Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Merawat Komitmen, Menjaga LDR Indonesia-Hong Kong

16 Februari 2021   14:41 Diperbarui: 17 Februari 2021   10:03 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dihantar oleh dua teman di bandara Hong Kong. Foto: Dok Pribadi

Setelah dua tahun vakum berfacebook, saya iseng membukanya. Kaget bukan kepalang. Bak diberondong berulang-ulang, kotak inbox dialiri ratusan pesan. Ternyata, Elin sedang merindu akut dari Negeri Seribu Beton. Katanya, ia kehilangan teman curhat. Hidupnya hampa. Semangatnya hilang. Spiritnya pudar.

Saya memakhluminya. Tetapi perjuangan hidup harus mengutamakan prioritas. Hal-hal lain, seperti cinta dengan segala keistimewaannya akan mengikuti kemudian. Itu pesan orangtua dulu.

Entah siapa yang pertama mengungkapkan cinta, kami pun sepakat menjalin hubungan sebagai pacaran pada 2009 akhir. Tak mempedulikan jarak. Saya di Jakarta. Elin di Hong Kong. Kami menjalani Long Distance Relationship (LDR) antarnegara.

Awal-awal pacaran memang menguras perasaan. Juga menguras isi dompet. Elin masih bersyukur, di Hong Kong tarif sms dan internet sangat murah. Sementara saya di Jakarta, sms dan telpon antarnegara mahal. Messengger dan WA dengan fasilitas video call belum ada.

Kadang saya putus asa. Sebab hanya jauh di mata tapi dekat di telinga. Biaya telpon mahal. Beberapa kali kesulitan beli pulsa data. Terutama rasa cinta sedang mencapai puncaknya dan uang tidak ada. Galau hebat sangat terasa. Namun, Elin tetap meyakinkan, cinta kita harus tetap bersatu-biar cukup air dan minyak saja yang tak mungkin berpaut.

Tepat empat tahun, kuliah saya kelar. Saya menerima ijazah tanpa ikut wisuda bersama teman-teman angkatan. Wisuda hanya seremonial saja. Saya memberitahu Elin. Kami menangis bahagia melalui telpon.

Waktu berlalu. LDR kami lalui bersama. Saling berkomunikasi melalui pesan inbox dan pesan pendek. Terjadi perbedaan pendapat. Semua dijalani dengan cinta yang jujur. Kadang saya mulai mengedip mata ke lain hati. Namun, kami kembali diingatkan dasar hubungan, bahwa hubungan ini bukan atas cinta, namun atas dasar komitmen. Cinta bisa mendua, mentiga dan selanjutnya, tapi komitmen tak bisa dibagi-ceraikan. Ia utuh. Melanggarnya sama seperti menjilat air ludah sendiri.

Kehidupan di ibukota makin sesak. Hari-hari saya berhadapan dengan kemacetan yang 'ukur nenek punya' (parah). Saya pun mulai bosan. Jakarta mungkin bukan masa tua saya. Di akhir 2011, saya kembali ke Flores setelah menyelesaikan Program Profesi Mengajar di UKI-Jakarta. Dengan harapan, bisa menjadi guru di kampung.

LDR dijalanikan dengan jaga jarak 'aman'. Saya hidup di kampung, di Ende-Flores. Elin masih di Hong Kong. Komunikasi tetap dijaga. Meski kadang-kadang terhalang sinyal yang masih tersangkut di pohon kemiri. Kami merawat komitmen dengan prinsip kuat: menuju pernikahan.

Dihantar oleh dua teman di bandara Hong Kong. Foto: Dok Pribadi
Dihantar oleh dua teman di bandara Hong Kong. Foto: Dok Pribadi
Setelah sekian lama di negeri China, masa kontrak selesai. Elin pulang pada 2015. Sama seperti dendam, rindu harus dibalas tuntas. Baru pukul 07.00 pagi saya sudah di bandara. Sesuai jadwal Elin tiba pukul 10.00. Terpancar jelas raut bahagia di wajah kami. Setelah enam tahun kami bertemu. Kami berpelukan di bandara, bukan karena cinta dan rindu yang meluap, tapi tentang komitmen yang bersua.

Masa libur tak disia-siakan. Bersama keluarga besar, upacara peminangan dilakukan pada Agustus 2015. Upacara diselenggarakan sesuai adat Nagekeo-daerah asal calon istri. Pada awal Oktober 2015, Elin harus segera kembali ke Hong Kong, atas pesan 'bos'-nya, karena mereka kesulitan menemukan tenaga pengganti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun