Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cerita Kebanggaan Kakek Yeremias Menyentuh Sepeda "Merdeka"

26 Maret 2021   12:35 Diperbarui: 26 Maret 2021   13:07 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepeda Onthel. Sumber: Pixabay.com

Dasar orang kampung. Sendal saja tidak tahu pakai, apalagi naik sepeda. Ia pegang sebentar saja. Lalu, memandang barang aneh itu dengan wajah kusut. Sudah pasti, ia tidak bisa jadi tentara KNIL gegara tidak bisa naik sepeda. Sebab, kendaraan satu-satunya bagi tentara KNIL berpatroli.

Begitulah kisahnya. Kakek bangga setengah mati. Biar tidak berhasil menjadi tentara KNIL, tapi sudah bisa menyentuh sepeda Belanda itu. Kala itu, sepeda ini sangat mahal. Tidak semua orang memilikinya.

Kakek menyebutnya, sepeda "merdeka". Hingga kini kami di Ende (Flores-NTT) lazim menyebutnya, sepeda "merdeka", atau sepeda "Brai" (Brai adalah sebuah kampung nelayan sebelah Barat kota Ende, sekitar lima kilometer. Banyak orang Brai menggunakan sepeda ini untuk menjual ikan dan beraktivitas lainnya).

Saya pernah bertanya kepada Kakek, mengapa disebut sepeda "merdeka"? Jawabannya sederhana. Katanya, ketika pekik kemerdekaan digaungkan, sepeda itu diambil orang-orang pribumi. 

Dengan dihiasi bendera Merah-Putih, mereka melakukan pawai, mengelilingi kota dengan sepeda itu. Maka, jadilah sepeda "merdeka".

Setelah saya membaca beberapa sumber, jenis sepeda ini namanya sepeda ontel. Dibuat di Jerman pada 1817.

Konon, penemuan sepeda ini tidak bisa dilepaskan dari peristiwa meletusnya Gunung Tambora, pada 5 April 1815. Gunung Tambora berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia mengerupsi hingga Juli 1815. Letusan itu memicu pemanasan global dan panas bumi.

Dampaknya, di Eropa, pada 1816 beberapa tempat turun hujan salju, langit terus-menerus gelap, dan panen gagal. Eropa memasuki tahun-tahun buruk. Cuaca buruk membuat transportasi, yang biasanya mengandalkan kuda dan angkutan air, menjadi tidak nyaman. Bahkan banyak kuda disembelih karena cadangan makanan menipis dan para pemilik kuda kesulitan mencari pakan kuda.

Kondisi inilah sepeda ontel dibuat sebagai sarana transportasi. Kemudian dibawa oleh Belanda ke Tanah Air pada 1910. Sepeda ini lumrah digunakan oleh pegawai kolonial, kaum bangsawan, saudagar kaya dan misionaris.

Sepeda ontel, selain saksi sejarah pewartaan iman Katolik, juga jejak perjuangan bangsa. Ia turut merayakan kemerdekaan. 

Digunakan untuk pawai kemenangan dari penjajahan. Termasuk, ia menjadi cerita kebanggaan Kakek Yeremias, yang pernah menyentuh sepeda ontel empunya serdadu KNIL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun