Di tengah niat baik nan tulus pemerintah menjaga kesehatan warganya dari serangan Covid-19, masih sebagian anak bangsa dan anggota DPR-yang terlanjur di sebut 'terhormat', mengatakan vaksinasi adalah bagian dari pelanggaran HAM, jika dipaksakan.
Hemat saya, dalam keadaan darurat pandemi Covid-19 ini, solidaritas sebagai sesama anak bangsa adalah keniscayaan. Tanpa penolakan. Solidaritas kita tidak ikutan darurat. Mestinya tetap kuat. Semakin kuat.
Solidaritas dalam konteks ini adalah relasi yang ditempa melalui perjuangan politik, dan yang menentang bentuk-bentuk pelanggaran terhadap kebijakan Negara, yang membawa keselamatan semua anak bangsa. Dalam hal ini, vaksinasi nasional mesti ditempatkan dalam relasi solidaritas konteks itu. Vaksinasi untuk menjaga keselamatan semua warga.
Dengan demikian, tidak ada lagi menolak divaksinasi. Apalagi atas dasar HAM. Sebab HAM pun menuntut keterlibatan kita, dari masing-masing pribadi secara bersama-sama, gotong-royong, solid, demi menjaga keselamatan bersama (kesehatan komunal).
Maka sangat disayangkan, seorang politisi PDIP, Ribka Tjiptaning sebagai anggota DPR RI menolak vaksinasi. Ia melontarkan tuduhan kepada vaksin Sinovac, yang digunakan Indonesia sebagai vaksin Covid-19.
Penyintas Holocaust-Ceko, Max Mannheimer mengatakan, 'Anda tidak bertanggungjawab terhadap apa yang terjadi, tetapi Anda bertanggungjawab bahwa itu tidak akan terjadi lagi'.
Ribka Tjiptaning dan kita mungkin tidak bertanggungjawab terhadap penyebab terjadinya dan atau tersebarnya Covid-19. Namun, kita bertanggungjawab, bahwa virus Covid-19 tidak menyebar lagi, dan tidak menelan korban nyawa lagi. Itu tanggungjawab kita bersama.
Jadi, tanggung jawab inilah sebagai wujud solidaritas kebangsaan kita yang paling konkret, yakni menerima vaksin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H