpatroli untuk menjaga samudera selamanya."
Pemerintah segera tampil dilayar kaca. Hanya mau mengatakan, prihatin dan turut berduka cita. Selebihnya, memuji-muji korps "Hiu Kencana" sebagai putra dan patriot terbaik bangsa, menjaga kedaulatan negara.
Lalu, cukupkah dengan sejuta tagar doa dan ungkapan belasungkawa? Saya pikir, tidak, untuk tenggelamnya KRI Nanggala 402 ini.
Jejak digital tidak pernah menipu. Presiden kita, Joko Widodo dalam kampanye sebagai Capres menekankan pentingnya penguatan alutsista bagi TNI. Prabowo Subianto-yang kala itu rival dalam Pilpres, juga memiliki niat yang sama. Saya ingat baik, Prabowo mengatakan, modernisasi alutsista adalah prioritas utama.
Namun, apa yang terjadi setelah berkuasa. Jokowi menjadi Presiden dan Prabowo menjadi Menteri Pertahanan? Sambil 'garuk-garuk kepala' Prabowo berkata, rumitnya pekerjaan mengelola pertahanan negara.
Saya mau katakan begini: lebih sulit mencari pemimpin yang berjiwa besar dan mengakui salah di negeri ini. Ramai-ramai 'cuci tangan' bila musibah datang. Hanya ucapan belasungkawa sebagai pelipur lara.
Nah, bisakah pihak-pihak terkait diperiksa. Termasuk menagih janji Jokowi dan Prabowo. Sebab, jauh-jauh sebelum kapal tenggelam, Komandan KRI Nanggala-402 Letkol Laut (P) Heri Oktavian mengungkapkan kegalauan atas kapal selam bekas yang kita miliki.
Ditambah, pengamat pertahanan, Conie Rahakundini Bakrie, mengatakan, selama ini sistem MRO (perawatan, perbaikan, dan pemeriksaan) terhadap alutsista tidak pernah diaudit. Institusi seperti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tidak hanya mengaudit proses pengadaan (KOMPAS, 26 April 2021).